Anin akhirnya menemukan alasan yang mungkin menjadi penyebab suaminya bersikap cuek terhadapnya. Tidak lain adalah adanya perempuan idaman lain yang dimiliki suaminya, Kenan.
Setelah berbicara dengan sang suami, akhirnya dengan berbagai pertimbangan, Anin meminta suaminya untuk menikahi wanita itu.
" Nikahilah ia, jika ia adalah wanita yang mas cintai," Anindita Pratiwi
" Tapi, aku tidak bisa menceraikanmu karena aku sudah berjanji pada ibuku," Kenan Sanjaya.
Pernikahan Anin dan Kenan terjadi karena amanah terakhir Ibu Yuni, ibunda Kenan sekaligus ibu panti tempat Anin tinggal. Bertahannya pernikahan selama satu tahun tanpa cinta pun atas dasar menjaga amanat terakhir Ibu Yuni.
Bagaimana kehidupan Anin setelah di madu? Akankah ia bisa menjaga amanah terakhir itu sampai akhir hayatnya? Atau menyerah pada akhirnya?
Happy reading 🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sasa Al Khansa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MAT 21 Kamar Spesial Untuk Malam Spesial
Menjaga Amanah Terakhir (21)
Di panti, seorang perempuan hanya duduk di atas ranjang sambil memainkan ponselnya. Ia hanya tersenyum kecil saja sambil membalas pesan yang masuk.
Tiba-tiba, ia teringat pertemuannya kemarin dengan Anin. Ia tampak jauh berbeda.
"Apa karena sudah menikah dengan Kenan?," gumamnya pelan.
Rasa iri merasuki relung hatinya. Tak suka saat melihat Anin tampak bahagia. Apalagi kemarin ia melihat Kenan bersikap perhatian, pada Anin.
" Kenapa kamu selalu lebih beruntung dari aku, Nin?,"
Memiliki suami baik, tampan, dan kaya raya. Benar-benar impian setiap orang. Sedangkan dirinya? Pernikahannya kini di ujung tanduk.
Sesil adalah anak panti seperti Anin. Usia mereka sama. Bahkan di sekolahkan di tempat yang sama. Namun, Sesil memilih bekerja daripada kuliah. Karena ia merasa tak sepintar Anin. Kapasitas otaknya sangat terbatas.
Berbeda dengan Anin yang pintar, ia kuliah dengan beasiswa. Jika ada kekurangan uang untuk tugas dan lainnya, Bu Yuni pasti jadi garda terdepan yang membantu. Ia sangat mendukung anak asuhnya.
Itulah awal mula rasa iri muncul di hati Sesil. Ia merasa Anin selalu mendapatkan hal baik berbanding terbalik dengan dirinya.
Namun, ia yang pandai bersandiwara. Seolah biasa saja pada Anin padahal hatinya sangat membenci. Bahkan menganggap Anin saingan.
" Harusnya kamu sadar diri,mas. Aku mencari kehangatan di luar juga karena kamu acuhkan. Aku wanita normal butuh kehangatan," kesalnya saat ingat laki-laki yang selangkah lagi menjadi mantan itu malah langsung menjatuhkan talak padanya.
Begitulah manusia. Hanya menilai dari apa yang ia lihat saja. Padahal, pada kenyataannya kehidupan Anin pun tak sesempurna itu.
Di acuhkan? Anin pun merasakannya. Tapi, s3lingkuh itu pilihan. Bukan paksaan. Orang yang melakukannya juga pastinya atas kesadarannya masing-masing.
Sesil pun kesal karena Bu Yuni malah memilih Anin untuk jadi menantunya. Kenapa bukan dirinya saja?
" Kalau saja aku sepintar dan secantik Anin, pasti aku yang akan terpilih menjadi menantu Bu Yuni kan?,"
Sesil masih saja berkutat dengan halusinasi dan berbagai pengandaian. Karena ia menolak kalah dari Anin. Apa yang Anin miliki harusnya bisa ia miliki juga.
...******...
Mobil yang dikendarai Kenan akhirnya sampai di Villa. Cuaca di luar sudah bukan lagi mendung, malah sudah hujan deras disertai angin dan petir.
Kenan dan Anin bersyukur karena bisa sampai saat cuaca semakin buruk. Kini, angin bertambah kencang.
" Langsung masuk saja, biar barang di bagasi aku yang bawa," Kenan memberikan payung lipat yang selalu da di mobilnya. Jaga-jaga karena cuaca kurang bersahabat akhir-akhir ini.
" Aku bisa bantu mas dengan memayungi mas supaya tidak kehujanan," ucap Anin.
Bukan bermaksud membantah. Namun, ia tak tega membiarkan suaminya itu hujan-hujanan dengan membawa barang. Karena tidak mungkin membawa barang dengan memakai payung.
" Aku tidak suka dibantah, Nin,"
" Hufft, baiklah," Anin mengalah. Ia pun akhirnya patuh saja.
Namun, tak langsung masuk ke villa melainkan menunggu di teras. Padahal, Kenan sudah memberikan kunci Villa pemberian Tante Najma padanya kemarin.
Dengan susah payah, Kenan pun membawa barang-barang ke dalam villa. Tidak banyak tapi, cukup membuat bajunya basah di terpaksa air hujan.
