Bismillah, Aku Ingin Kau Menjadi Adik Maduku

Bismillah, Aku Ingin Kau Menjadi Adik Maduku

Chapter 1 : Kembali Bertemu

Arina duduk di samping pembaringan Felisa. Dua wanita yang sudah lama tidak berjumpa setelah lulus Madrasah Aliyah, kini setelah hampir lima belas tahun bertemu lagi dalam keadaan penuh haru. Arina harus melihat sahabatnya dimasa putih abu-abu itu terbaring lemah dengan wajah kuyu di atas pembaringan di sebuah rumah sakit ternama di Jakarta.

Arina baru pindah di Jakarta. Ia ingin hijrah ke Ibukota demi melupakan semua yang membuatnya sakit. Kenangan di kota kelahirannya itu masih menghantui dirinya, hingga ia sulit menemukan titik tenang dalam hidupnya. Baru saja tiba, Arina ditugaskan untuk menangani pasien, dan itu adalah Felisa. Nama Felisa begitu banyak,  jadi Arina sama sekali tidak berpikir Felisa adalah sahabatnya yang sudah lama terpisah, dan selama ini ia mencarinya, karena sangat merindukannya. Ternyata Felisa pasiennya, benar sahabatnya.

“Fe ... Aku tidak tahu kalau Felisa itu kamu yang menjadi pasienku. Kenapa, Fe? Kenapa kamu pertahankan? Ini akan membahayakan nyawamu, Fe?” Arina menatap Felisa dengan sendu.

“Aku ingin anakku lahir, Rin. Bantu aku, Rin,” pintanya.

“Fe ... Semua dokter pasti akan menolak, bisa mempertahankan sampai anakmu lahir, tapi bagaimana dengan kamu?”

“Yang penting anakku lahir, Rin. Aku ingin suamiku memiliki keturunan. Anakku ini yang dinantikan ummik dan abah, apalagi anakku ini berjenis kelamin laki-laki, Rin. Ummik dan Abah ingin memiliki cucu laki-laki untuk meneruskan trah pesantren, Rin, karena suamiku putra satu-satunya. Bagaimana anakku tidak diimpikan mereka?” jelas Felisa.

“Tapi ini sangat membahayakan nyawamu, Fe?”

“Aku tidak peduli, toh kalau aku hidup, aku tidak mungkin memberikan suamiku keturunan, karena aku harus menghilangkan sesuatu yang berharga dalam tubuhku sebagai seorang wanita. Yaitu Rahimku,” jawabnya.

Arina terdiam. Dia menatap sahabatnya itu dengan rasa iba, ini adalah tanggung jawab besar untuk dirinya. Harus mempertahankan dua nyawa yang tidak mungkin baginya. Mungkin saja, jika ada keajaiban Tuhan.

“Suamimu di mana?” tanya Arina

“Dia sedang ada seminar, untung saja di Jakarta, Rin. Jadi dia hadir,” jawab Felisa.

“Lalu kamu di sini dengan siapa?”

“Sama suster, Rin. Besok keluargaku dan keluarga suamiku baru mau ke sini,” jawab Felisa.

Felisa beruntung sekali dokter yang menanganinya adalah sahabatnya saat dia di Madrasah Aliyah, sahabat yang hampir lima belas tahun tidak bertemu, sekarang bertemu dalam keadaan dirinya menjadi pasiennya. Sungguh tidak disangka, lima belas tahun tidak bertemu, Arina sudah menjadi dokter hebat, dia bangga cita-cita sahabatnya tercapai, padahal Arina sempat Frustrasi saat mendapat beasiswa kedokteran dia kesulitan untuk biaya hidup dan biaya lain-lain. Karena keluarga Arina bukan dari keluarga berada, hanya keluarga sederhana, anak dari seorang guru agama di Madrasah Tsanawiyah.

“Bapak dan ibu kamu bagaimana kabarnya, Rin?” tanya Felisa.

“Alhamdulillah sehat, ibu juga sehat. Ummik sama abah kamu bagaimana? Kangen sama ummik kamu,” ucap Arina.

“Ummik sama abah alhamdulillah sehat, pasti mereka bangga lihat kamu jadi dokter hebat, Rin,” ucap Felisa.

Mereka melanjutkan perbincangannya sampai Rafif pulang dari seminarnya. Rafif sekarang sibuk di pesantren milik abahnya. Dia mengajar santri putra, sedangkan Felisa dia juga diamanahi untuk mengajar santri putri. Mereka dijodohkan oleh kedua orang tua mereka, bersyukur tidak ada drama perjodohan yang rumit, mereka langsung saling pengenalan, pendekatan, lalu menikah saat sudah merasa yakin dan cocok.

