SWEET LOVE

Pukul 21.00, di kediaman Kakek Yaris Mahesa.

Pria tua itu kini tengah duduk santai di ruang keluarganya dengan baju tidur yang nyaman. Sambil memakan cemilan dan menonton tv yang sedang menayangkan drama kesukaannya.

“Huft, mari kita lihat apakah Nona Sahara bisa tersenyum hari ini?” ucap Kakek Yaris sambil menyuap cemilan kedalam mulutnya.

“Aku pesan bebek panggang keju,” kata tokoh didalam drama tersebut.

“Hahaha, konglomerat apa yang bertemu di kedai bebek panggang, untuk menemui keluarga mertuanya?” Kakek yaris tertawa melihatnya.

“Hmm, meski begitu aku sangat iri, aku juga mau bertemu keluarga menantu di kedai ayam bebek panggang seperti itu,” celotehnya geli.

“Aku pulang!” Arga tiba-tiba datang dari arah ruang tamu.

“Oh, kamu baru pulang?” Kakek Yaris beranjak dan menghampiri Arga, “Apa hubunganmu dengan Hana lancar? Jadi bagaimana dengan pernikahannya?”

Arga hanya diam tidak menjawab dan membiarkan kakeknya melanjutkan perkataannya.

“Kedua pihak keluarga harus bertemu dahulu kan?”

“Aku sudah memutuskan untuk tidak menikahi Nona Hana.”

“Apa? Apa maksudmu?”

“Begitulah yang terjadi. Karena itu, jangan bicara tentang Nona Hana lagi!” Arga pun pergi begitu saja meninggalkan Kakek Yaris yang masih terkejut dengan pernyataannya.

“Dasar berandal, kurang ajar!” teriak Kakek Yaris.

“AKU TIDAK MENYETUJUI PERNIKAHAN INI!” teriak tokoh pria didalam drama. Membuat Kakek Yaris tercengang melihatnya. “Yang aku cintai adalah Sahara!”

“Tutup mulutmu Zayn!” bentak tokoh lainnya.

“Beraninya kamu menolak putriku hanya karena gadis dari kedai ayam goreng!!!!”

Kakek Yaris tersentak kaget dan sontak memegangi pipinya saat melihat adegan tokoh pria tersebut di lemparkan bebek panggang kewajahnya.

“Huh, aku yakin kulit bebek panggang itu sangat padat. Pasti sakit sekali,” ucap Kakek Yaris mengasihaninya.

“Omong-omong, baik di dunia nyata atau di drama tv, kenapa sulit sekali untuk menikah akhir-akhir ini?” gumamnya seraya memasukan cemilan kedalam mulut.

***

“Sahara?”

“Sahara?”

“Kenapa aku tiba-tiba kepikiran nama itu ya? Sepertinya aku pernah mendengar nama itu. Sahara?” gumam Berlyan saat melewati jalan yang biasa dia lewati untuk pulang kerumah.

‘Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif...’

“Woah, dia bahkan mematikan ponselnya? Awas saja sampai aku menemukanmu, HANA QUEEN. Aku pasti akan menghajarmu!” gerutu Berlyan seraya memasukkan kembali ponselnya kedalam tas.

Langkah kakinya terhenti saat berada diseberang jalan tempat kedai ayam goreng orang tuanya berada.

“Oh Berlyan temanku, kamu sudah pulang?” Hana tersenyum getir sambil melambaikan tangannya dari kejauhan didepan kedai orang tua Berlyan. Wanita itu terlihat sedang membuangkan sampah kedai.

“HEI HANA QUEEN!” teriak Berlyan seraya berlari sekencang mungkin.

“Oh Berlyan tenanglah!” panik Hana mencoba melarikan diri.

“KAMU BENAR-BENAR JAHAT!” Berlyan menarik kerah baju Hana lalu melepaskannya dan mengambil sapu lidi, kemudian menodongkannya pada Hana.

“Ya ya ya Berlyan apa yang kamu lakukan?” Hana berteriak histeris sampai terduduk ditanah saat menahan ujung sapu itu. “Kumohon Berlyan!”

“Maafkan aku, aku tidak tahu ponselku mati,” jelas Hana seraya meraih tangan Berlyan yang kini tengah duduk diujung kasur sambil menundukkan kepalanya.

“Aku bersumpah tidak sengaja untuk mengabaikanmu.”

“Sudah cukup!” tukas Berlyan, “Jika saja aku tidak langsung sigap dan memberikan nama palsu, hampir saja aku nyaris ketahuan dan bisa dipecat disana!”

“Apa yang kamu pikirkan, sampai membawaku ke sana?”

Hana menggigit bibirnya dan matanya mulai berkaca, dia pun bersimpuh didepan Berlyan. “Aku sungguh minta maaf.”

“Kamu juga melihatnya kan, dia sangat berkarisma! Aku tidak punya pilihan lain. Setidaknya dia tidak tahu kamu adalah pegawainya, jadi....” Hana mencoba menggenggam tangan Berlyan.