" Sebentar, mas," Anin membuka koper dan mengeluarkan handuk milik Kenan.
Karena ia tidak mengepak pakaiannya, jadi mudah bagi Anin mengetahui dimana handuknya diletakkan tanpa harus membongkar koper sampai isinya berantakan.
" Terimakasih,"
Anin hanya mengangguk.
" Kamarnya yang mana, mas?,"
" Sebentar, Tante Najma belum membalas pesanku,"
Kenan masih Fokus pada ponselnya.
" Katanya, kamar di sebelah tangga menuju lantai atas,"
Sesuai arahan, keduanya menuju pintu kamar yang memang terlihat dari sana.
Namun, tiba-tiba ada panggilan masuk.
" Kamu masuk duluan saja. Sekalian mandi duluan. Nanti, aku menyusul,"
Anin hanya mengangguk. Ia pun masuk ke kamarnya yang mana langsung membuatnya mematung.
" Ya, Allah ini .."
Anin terkejut saat melihat begitu banyak kelopak mawar yang bertaburan di atas ranjang. Bahkan aroma kamarnya pun istimewa.
Anin melihat ke arah pintu dan belum ada tanda-tanda kalau suaminya akan datang. Daripada berakhir malu,lebih baik ia bereskan saja.
Anin merangkak ke atas ranjang. Mengumpulkan semua kelopak bunga dalam satu tempat aar mudah dan cepat ia ambil untuk ia buang.
Saking fokusnya, Anin tidak sadar jika Kenan sudah ada di ambang pintu masuk memperhatikan apa yang Anin lakukan.
" Kamu sedang apa, An?,"
Deg
Anin terkejut dengan kedatangan Kenan yang tiba-tiba. Ia pikir Kenan akan lama menelpon seseorang, namun ternyata tidak.
" Emm, ini aku mau membuang ini. Takutnya mas merasa tidak nyaman," kila Anin. Padahal, ia yang jauh lebih merasa tak nyaman.
Sudah jelas penampakan kamar yang akan mereka tempati seolah sengaja dipersiapkan untuk pengantin baru yang sedang bulan madu.
" Kalau aku nyaman-nyaman saja, bagaimana?," Kanan melangkah ke arah Anin.
" Hah?," Anin diam sejenak. " Tapi, aku tidak nyaman, mas," cicitnya pelan namun, masih bisa di dengar oleh Kenan.
Wajah Anin memerah. Ini tidak ada dalam rencana mereka kan?
Kenan hanya tersenyum tipis. Kenapa wajahnya yang merona malah membuat Kenan gemas.
" Eh, apa kita salah kamar?," tanya Anin kemudian.
Walaupun kenyataannya Anin lebih yakin bahwa ia tidak salah kamar karena sesuai petunjuk dari Tante Najma. Anin justru lebih yakin ini kerjaan Reina.
" Tidak. Kita tidak salah kamar. Ini memang kamar kita," jawab Kenan yang kini sudah ada tepat di hadapan Anin.
" Tapi, ini semua...?"
" Khusus untuk kita,"
" Maksudnya?," Anin bingung.
" Kamar ini di buat seistimewa mungkin untuk kita." jawab Kenan sambil memperhatikan wajah Anin yang selalu melihat ke lain arah. Tidak berani melihat ke arahnya.
" Tapi, kenapa? Kita kan ada di tempat ini karena acara Reina dan Samudera?," Anin malah semakin di buat bingung karena Kenan tidak menjelaskan sejelas-jelasnya. Seolah sengaja membuat teka teki.
" Tidak ada acara pertemuan dua keluarga. Hanya ada kita saja. Tante Najma yang mengatur semuanya. Dengan Reina tentunya,"
" Jadi?," mata Anin membulat.
" Mereka membuat ini khusus untuk kita. Katanya kita belum pernah bulan madu ..."
Blushhh
" Mereka ingin kita menikmati hari disini hanya berduaan,"
Anin hanya menelan salivanya. Jantungnya berdebar-debar.
Suasana seperti ini sangat membuatnya tak nyaman.
" Kalau kita menikmati kamar spesial ini untuk malam spesial kita bagaimana?," Kenan menjeda ucapannya. " Apa kamu keberatan jika aku minta hakku sekarang?," tanya Kenan yang entah kenapa tidak ingin melewatkan hari ini begitu saja.
Walaupun hubungan Anin dan Kenan sudah semakin membaik, namun mereka memang belum sampai tahap itu. Sekalipun Kenan pernah bertanya hal tersebut pada Anin tempo hari.
Alasannya, Kenan tidak ingin tergesa-gesa. Hingga Anin berpikir bahwa ia berubah karena ingin mendapatkan haknya saja. Sekalipun ia harus menahan diri setiap tidur di bawah selimut yang sama.
Aneh memang. Dulu, ia bisa menahan diri lebih baik dari saat ini. Sekarang, imannya seolah bagai selembar tissue. G@irahnya mudah bangkit jika hanya berdua dengan Anin.
" Bagaimana?," Kenan tidak akan memulai tanpa persetujuan Anin. Walaupun ia tak memerlukannya. Namun, ini salah satu cara ia menghargai istrinya.
TBC