Meski dijodohkan, Felisa dan Rafif langsung sama-sama suka dan saling mencintai, mereka langsung cocok, dan sampai sekarang Rafif begitu setia dengan Felisa meski Felisa lama tidak dikaruniai anak. Setelah hari bahagia itu tiba, ternyata ada masalah di rahim Felisa.

Awal kehamilan Felisa memang sudah ada masalah dalam rahimnya, saat usia kandungan Felisa memasuki tiga bulan, Dokter mendiagnosis awal adalah kista, dan tidak membahayakan janin. Namun hanya selang waktu tiga bulan, ternyata itu adalah sel kanker ganas dan mengharuskan untuk mengangkat rahimnya.

Bagaimana Felisa merelakan semua itu? Kehamilannya yang sudah ia tunggu hampir sepuluh tahun, harus diangkat ketika memasuki usia ke enam bulan. Felisa tetap teguh pada pendiriannya untuk mempertahan kan kandungannya sampai sembilan bulan, apa pun yang terjadi dia akan tetap mempertahankannya. Meskipun nantinya dia yang harus kalah dalam berjuang, yang Felisa inginkan, ia bisa memberikan keturunan untuk suaminya.

“Assalamualaikum ....”

Suara laki-laki yang mengucapkan salam, dan terpaksa harus menghentikan percakapan antara Felisa dan Arina.

“Wa ’alaikumsalam ....” ucap Felisa dan Arina bersamaan.

“Mas, sudah selesai seminarnya?” tanya Felisa.

“Sudah, Fe. Ya tinggal acara terakhir saja, aku pamit pulang, yang terpenting bagian intinya aku sudah mengikutinya,” jawab Rafif.

“Oh iya, Mas. Ini dokter yang akan menangani aku nanti, dia temanku waktu di MA, kita bahkan akrab sekali, kenalkan Rin itu Mas Rafif suamiku.” Arina membalikkan tubuhnya untuk menyapa Rafif yang baru pulang dari seminar.

“Mas Rafif?” ucap Arina dalam hati.

“A—Arina? Masya Allah, dia Arina?” batin Rafif.

“Mas, Rin, kok saling diam?” tanya Felisa.

“Ehm ... Saya Rafif suami Felisa, Dok,” ucap Rafif gugup.

“Saya Arina, dokter yang akan menangani Bu Felisa. Dia juga sahabat saya saat masih di Aliyah dulu, Pak,” ucap Arina memperkenalkan diri.

“Oh, iya. Semoga dokter bisa memahami keinginan istri saya ya, Dok?” ucap Rafif.

“Banyak yang harus saya ketahui lebih detail sakitnya Felisa. Semoga semuanya baik-baik saja, karena dalam kasus ini, pasti ada salah satu yang harus dipilih, Pak Rafif. Saya sudah coba membicarakan dengan Felisa tadi, supaya mengikuti saran dari dokter yang pertama kali menangani, tapi Fe sepertinya tetap teguh pada pendiriannya untuk mempertahankan kehamilannya,” jelas Arina.

“Itu yang membuat saya kebingungan, Dok. Saya harap dokter bisa memberikan yang terbaik untuk istri saya,” ucap Rafif.

“Tentu akan saya usahakan Pak Rafif. Ya sudah saya kembali bertugas dulu, mulai besok saya akan pantau keadaan Felisa,” pamit Arina. “Fe ... Pamit dulu, ya? Semangat ya, Fe?”

“Iya, Rin. Aku yakin kamu pasti bisa mewujudkan keinginan aku ini, Rin,” ucap Felisa.

“Insya Allah ya, Fe? Semua kan atas kehendak Tuhan. Kita sama-sama berdoa untuk kebaikan kamu ya, Fe?” Ucap Arina

Arina pamit dan keluar dari ruang perawatan Felisa. Betapa terkejutnya dia kalau suami Felisa adalah Rafif, seseorang yang pernah berarti dalam hidupnya semasa dia kuliah.

“Kenapa harus kalian? Kenapa harus Felisa yang jadi istrimu, Raf?” batin Arina.

Tak terasa air mata Arina menetes ketika melangkahkan kakinya keluar dari kamar rawat sahabatnya. Rafif, laki-laki yang pernah singgah di hati Arina dulu, sampai sekarang pun Arina masih belum bisa menemukan sosok pengganti Rafif. Berpisah karena Rafif dijodohkan oleh kedua orang tuanya. Rafif yang sangat patuh, ia memutuskan ikatan hati dengan Arina yang sudah terjalin sangat lama.

Terpopuler

Comments

muna aprilia

muna aprilia

lnjut

2024-05-11

0

Meli Anja

Meli Anja

hadir kak baru sempet baca nih

2024-05-03

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!