“Tapi dia tahu orang tuaku punya kedai ayam goreng!” decak Berlyan putus asa.

“APA? Tunggu dulu, bagaimana bisa?” Hana tersentak kaget.

“Aku membawa kupon makanan untuk timku karena merasa bersalah tidak bisa ikut pesta yang mereka rencanakan, tetapi aku malah tidak sengaja menjatuhkannya didepan Presdir Argantara,” keluh Berlyan.

“Astaga, dasar bodoh! Kenapa kamu membawa kupon-kupon itu?” teriak Hana seraya memukul-mukul betis Berlyan karena gemas.

“Hei, kenapa memukulku? Kamu tidak berhak beteriak padaku!” Berlyan melotot dan mencibir.

“Memangnya salah siapa aku begini?” Berlyan mencengkram kerah Hana lagi dan menarik celemek dapur yang dia kenakan, “kamu pikir dengan memakai celemek ini akan menyelamatkanmu dari kemarahanku?”

“HEI BERLYAN!” teriak Bu Susi yang tiba-tiba masuk kedalam kamar Berlyan karena mendengar keributan.

“Apa yang kamu lakukan? Kenapa kamu mencengkram kerah baju Hana?” ucap Bu Susi.

“Ibu ini....”

“Bu Susi aku baik-baik saja kok,” potong Hana seraya tersenyum dan memasang wajah melas, “jadi tolong jangan omeli Berlyan, karena ini semua salahku.”

Berlyan melotot dan terkekeh mendengar ucapan Hana. Rasanya dia ingin menelannya hidup-hidup saat ini juga.

“Memangnya separah apa kesalahannya? Kamu tidak boleh mencengkram kerah baju temanmu seperti ini! Sifat pemarahmu itu! Cepat lepaskan dia!” Bu Susi memukul punggung belakang Berlyan.

“Lepaskan dia cepat!” Lagi-lagi Bu Susi memukulnya, Berlyan pun melepaskan cengkraman tangannya di kerah baju Hana.

“IBU! Ibu tidak tahu apa-apa!” rengek Berlyan tidak terima.

“Kalau ibu sangat menyayangi Hana, bawa sana dan besarkan saja dia!” Berlyan mendorong Hana hingga kena kaki Bu Susi.

“Oh Astaga! Lihatlah sifat pemarahmu itu, kenapa kamu jahat sekali!” Bu Susi kembali memukulinya.

“Bu Susi! Ini semua salahku, maafkan aku!” Hana langsung memeluk Bu Susi.

“Dasar berandal! Kamu ini benar-benar ya!” Berlyan beranjak dan mendekat sambil menunjuk wajah Hana.

“KALIAN BERDUA HENTIKAN!” Bu Susi berteriak lalu berlalu keluar dari kamar Berlyan sambil.

“Ya tuhan, dia mendapat sifat meledak-ledak itu dari siapa? Dasar!” gerutu Bu Susi seraya kembali duduk di ruang keluarga yang sudah ada Tiara yang sedang melipat baju.

“Apa ibu tidak sadar dia mendapatkannya dari siapa?” celetuk Tiara sambil melipat baju.

“Kenapa dia tidak bisa akur dengan temannya sendiri! Kamu itu seharusnya bersyukur karena Hana tetap berada di sisimu!” teriak Bu Susi pada Berlyan, “Aku akan senang sekali jika punya anak seperti Hana.”

“Benarkan, apa ibu sangat menginginkan Kak Hana jadi anak ibu? Bagaimana kalau aku bertukar sendok emas dan hidup menjadi Kak Hana , lalu Kak Hana menjadi aku biar bisa menjadi anak ibu,” ucap Tiara konyol.

“Oh astaga, kamu pikir ini drama bisa bertukar kehidupan hanya karena sendok emas? Dasar anak nakal, cepat selesaikan lipatanmu dan jangan bicara yang tidak jelas!” Bu Susi menggerutu sambil melemparkan baju kewajah Tiara.

***

Pukul 5 pagi, di kediaman Kakek yaris Mahesa.

“Belilah produk pangsit ini sekarang juga, jangan lain kali.” Suara pembawa iklan di tv, yang menampilkan produk keluaran dari Antara Group Food. Terdengar menggema didalam kamar Arga. Pria itu tengah duduk santai disofa sambil menonton tvnya.

“Iklan pangsit sepagi ini? Bukankah sudah kuberitahu mereka untuk perhatikan jadwalnya?” gerutu Arga seraya menekan tombol ganti siaran di remote tv tersebut.

“Burung bangau yang terluka ditemukan dipesisir pantai selatan....”

Arga langsung mendongak menatap tajam layar tv saat mendengar berita tentang burung bangau. Dia pun segera mengambil ponselnya dan menelpon seseorang.

.

.

BERSAMBUNG.