NovelToon NovelToon
Sisi Lain Dari Pagar Sekolah: Pengalaman Dan Penyesalan

Sisi Lain Dari Pagar Sekolah: Pengalaman Dan Penyesalan

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Romantis / Teen School/College / Slice of Life
Popularitas:4k
Nilai: 5
Nama Author: Atikany

Aku punya cerita nih, soal dunia ku yang banyak orang bilang sih kelam, tapi buat ku malah keren dan penuh dengan keseruan. Aku punya circle, sebuah geng yang isinya anak-anak yahut yang terkenal jahil dan berani. Seru abis pokoknya! Mereka itu sahabat-sahabat yang selalu ada buat ngelakuin hal-hal yang bikin adrenaline kita ngacir.

Kita sering hang out bareng, kadang sampe lupa waktu. Dari yang cuma nongkrong asyik di tempat-tempat yang biasa kita tongkrongin, sampe yang agak miring kayak nyoba barang-barang yang sebenernya sih, yah, kurang direkomendasiin buat anak muda. Tapi, yah, lagi-lagi itu semua bagian dari mencari identitas dan pengalaman di masa remaja.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Atikany, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Part 22

"Miranda, saya sudah memperingatkan kamu untuk tidak terpancing emosi. Dan untuk Salsa, jangan mencoba memancing emosi," ucap Bu Mia dengan suara yang tegas.

"Dan kamu," ucap Bu Mia sambil menatapku, kemudian menunjukku dengan jari telunjuknya yang panjang.

 "Saya?" aku menunjuk diriku sendiri dengan rasa heran.

"Kok bisa-bisanya kamu ikutan berkelahi kayak gitu?" matanya menyorot tajam ke arahku.

"Saya perhatikan dari awal kamu anak yang penurut, tapi kenapa kamu malah ikutan jambak-jambakan? Lihat tuh muka kamu," lanjutnya.

Aku miringkan kepala dengan rasa penasaran, ingin tahu apa yang Bu Mia lihat di wajahku.

"Muka saya gimana, Bu?" tanyaku dengan nada penasaran.

Bu Mia mengambil napas panjang, hingga aku bisa mendengar suara napasnya.

"Sudahlah, kalian duduk," ucap Bu Mia akhirnya, seolah mengakui bahwa dia juga merasa kelelahan.

Aku merasa Bu Mia sudah tidak sanggup lagi menjadi wali kelas VII A karena kesabarannya terkuras habis. Suara tegasnya terdengar rapuh, dan ekspresi wajahnya menunjukkan bahwa dia benar-benar lelah.

\~\~\~

Pulang sekolah, kami memilih untuk duduk-duduk di dekat tempat biasanya pembina upacara berdiri.

Tempat itu cukup adem karena ada pohon besar yang menjulang tinggi, memberikan teduh dan sejuk.

Sebenarnya aku gak tahu namanya apa, yang pasti pohon itu bikin suasana jadi adem banget.

Kami baru saja duduk tenang ketika tiba-tiba datang seorang cewek dengan nada suara yang mengintimidasi.

"Kalian kenapa?" tanyanya dengan tajam, membuat kami tersentak.

"Habis berantem, kak," jawab Miranda dengan cepat, bangkit dari duduknya.

Lagi-lagi, senioritas terasa begitu kuat, sehingga kami semua ikut berdiri mengikuti gerakan Miranda.

"Sama siapa?" tanya cewek satunya lagi, yang terlihat agak jutek.

"Sama geng Salsa," jawab Fifin, sedikit menundukkan kepalanya.

"Salsa?" sahut cewek bergelang banyak di tangan kirinya dengan nada sinis.

"Dia perintilannya Ranita, kan?" tanya perempuan berwajah jutek itu.

"Iya, kak," jawab Davina cepat, mencoba menyingkirkan rasa ketegangan di udara.

"Kalau masih main-main sama kalian, jangan ragu untuk lapor ke kami," ucap perempuan yang kelihatannya sebagai pemimpin mereka.

"Baik, kak," serentak kami menjawab, mencoba menyamarkan rasa takut yang menyelinap di dalam hati.

"Cabut," ajak cewek bergelang banyak kepada temannya, dan mereka pun pergi dengan langkah mantap.

Kami pun duduk lagi setelah mereka tak terlihat, dan aku bisa merasakan kelegaan yang mengalir di antara kami.

Tapi sekilas, aku melihat bahwa tadi mereka sempat menahan napas, seolah-olah menunjukkan bahwa mereka pun tidak kebal dari tekanan dan ketegangan.

\~\~\~

Aku berusaha untuk tidak menarik perhatian ketika aku sampai di rumah, karena aku tidak ingin ditanya-tanya darimana aku mendapatkan luka cakar ini.

Jadinya, aku langsung saja beres-beres secepat kilat begitu sampai di rumah, lalu masuk ke kamar dengan cepat. Aku ingin menghindari pertanyaan-pertanyaan yang mungkin akan muncul, terutama dari bapak.

\~\~\~

Meskipun aku berusaha sembunyi, tidak ada cara untuk menghindari perhatian orang tua terhadap bekas cakaran di wajahku.

Hari Minggu, aku membantu bapak nyadap karet sehingga mamak bisa beristirahat, tapi ketika hendak naik motor, bapak langsung memperhatikan wajahku.

"Muka kamu kenapa?" tanya ayah setelah melihatku, membuatku bingung harus menjawab apa.

"Dicakar kucing, Pak," jawabku, mencoba memberikan alasan sederhana.

"Lain kali hati-hati ya, jangan terlalu sering main sama kucing. Bulunya gak bagus buat kesehatan, terutama kalau terhirup terus menerus. Bagi perempuan, jangan sering-sering main sama kucing nanti susah punya anak," nasehat bapakku sambil ngengkol motornya.

