NovelToon NovelToon
Bismillah, Aku Ingin Kau Menjadi Adik Maduku

Bismillah, Aku Ingin Kau Menjadi Adik Maduku

Status: tamat
Genre:Tamat / cintapertama / Poligami / Ibu Pengganti / Pengganti
Popularitas:10.6k
Nilai: 5
Nama Author: Hany Honey

“Apa yang ingin kau katakan, Fe?” tanya Arina.
“Bismillah, aku ingin kau menjadi adik maduku, Rin. Aku mohon menikahlah dengan Mas Rafif,” pinta Felisa..
"Tidak, Fe. Aku tidak bisa!" tolak Arina.
"Aku tidak akan menikah lagi, Fe! Dengan siapa pun itu!" tolak Rafif.
Felisa ingin suaminya menikahi sahabatnya, yang tak lain adalah mantan kekasih suaminya. Namun, Rafif menolaknya. Apa pun keadaan Felisa sekarang, dia tidak mau menikah lagi, meskipun dengan mantan kekasih yang dulu sangat ia cintai.
Namun pada akhirnya, Rafif menyerah, dan dia bersedia menikahi Arina, mantan kekasihnya dulu yang tak lain sahabat Istrinya sekaligus Dokter yang menangani istrinya.
Rafii sudah memberikan semua cinta dan kasih sayangnya hanya untuk Felisa. Cinta itu tetap abadi untuk Felisa, meski pada akhirnya Felisa pergi untuk selamanya. Akankah Rafif bisa mencintai Arina, yang sudah rela mengabdikan dirinya untuk menjadi istrinya sekaligus ibu sambung dari anaknya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hany Honey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 22 : Bersikap Dingin

Seratus hari setelah Felisa meninggal, Rafif masih saja bersikap dingin terhadap Arina. Arina masih berada di rumah Rafif, karena dia juga mengurus Abyan yang sudah satu bulan pulang ke rumah. Abyan sudah bisa dibawa pulang, karena kondisinya sudah baik, sudah kuat, dan berat badannya pun sudah stabil, naik setiap minggunya.

Tiga bulan lebih Arina seperti hidup dengan patung. Rafif masih diam dengannya, bicara saja hanya sekadarnya, dan tidak pernah menganggap Arina ada. Padahal Arina sudah berusaha untuk tetap berada di rumah Rafif demi Abyan. Mau siapa lagi kalau bukan dirinya yang mengurus Abyan? Kedua orang tau Felisa sudah sibuk dengan urusan mereka? Kedua kakak Felisa sibuk dengan urusan keluarganya masing-masing, kedua orang tua Rafif pun sangat sibuk, meskipun dekat dengan rumah Rafif, tetap saja beliau sudah tua, Arina tidak tega jika ummiknya Rafif yang mengurus Abyan, meski ditemani dengan baby sitter.

“Aku sudah janji dengan Felisa, untuk menjaga Abyan dan tetap berada di sisi Mas Rafif. Akan tetapi, kalau Mas Rafif terus acuh dan dingin denganku, apa aku sanggup untuk bertahan di sini? Aku sudah merelakan pekerjaanku di Jakarta, aku berhenti bekerja sementara untuk Abyan, tapi Mas Rafif begitu sikapnya. Aku tahu dia tidak suka ada aku di sini, tidak bisa menerimaku, tapi tidak usah bersikap seperti itu? Biasa saja apa tidak bisa? Toh aku tidak meminta lebih?” ucap Arina dalam hati sambil menimang Abyan.

Siang ini Rafif pulang dari pondok. Dia langsung masuk ke dalam kamarnya, membersihkan diri, dan mengganti pakaiannya. Setelah itu, ia mendekati Abyan yang masih berada dalam kereta dorongnya. Sedangkan Arina terlihat sedang menata makan siang.

“Itu abahnya sudah pulang,” ucap Arina dengan mengulas senyum. Arina sudah menggerakkan kakinya untuk melangkah mendekati Rafif, lalu mencium tangannya, tapi ia mengurungkan karena Rafif langsung mengambil Abyan, dan menggendongnya. Lalu membawanya entah mau di bawa ke mana.

