Saat aku ingin mengejar mimpi, berdiri dalam kesendirian pada ruang kosong yang gelap,tidak hanya kegelapan, dinginpun kian lama menyelimuti kekosongan itu. Perlahan namun pasti, kegelapan itu menembus ulu hati hingga menyatu dengan jiwa liar yang haus akan kepuasan. Jangan pernah hidup sepertiku, karena rasanya pahit sekali. Hambar namun menyakitkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cevineine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 18
Selama jam kerja berlangsung, aku dan Ratna tidak ada sekalipun yang membahas tragedi tadi pagi. Entah mengapa hari ini pekerjaan kami terlihat begitu menumpuk. Tak terasa sudah jam mendekati waktu beristirahat.
"Rat, gue ke toilet bentar ya kalau mau duluan aja ke kantin ntar gue nyusul" ujarku kemudian ngancir meninggalkannya seorang diri.
"Jangan lama-lama ya" teriak Ratna dari kejauhan.
Aku menerobos masuk kerumunan yang ada didalam toilet tersebut, tumben sekali hari ini toilet begitu ramai. Aku tidak menghiraukan disekelilingku dan segera memasuki bilik yang kosong.
"Woi antri dulu, kita yang duluan disini ya bangsat!" pekikik salah seorang wanita. Namun aku masa bodoh karena sudah 'kebelet banget'
"Sudahlah, kita pergi saja" ujar salah satu dari mereka.
Lalu aku tidak mendengarkan suara suara ricuh tersebut, mungkin mereka pindah ke toilet sebelah kali ya. Aku menuntaskan hajatku dengan cepat. Namun ketika akan membuka handle bilik toilet, pintu itu tidak mau terbuka. Aku terus menggedor dan menarik narik handle teresebut namun nihil ia tetap tidak mau terbuka.
"Tolongggg, siapapun diluar tolongggg" teriakku sembari menggedor pintu.
Sudah hampir setengah jam aku disini dengan berbagai cara untuk keluar, namun hasilnya tetap nihil tidak ada siapapun yang kesini.
Tiba-tiba udara disekitar sini menjadi pengap, nafasku memburu merasakan panas disekitar tubuhku. Kemudian lampu toilet secara kebetulan mati bersamaan dengan gemericik air yang berhenti. 'apa ini pemadaman listrik?'
Aku semakin gencar menggedor pintu dan berteriak panik, udara disini semakin lama semakin pengap dan tak terkendali. Dadaku jadi sesak dan berdebar kencang. Tidak, aku tidak boleh pingsan. Jika aku pingsan disini dan tidak ada yang tahu atas keberadaanku bisa-bisa aku 'lewat'.
Keringat mulai membasahi sekujur tubuhku, aku berusaha mengipas ngipas menggunakan tangan guna mendapatkan angin. Dadaku berdesir, badanku mulai terasa lemas dan tak bertenaga. Bahkan nyeri didadaku perlahan mulai memunculkan rasanya.
"Tolong" dengan lemas aku masih berharap ada yang mendengar suaraku. Mataku mulai mengerjap ngerjap, aku seperti melayang. Dalam hati aku berdoa, jika memang ini sudah menjadi takdirku aku ikhlas. Perlahan aku mulai menutup mata, dan kemudian semuanya menggelap. Aku tidak sadarkan diri, lagi..
...****************...
Siang itu penghuni gedung kantor terlihat kalang kabut karena mendapatkan giliran pemadaman listrik. Seharusnya hal ini tidak begitu mudah terjadi karena gedung tersebut menggunakan panel listrik dan genset sebagai cadangan. Tapi entah kenapa secara kebetulan mereka tidak bisa digunakan.
Ratna yang panik sedari tadi menunggu sahabatnya kembali dari toilet pasalnya sudah hampir setengah jam Anessa meninggalkannya. Lalu ia mengambil ponsel dan berusaha menelepon Anessa namun perempuan itu tidak membawa ponselnya. Dengan gusar Ratna mengakhiri panggilan tersebut dan berlari keluar mencari sahabatnya. Ia khawatir jika terjadi sesuatu.
Ia berlarian panik menuju kantin, fikirnya barangkali Anessa sudah terlebih dahulu disana. Ratna menelusur penjuru ruangan kantin namun tidak ada satupun yang menunjukkan tanda-tanda keberadaan Anessa. Ratna semakin panik. Hal itu tidak luput dari penglihatan Ethan yang sedari tadi berada di pojok kantin bersama Roni. Ratna pun tersadar dan segera menyusul Anessa ke toilet. Sesampainya didepan pintu tersebut Ratna menerobos dan membuka bilik bilik dengan kasar, namun tak satupun dari bilik itu menunjukkan tanda tanda jika Anessa ada disana.