"Iya, Pak," jawabku dengan cepat.

Ya, meskipun hatiku masih dipenuhi dengan rasa heran atas hubungan antara bermain dengan kucing dan kemampuan untuk memiliki anak di masa depan.

Setelah pertukaran singkat itu, aku melanjutkan langkahku untuk naik ke atas motor Viar-nya.

Motor itu digunakan untuk ke kebun. Dan biasanya motor yang di gunain untuk pergi ke kebun itu  dikenal dengan sebutan motor odong-odong.

Ada juga julukan lain dari, Aries, yang menyebut motor ini sebagai kenalpot ompong, karena memang kenalpotnya rusak dan ada bagian yang copot.

\~\~\~

Sepanjang perjalanan, bapakku selalu memainkan gas motornya dengan agresif, membuatku harus bergantung pada bajunya agar tidak terlempar.

"Bapak, jangan ngebut," pintaku dengan nada khawatir.

Tapi bapak malah tertawa sambil terus memainkan gas motornya dengan semangat.

"Kamu nih cemen banget," ejeknya, sambil masih tertawa.

Aku sudah terbiasa dengan ejekan-ejekan semacam itu dari bapak, tapi hatiku tetap merasa sedikit tersinggung. Namun, aku tahu bapak hanya bercanda, tapi kadang hati bisa dengan mudah terpengaruh.

"Bapak," teriakku sambil semakin erat memegang bajunya, karena tiba-tiba bapak  jemping dan membuatku hampir terjatuh.

"Kalau Aries diajak jemping, dia malah senang dan minta jemping lebih tinggi," tawa bapak, tanpa mempedulikan kekhawatiranku.

"Jemping memang seru, tapi tolong lihat jalan, Pak," ucapku dengan wajah cemberut.

Jalan menuju kebun sangat berlumpur, dan bapak terus saja memainkan gas di jalan yang licin, membuat ban kadang-kadang tergelincir, ngepot-ngepot, tapi bapak tetap santai.

"Kalau jatuh, bagaimana?" tanyaku dengan cemas.

"Jatuh ke tanah, tidak akan sakit," jawabnya sambil masih terus memainkan gas.

"Bapak..." teriakku lagi, tapi bapak hanya tertawa sambil terus melakukan hal yang sama, tanpa perduli akan ketakutan dan kekhawatiranku.

\~\~\~

Setelah tiba di kebun, aku dan bapak beristirahat sejenak sebelum memulai aktivitas nyadap karet. Di sini, masih banyak monyet yang berkeliaran, dan kadang-kadang aku bertemu dengan beruk.

Bapak pernah ngomong, "Kalau bertemu monyet, tidak perlu takut. Tapi hati-hati kalau bertemu dengan beruk, terutama yang kepalanya berwarna merah, dia bisa mengejar."

\~\~\~

Sekilas info:

Meskipun beruk seringkali terlihat imut dan lucu, namun ada kehati-hatian yang harus dijaga ketika bertemu dengan mereka, terutama beruk berkepala merah.

Beruk jenis ini cenderung lebih agresif dan territorial, dan mereka bisa mengejar jika merasa terancam atau merasa wilayah mereka terganggu.

\~\~\~

Aku berhenti sejenak, memperhatikan monyet yang sedang bergelantungan dan melompat dari satu pohon ke pohon lainnya.

"Pengen melihara monyet, tapi yang masih kecil," pikiranku melayang, terinspirasi oleh kehadiran para monyet yang berusaha menjauh ketika menyadari keberadaan manusia di sekitar mereka.

Saat itu, suasana kebun terasa begitu hidup, dengan riuhnya suara monyet dan bunyi daun-daun karet yang bergerak disela-sela angin.

\~\~\~

Aku melanjutkan aktivitas menyalah karet, tiba-tiba kakiku terasa gatal, dan ketika aku melihat ke bawah, aku langsung teriak, "Bapak!"

 Suaraku bergema di tengah kebun, dan para monyet yang sedang berkeliaran langsung gerasak grusuk menjauh mendengar suara teriakanku.

Bapak, meskipun jaraknya cukup jauh, langsung berlari ke arahku dengan ekspresi khawatir yang terpancar jelas dari wajahnya yang berkeringat.

"Kenapa?" tanyanya dengan napas terengah-engah.

"Kaki ku," jawabku sambil menunjuk ke arah kakiku yang terasa gatal dan sedikit membengkak.

Bapak, bukannya bantu malah tertawa sambil memegangi perutnya yang buncit. "Kamu udah besar masih aja takut sama pacet," ejeknya sambil tertawa terbahak-bahak.

\~\~\~

Pacet, serangga kecil yang seringkali diabaikan, tapi bisa jadi sangat menjengkelkan. Mereka ini bisa dibilang "vampir" alam, karena makanannya adalah darah.

Ya, betul, darah! Mereka menyedot darah dari hewan atau bahkan manusia.

Yang bikin ngeri lagi, pacet punya trik licik. Mereka punya zat spesial yang disebut hirudin. Zat ini bikin darah yang mereka sedot enggak langsung membeku.

Jadi, mereka bisa nyedot darah dengan tenang tanpa risiko darahnya cepat membeku.

Jadi, bayangin aja, sedang asik kerja di kebun atau main di hutan, tiba-tiba kamu merasakan gatal di kaki atau tangan. Ternyata, si pacet kecil itu lagi mengisap darahmu!

1
Amelia
halo salam kenal ❤️🙏
Atika Norma Yanti: salam kenal juga ya😄
total 1 replies
Anita Jenius
5 like mendarat buatmu thor. semangat ya
Anita Jenius
seru nih mengangkat masalah pembullyan.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!