Lusiana Atmaja adalah seorang wanita keturunan konglomerat. Hanya saja karena satu kesalahan dia menikah dengan keluarga biasa dan menjadi pelayan keluarga suaminya.
Pernikahannya dengan orang biasa itu membuat keluarganya marah besar dan mengusirnya. Dia hidup dengan keluarga suaminya yang datang sebagai penolong.
"Lusiana, kau tak perlu cemas. Aku akan membahagiakanmu dan anak kita." Sayangnya ucapan Haris itu hanya pemanis di awal kisah rumah tangga mereka.
Lusiana harus hidup menderita dengan ibu mertua, adik ipar dan suaminya yang mulai tidak setia. Satu-satunya penyemangat hidupnya adalah Raymond Bobby Atmaja, putra kesayangannya.
Tapi sayang putranya itu mengidap penyakit mematikan yang dapat merenggut nyawanya kapan saja.
"Mama, saat aku dewasa kelak, aku pasti akan membuat mama bahagia. Aku juga akan melindungi mama," ucap pria manis kecil itu dengan wajah pucat diiringi oleh tangisan Lusiana disisinya.
Penasaran kisah selanjutnya?
Baca aja! Komen,vote,dan like juga
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Indirani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
"Kalian ada dimana?" Pesan itu terkirim dan langsung diterima oleh Lusiana. Dia pun segera membalas pesan dari Dallen tersebut serta mencantumkan no kamar perawatan.
"Datang ke VIP III di lantai 4." Setelah pesan itu terkirim 5 menit kemudian Dallen masuk ke dalam ruangan dengan membawa makanan, cemilan, buah, dan minuman.
"Apa yang kau bawa ini? Kenapa repot-repot?" Lusiana kemudian mengucapkan terima kasih karena telah membelikan dia makanan. Apalagi hari itu telah sore. Saat makan siang tadi pun Lusiana hanya sempat makan sedikit.
Dokter Arya masuk ke dalam kamar perawatan Raymond. Dia merasa kehadiran seorang pria di sana agak sedikit mengganggu. Di tangannya ada kotak makanan dan itu diserahkan pada Lusiana.
"Ini! Kau pesan makanan tadi, kau tidak lupa kan?" Dallen bolak-balik melihat antara dokter Arya dan Dallen.
Lusiana pun menceritakan bahwa dalam 3 tahun terakhir dia jadi dekat dan berteman dengan dokter Aryasetya karna dia adalah dokter jantung yang menangani Raymond sehingga mereka tidak bicara formal jika hanya ada mereka berdua.
Saat Lusiana mengeluarkan uang untuk membayar makanan yang telah dibeli Arya, dokter itu bicara dengan nada sedikit marah. "Tidak perlu dibayar. Apa kau tidak menganggap aku ini teman?" Lusiana menyimpan kembali uang recehan 100 ribu itu dalam kantongnya.
Setelah memeriksa keadaan Raymond, dokter Arya pun segera keluar dari ruangan karena dia harus memeriksa pasien yang lain.
"Wah, dokter ganteng itu juga boleh, Lusiana. Kalau mau selingkuh juga tidak apa-apa kan?" Dallen berusaha mencairkan suasana agar Lusiana tidak larut dalam kesedihan melihat keadaan Raymond.
"Sembarangan! Mana mau dia sama aku yang sudah punya anak. Lagian aku juga tidak doyan selingkuh. Kau saja yang bersama dokter itu, bagaimana?" goda balik Lusiana pada Dallen.
Pria muda itu badannya langsung gemetar. Lusiana bisa melihat bulu-bulu di tangannya berdiri karena merinding.
"Kau kenapa begitu takut dengan hal seperti itu? Sepertinya aku juga ingat kau sangat takut bertemu Xavier karena dia pernah memanggil pria panggilan ke ruangannya."
"Jadi, apakah ada cerita yang aku lewatkan?" Lusiana mendekati Dallen untuk mendengarkan ceritanya. Kedekatan mereka berdua dilihat oleh Dokter Arya yang mungkin salah paham atas hubungan antara Dallen dan Lusiana.
Dia melihat dari pintu kaca yang menembus ruangan tersebut dan melihat Lusiana cukup antusias saat mendengar cerita Dallen.
Dokter Arya mengurungkan niatnya untuk bertemu dengan Lusiana, karena jangan sekali dokter melihat Lusiana yang agak ceria. Mungkin membiarkan mereka bersama adalah keputusan yang tepat. Itu yang dokter Arya pikirkan.
Padahal dia tidak mengetahui apa yang Dallen bicarakan dengan Lusiana. Mungkin kalau dia ikut mendengarkan maka pandangannya pada Dallen akan berubah.
"Kau tahu seorang pria suka denganku, dia itu teman satu jurusan di kampus kita. Kau tau Alvero Sebastian?"
"Hah? Alvero Sebastian? Bukankah dia pria anak konglomerat yang punya 170 pabrik itu?", terka Lusiana dengan antusias.
"Tepat! Kau benar Itu Dia. Kau tidak tahu dia selalu ingin menempel denganku. Aku mengira dia suka padamu karena terus menerus mendekatimu. Tapi ternyata dia menyatakan perasaannya padaku," ungkap Dallen dengan segala ekspresi yang dia tunjukkan. Hal itu juga membuat Lusiana lupa sedikit dengan kesedihannya.
