NovelToon NovelToon
Unconditional Love (Ben And Jeslin)

Unconditional Love (Ben And Jeslin)

Status: sedang berlangsung
Genre:Playboy / Selingkuh / Cerai / Pelakor
Popularitas:14.6k
Nilai: 5
Nama Author: Osi Oktariska

Adrian tiba tiba ketahuan menjalin hubungan dengan Astrid, sahabat Jeslin sendiri. Hal ini membuat hubungan ketiganya rusak. Sehingga membuat Jeslin terpaksa pergi dari Ibukota. Namun, sebelum itu terjadi, Jeslin sempat dekat dengan Ben, Sahabat adiknya sendiri. Tapi hubungan mereka masih menggantung.

Jeslin pergi ke Bali, di mana kakek dan neneknya tinggal. Namun dia tidak menyangka kalau di sana dia akan bertemu lagi dengan Ben. Kisah cinta mereka yang dulu belum berlanjut membuat keduanya makin dekat. Sayangnya, Jeslin baru tahu kalau Ben sudah punya tunangan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Osi Oktariska, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

22 menjenguk Jeslin

Sarapan berlangsung pukul 06.30. Hal ini sudah menjadi tradisi turun temurun dalam keluarga Hadi Pranowo sekalipun di meja makan hanya ada mereka berdua. Hadi dan Linda.

"Maaf, Tuan, Nyonya. Eum, Mas Ben semalam pulang."

"Ben? Tumben? Lalu ke mana dia, Bi?" tanya Linda sedikit terkejut.

"Sepertinya masih di kamarnya. Apa mau saya panggilkan?"

"Biar saja, Bi. Mungkin masih ngantuk. Nggak usah," tukas Hadi sambil menikmati sarapan nya sembari membaca berita pagi di surat kabar online.

"Memangnya Ben pulang jam berapa, Bi? Kenapa saya nggak dibangunkan?"

"Tengah malam, Nyonya. Kata Mas Ben, nggak usah dibangunkan. Kasihan Tuan dan Nyonya sudah tidur."

"Pa? Tumben, ya?" tanya Linda pada sang suami.

"Mungkin kangen rumah. Kalau bisa kamu jangan berangkat terlalu pagi, temani dulu Ben di rumah," kata Hadi lalu menghubungi seseorang.

"Ria? Meeting pagi saya tolong digeser, ya. Saya berangkat agak siangan."

"Oh, baik, Pak."

Linda melirik sang suami dengan tatapan heran, tapi tak lama dia tersenyum. Linda paham kenapa Hadi menggeser meeting nya, tentu karena ada Ben di rumah. Sekali pun satu kantor, tapi mereka berdua jarang bertemu saat jam kerja. Akhirnya Linda pun juga menunda pekerjaan paginya karena ada putranya di rumah.

Tak lama orang yang sedang mereka bicarakan pun datang. Dia sudah rapi dengan memakai setelah jas yang masih ada di lemari pakaiannya.

"Pagi," sapa Ben pada kedua orang tuanya. Dia lantas segera duduk di kursi dekat Papanya.

"Pagi, Sayang. Gimana kabar kamu? Lama banget nggak pulang?" tanya Sang Ibunda.

"Iya, Ma. Aku sibuk akhir akhir ini." Ben meneguk susu hangat yang baru saja dituangkan oleh Mama nya.

"Kemarin proyek sama perusahaan Pak Faizal sudah kamu menangkan, Ben? Kelanjutannya bagaimana?"

"Iya, Pa. Nanti kita mau buka lagi proyek di luar kota. Tahap persiapannya udah 80% sih. Mungkin bulan depan berjalan 100%."

"Baguslah kalau begitu. Sarapan dulu, nanti berangkat bareng Papa."

"Oke."

Menu sarapan kali ini bertema kontinental breakfast. Yaitu salah satu gaya sarapan ala barat yang praktis penyajiannya. Gaya sarapan yang satu ini sangat populer di kawasan Prancis dan di Italia bagian selatan atau Mediterania. Menu makanan dalam continental breakfast ini terkenal simpel dan nggak terlalu berat, tapi cukup bikin kenyang sampai siang.

Isi menunya meliputi croissant, dengan krim, serta potongan buah kiwi, susu hangat. Tetapi Ben yang biasa menambah protein meminta omelet dan daging asap sebagai tambahan kalori nya.

"Oh ya, Pa. Perusahaan kita apa kerja sama, sama PT Sentosa tbk?"

"Sentosa tbk? Eum, oh iya, Pak Yodhi, kan?"

"Mungkin," jawab Ben, santai sambil menikmati sarapan nya.

"Kenapa memangnya?"

"Eum, boleh nggak, Ben yang handel proyek itu?"

"Sebentar. Sepertinya kemarin kamu yang seharusnya mengurus kerja sama itu, tapi kamu abaikan."

"Kasih Ben sekarang, ya. Biar Ben yang urus."

"Tumben. Kenapa?"

"Harus Ben jelasin, Pa?"