“Mas gak makan siang dulu?” tanya Arina, lalu langkah kaki Rafif berhenti.

“Nanti saja,” jawabnya singkat.

Rafif mengajak Abyan ke ruang tengah menggendongnya sambil mengajaknya bercanda. Melihat Rafif yang sudah semakin berubah, Arina tersenyum bahagia. Meski seperti itu hanya dengan Abyan saja, tidak dengan dirinya.

“Apa aku harus bertahan dengan sikap Mas Rafif yang begini? Tiga bulan lebih, dia masih seperti itu padaku. Aku itu bukan patung, bukan pembantu pula di sini, aku ini istrinya. Setidaknya kalau tidak mencintaiku, dan tidak mau menyentuhku, dia tidak usah mendiamiku seperti ini?” batin Arina.

Arina mencoba mendekati Rafif yang sedang menggendong Abyan di ruang tengah. Dia menyuruh Rafif makan siang dulu, karena sebentar lagi juga akan kembali ke pondok.

“Mas, makan dulu, sini Byan denganku dulu.”

“Nanti! Lagian aku tidak balik ke pondok!” jawabnya ketus lalu meninggalkan Arina, dan membawa Abyan ke kamarnya.

Arina duduk di kursi penjalin yang ada di ruang tengah. Ia memijit keningnya, rasanya tiga bulan lamanya sejak Felisa meninggal, dia sudah tidak ada artinya lagi berada di rumah Rafif. Dia selalu dicueki Rafif, menyiapkan makan untuk Rafif juga jarang disentuhnya? Mau menyiapkan baju kerja Rafif saja tidak diperbolehkan, malah Arina dibilang lancang saat menyiapkan baju untuknya, karena itu semua tugas Felisa, bukan tugas Arina. Rafif bilang, hanya Felisa yang berhak melakukannya, dan sekarang saat Felisa tidak ada, biar ia lakukan sendiri saja.

“Apa aku pergi saja? Apa aku harus minta pisah saja dengan Mas Rafif? Dan menyerah sampai di sini? Tapi bagaimana dengan Abyan?” batin Arina.

Arina mendengar Abyan menangis, mungkin minta susu. Dia langsung membuatkan susu untuk Abyan, lalu membawanya ke kamar Rafif.

“Mas, ini susunya Byan, pasti dia nangis karena pengin susu.” Arina mengetuk pintu kamar Rafif. Rafif membukakannya.

“Sini aku susuin Abyan dulu,” ucap Arina.

“Biar aku saja, silakan keluar dari kamarku.” Rafif mengambil botol susu Abyan, dan langsung menyuruh Arina pergi.

Rafif di kamarnya mencoba memeberikan susu pada Abyan, tapi Abyan masih tetap saja menangis. Karena biasanya Abyan menyusu dengan dipangku atau digendong, bukan dengan tiduran di tempat tidur. Abyan kurang nyaman jika menyusu dengan tiduran di tempat tidur kalau jam-jam siang, kecuali kalau malam hari.

“Mas kok masih nangis sih?” Arina nyelonong masuk ke kamar Rafif.

“Mau apa sih ke sini! Aku bilang biar Abyan sama aku!” bentak Rafif, tapi Arina tidak peduli, dia tetap masuk ke dalam kamar Rafif.

“Mas, dia gak betah kalau minum susu dengan tiduran, sini biar aku gendong,” ucap Arina.

“Kamu sudah berhasil menguasai semuanya di sini! Tapi ingat, aku gak akan bisa kamu kuasi!” cetus Rafif dengan tatapan tajam pada Arina, saat Arina langsung menggendong Abyan.

Arina tidak peduli, yang terpenting Abyan sudah tidak nangis lagi, dia mau minum susu sambil ia gendong, dan setelah itu Abyan telelap tidur.

“Sayang,  maafkan bunda, ya? Kamu yang nurut sama abahmu. Bunda mungkin tidak akan di sini lagi, bunda takut, takut disangka bunda menguasi kamu dari abahmu. Maafkan bunda ya, Nak? Bunda akan meninggalkanmu, bunda sayang sekali sama kamu,” ucap Arina lalu mencium kening Abyan.