"Oh, jadi itu sebab utamanya kau menolak dijodohkan dengan wanita bernama Jenny itu?" tanya Lusiana dengan senyum penuh arti. Dia menaik-naikkan alisnya.
Dallen salah tingkah dan sedikit panik. "I-itu ti-tidak mungkin. Bagaimana aku bisa suka dengan laki-laki? Aku ini seorang pria tulen. Lebih baik aku menikah denganmu dari pada bersama si Alvero itu."
"Kau yakin?" tanya Lusiana sembari mendekatkan kepalanya ke wajah Alvero.
"Kalau begitu apa kau bisa mencium pipiku?" tanya Lusiana mengancam Dallen. Dia menyodorkan pipi kirinya untuk Dallen cium.
Sejenak Dallen ragu tapi untuk membuktikan bahwa dia adalah pria tulen. Sedikit demi sedikit bibirnya mulai mendekati pipi Lusiana.
"Ehem." Suara deheman membuat Dallen salah tingkah. Ternyata dia adalah dokter Arya. Dallen malu pada dokter dan dia segera keluar dari ruangan dengan wajah merah padam.
"Kalau mau bermesraan ingat waktu dan tempat. Ini rumah sakit, apa lagi anakmu masih belum sadar," ketus Dokter Arya pada Lusiana.
Dia awalnya yang ingin menjelaskan kesalahpahamannya tadi, langsung menatap sendu Raymond yang masih terbaring.
"Maaf kan mama ya nak, seharusnya mama lebih memperhatikanmu lagi," Lusiana menggenggam tangan anaknya dan dia terlihat sedih.
Dokter Arya membawa tiga gelas cangkir kopi untuk dia, Dallen dan Lusiana.
Rasa bersalah muncul di hati dokter Arya karena harus melihat Lusiana bersedih kembali.
"Ini minum dulu." Dokter Arya meletakkan dua cangkir kopi itu di atas meja dan memegang salah satunya untuk diminum.
"Tapi dokter salah paham tadi, aku hanya menggoda Dallen. Dia sudah punya pacar." Lusiana pun menjelaskan pada dokter agar pria itu tidak berpikir bahwa Lusiana adalah wanita yang tidak tahu malu.
"Aku juga minta maaf jika aku menyinggungmu," ucap dokter Arya. Tiba-tiba kepala Dallen muncul dari balik pintu.
"Apakah itu kopi untukku?" tanya Dallen dalam posisi hanya kepalanya yang muncul di ruangan.
"Iya ini kopi untukmu. Cepat masuk kemari dan minum!" perintah dokter Arya pada Dallen yang langsung menyerobot masuk dan meminum kopi itu.
Tiba-tiba ponsel Dallen berdering. Mereka berdua tanpa sengaja melihat nama Alvero Sebastian yang dia sebutkan tadi. Dia segera mengangkat telepon itu dan suara berat yang berada di ujung sana terdengar.
"Kau dimana?"
"Bukan urusanmu," jawab Dallen.
"Kau menghilang berhari-hari. Kirimkan aku lokasinya sekarang!" perintah suara di seberang.
"Tidak mau!!!"
Tit!
Dallen langsung mematikan ponselnya dan tak membiarkan Alvero untuk menghubunginya.
Beberapa saat mereka duduk Dallen yang terlihat gelisah masuk ke pandangan Lusiana dan dokter Arya.
"Kau berteman dengan Alvero kan? Walau dia mengucapkan rasa suka bukan berarti itu rasa suka yang timbul pada pria untuk wanita, mungkin itu adalah rasa suka karena dia bisa berteman denganmu."
"Selama ini kan dia orang yang pendiam dan hanya denganmu saja bisa berteman. Apa kau masih akan mengabaikannya?" tanya Lusiana dengan serius.
"Tapi aku disini ingin menemanimu, Lusiana. Kau kan juga sahabatku," terang Dallen.
"Aku sudah ditemani dokter Arya. Kau cepatlah pergi temui dia. Mungkin dia membutuhkan sesuatu."
Awalnya Dallen agak ragu tapi dia memutuskan untuk pergi. Tepat setelah lima menit kepergian Dallen, Raymond membuka matanya dan melihat sekeliling.
"Mama?" Lusiana dan dokter Arya yang sedang membicarakan Raymond langsung bergegas mendekati bocah kecil itu.
Dokter Arya memastikan keadaan Raymond dengan stetoskop nya sementara Lusiana menangis haru saat bocah kecilnya sudah sadar.
Dengan tangan yang tidak ada infus, Raymond menghapus air mata Lusiana. "Aku selalu membuat mama bersedih, maafkan Raymond, Ma."
Lusiana menggeleng dengan keras. "Tidak, Nak. Mama bukan menangis karena sedih, tapi mama bahagia karena Raymond sudah sadar,"ungkap Lusiana sembari membelai lembut pipi Raymond
Kruyuk!
Perut Raymond berbunyi dan Lusiana tertawa karenanya. "Ma, Raymond lapar." Setelah mendapat persetujuan dokter Arya, Lusiana mengambil bubur yang telah ia beli dan menyiapkan sedikit demi sedikit pada Raymond yang kelaparan.
giliran upload cuma 1 😌 kan penasaran lanjutan nya
🥰