"Ada apa?" tanya Ethan yang sudah berada didepan pintu toilet.
"Anessa, tidak ada. Ia tadi bilang kepadaku jika akan ke toilet tapi sudah hampir setengah jam ia tidak kembali" jawab Ratna dengan tubuh mulai bergetar. Ethan yang mendengar hal tersebut juga ikut panik dan mencoba mencari keberadaan Anessa, kemudian kedua orang tersebut menatap pintu toilet yang ada disebelahnya. Betul, ia belum memeriksanya kesana. Namun pintu itu bertuliskan jika toilet dalam kondisi rusak.
Ethan yang sudah kepalang panik lalu menerobos pintu itu, matanya menyusuri bilik bilik toilet yang terbuka. Karena minimnya cahaya, ia menghampiri pintu paling pojok yang masih tertutup diantara bilik bilik yang sudah terbuka.
Ia mendobrak dengan keras pintu tersebut, setelah terbuka ia mendapati Anessa yang sudah tak sadarkan diri diatas closet duduk. Ratna yang sedari tadi berada dibelakang Ethan dengan sepontan berteriak ketika mendapati sahabatnya yang sudah tidak sadarkan diri.
"Aku mohon bertahanlah sweet cake" dengan panik Ethan memeriksa denyut nadi perempuan itu. Lalu ia menggendong Anessa keluar dari toilet tersebut.
"Rat, hubungi ambulan sekarang!" perintah Ethan dengan raut wajah memerah.
Ratna yang diperintah hanya mengangguk cepat dan mulai menghubungi nomor ambulan yang ada di ponselnya.
Tak lama setelah ambulan datang, Ethan membopong tubuh Anessa dan menerobos karyawan yang berkerumun mengelilingi mereka karena penasaran.
Para karyawan begitu terheran heran ketika melihat bos nya yang turut andil langsung demi keselamatan Anessa dan begitu perhatian. Tidak lama setelah itu, lampu pun mulai menyala kembali.
Ratna yang menyadari hal itu kemudian menegur para karyawan agar mereka berhenti memperhatikan bos nya dan kembali bekerja. Karena hari ini begitu banyak gosip yang berhembus antara bos dan karyawan, apalagi setelah kejadian barusan. Ratna semakin tidak tahu harus berbuat apa agar temannya tidak menjadi bulan bulanan karyawan disana.
...****************...
Ethan yang begitu panik terus menggenggam tangan Anessa dengan erat, ia takut jika harus ditinggal lagi oleh Isterinya. Laki laki itu terlihat mondar mandir dikoridor rumah sakit setibanya mereka pada ruang perawatan. Berkali kali Ethan duduk kemudian bangkit, begitupun seterusnya. Tak lama setelah itu dokter keluar dengan tatapan prihatin.
"Seharusnya ibu memulai perawatan di Singapura pak. Mengapa tidak kunjung menandatangi prosedur" ujar dokter tersebut.
"Ini kemauan isteri saya dok, untuk saat ini ia tidak siap jika harus berjauhan dengan Keeynan"
"Ini sudah tidak bisa ditunda lagi Pak. Besok, rumah sakit akan mengirimnya ke Singapura tidak ada toleransi lagi. Mohon pengertiannya" kemudian dokter tersebut meninggalkan Ethan yang terduduk lesu pada kursi pengunjung.
Ethan memasuki ruangan nuansa putih tersebut dengan perasaan yang berkecamuk. Disisi lain ia ingin wanita-nya sembuh, namun disisi lain ia juga takut jika wanita itu pergi meninggalkannya. Ia menatap tubuh Anessa yang sudah terpasang selang oksigen dan selang didadanya. Ethan tidak tega melihat tubuh isterinya yang seperti ini. Air matanya menetes, sambil menggenggam tangan Anessa ia mulai berdoa. Ia berjanji akan memuliakan isterinya.
"Sweet cake, aku berjanji tidak akan mengecewakanmu lagi" lalu ia menangis tersedu.
Ratna dan Roni yang menyaksikan didepan pintu ruang rawat tersebut hanya bisa menatap sedih dua sosok yang ada didalam sana. Terlebih pada Ratna, ia begitu patah hati ketika mendapati tubuh sahabat yang disayanginya terbujur tak berdaya.
Ratna yang merasa janggal atas kejadian sahabatnya berbisik pada Roni.
...****************...
penulisannya bagus..
/Smile//Smile/