Arina lebih nyaman menyebutkan dirinya bunda, daripada ummik. Arina tidak menyangka Rafif akan berkata seperti itu. Benar, dia harus pergi saja dari rumah Rafif, apalagi Rafif sudah mengecap dirinya pengusa di rumahnya. Arina sudah bertekad untuk pulang saja, dan meminta pisah dengan Rafif.

“Tugasku sudah selesai. Felisa sudah tidak ada, untuk apa aku melanjutkan pernikahan ini? Iya aku paham, aku dipilihkan Felisa untuk menjadi penggantinya, tapi kalau Mas Rafif begini? Aku harus bagaimana? Membujuknya? Sabar? Maafkan aku, Fe. Aku bukan wanita yang sabar seperti kamu,” batin Arina.

**

Arina tidak tega jika meninggalkan Abyan sendiri, apalagi harus dirawat oleh suster. Bagaimana jadinya nanti? Eyangnya sudah sibuk dengan urusan pondok semua, meskipun ada Rafif, tetap saja orang tua Rafif sudah berusia senja semua. Tidak mungkin akan mengurus Abyan sepenuhnya.

Arina mencoba lebih sabar lagi. Ia tetap berada di rumah Rafif demi Abyan. Tidak peduli Rafif yang terus cuek, dingin, dan mendiami Arina setiap hari.

Pagi ini Arina membuatkan sarapan untuk Rafif. Meski makanannya jarang dicicipi oleh Rafif, bahkan utuh tak pernah ia sentuh, Arina tetap saja memasakkan untuk Rafif. Masalah dimakan atau tidak itu urusan belakangan. Kalau gak dimakan Rafif juga pasti dimakan oleh asisten yang ada di rumah Rafif, kadang Arina berikan kepada tetangganya, atau dibawa pulang oleh asistennya yang tidak menginap di rumah Rafif.

“Sarapan dulu, Mas,” ucap Arina.

“Aku berangkat!” ucapnya sambil keluar dari rumah.

Arina hanya mengangguk, membiarkan suaminya berangkat. Sudah hal biasa yang terjadi setiap ia menawari makan pada suaminya. Kadang malah tidak dijawab sama sekali. Entah setiap hari Rafif makan di mana, karena tidak pernah sedikit pun Rafif menyentuh atau memakan masakan Arina.

Rafif mendekati kereta dorong Abyan, Abyan bersama asistennya, karena Arina memasak. Sebelum berangkat ke kantor Rafif mendekati Abyan, dan menggendong Abyan sebentar.

1
Irmha febyollah
KA novel nya di lanjut apa gak kak. kok udh lama gk update
Nety Dina Andriyani
bagus
Nety Dina Andriyani
lanjut kakakkkkk
afaj
woii jgn lama lama woi anak kalian nangis nungguin woh
Uswatul Khasana
lanjut
afaj
🥵🥵
afaj
iya marahin mak
afaj
🥹🥹🥹🥹
Diyah Pamungkas Sari
pisah aja dulu nikah sm yg mencintai tulus. jengkel aq klo prmpuan cm d jdikan pengasuh. apaan
اختی وحی
knp up lma bnget
uchee
💪🏼💪🏼💪🏼💪🏼💪🏼 buat up nyaa
afaj
iya takut kan lu wkkwkwkwkw
Irmha febyollah
kk kalo update jgn lama2.
Reny Dwiseptianingsih
kak up nya jangan lama lama donk..kan jadi penasaran jalan critanya😊
Uswatul Khasana
lanjut
Irmha febyollah
tinggal kan sajalah laki2 kek gtu. untuk apa nungguin nya. laki2 kurang bersyukur.
afaj
mla bgt ngelihatnya
uchee
next
afaj
knp ceitra yg atu g ada lg ya
afaj: ok mb tp nnt d lanjutkan kan mb ? hehe
afaj: ok mb tp nnt d lanjutkan kan mb ? hehe
total 3 replies
Uswatul Khasana
lanjut
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!