"Enggak juga, Ben. Tapi perusahaan itu baru dan menurut Papa kurang untuk prospek ke depannya. Papa bertahan sama Pak Yodi karena teman Papa sekolah dulu. Kasihan."

"Ben ada urusan sama Pak Yodi. Kali ini Ben butuh bantuan Papa sih."

"Bantuan seperti apa?"

Akhirnya Ben menceritakan semua masalah itu dari awal. Semua yang terjadi pada Jeslin, Apa yang dilakukan Ian, siapa Ian, dan rencana Ben yang sudah ia susun sedemikian rupa.

Hadi diam, sambil berpikir. Ia menghilangkan kedua tangan ke depan dada sambil menatap meja makan di hadapannya.

"Ya sudah. Kamu atur saja, Ben. Lakukan apa yang menurut kamu baik. Papa serahkan sama kamu semuanya."

Ben tersenyum mendengar tanggapan Papanya. Akhirnya selangkah lagi dia bisa membalas Ian dan yakin akan berhasil membuat Ian jera.

______

Sampai kantor, Ben dan Papanya berjalan berdampingan. Sebuah kejadian yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Semua orang yang ada di lobi memperhatikan pasangan ayah dan anak itu. Semua orang tau, kalau Hadi dan Ben bukan termasuk ayah dan anak yang akur, bahkan beberapa kali terjadi perdebatan di antara mereka di kantor.

Tapi pagi ini, mereka berdua justru datang bersama sama. Bahkan tampak akrab dengan berbincang ringan selama masuk ke lobi menuju ke lift.

Di depan lift, sudah ada beberapa karyawan yang sedang menunggu untuk dibawa naik ke atas. Mereka lantas menyingkir begitu sang pemilik perusahaan mendekat. Beberapa menyapa Hadi juga Ben dengan kalimat basa basi. Hadi menanggapi dengan ramah dan sopan. Ben sampai tidak menyangka jika ayahnya bisa bersikap lunak pada orang lain sekarang. Biasanya, Hadi yang ia kenal bukan tipe pria yang mudah tersenyum, apalagi pada bawahannya. Tapi kali ini, pemandangan yang terlihat justru lain.

"Ben duluan, Pa."

"Oke. Hati hati. Kalau bisa nanti makan siang bareng, Ben. Kita makan di restoran langganan."

"Oke, Bos."

Pintu lift terbuka dan mengantarkan Ben menuju ruangan nya. Dia berjalan mantap ke ruangan dan menyuruh Siska untuk mengatur meeting dengan perusahaan milik Ayahnya Ian.

_____

Ian, kembali menjadi pasien di Rumah Sakit Pusat Pertamina. Sepertinya Ian bisa menjadi pasien langganan di sana mengingat karakternya yang suka mencari masalah.

Kali ini luka yang diderita Ian cukup parah. Seluruh wajahnya bahkan dibalut oleh perban. Tangan kakinya terluka bahkan salah satu kakinya di gips. Lidya dengan setia menemani Ian sejak pertama kali dirawat. Untungnya Ian sudah sadar, dia tidak koma atau pun mengalami hilang kesadaran. Justru Ian terus menerus mengomel pada Lidya, karena kondisinya seperti sekarang. Lidya menjadi korban bentakan Ian. Sampai sampai gadis itu meneteskan air mata.

"Sabar dulu ya, Sayang. Nanti juga sembuh," kata Lidya berusaha bersabar menghadapi sikap Ian.

"Sabar? Kamu pikir nggak sakit, Hah?! Coba kalau kamu yang diposisi ku! Mau ngerasain? Sini!" kata Ian sambil melayangkan tangan seperti hendak memukul Lidya.

Lidya segera mundur sambil berusaha menutupi wajahnya karena takut terkena pukulan kekasihnya. Ian kembali menjerit histeris. Dia kesal karena merasakan sakit di sekujur tubuhnya oleh Ben.

"Sebenarnya apa yang sudah kamu lakukan ke laki laki tadi, Yang? Kenapa dia bisa semarah itu ke kamu? Pasti ada alasannya, Yang?" tanya Lidya yang mulai penasaran pada apa yang terjadi pada Ian.

"Nggak ada! Dia aja yang sentimen ke aku. Dia cemburu, karena cewek yang dia suka, justru suka sama aku. Padahal aku juga nggak mau sama cewek itu."

"Cewek yang mana?" tanya Lidya menyelidik.

"Kamu nggak kenal?"

"Siapa, Yang?"

Ian tampak gugup saat ditanya begitu. Dia melirik Lidya tidak nyaman.

"Yang? Siapa namanya?"

"Hm, Jeslin."

"Jeslin? Anak mana?"

"Aku nggak tau."

"Beneran? Loh kamu kenal di mana?"

"Dia saudara mantan aku, Susan. Dia suka sama aku, sering kirim pesan ke aku, makanya dulu aku putus sama Susan."

"Kayak apa sih dia? Coba aku cari tau."

Lidya dengan semangat meraih ponselnya dan mencari tau tentang Jeslin lewat media sosial. Tidak dapat dipungkiri, kemampuan mencari jejak digital kaum hawa memang luar biasa hebat. Lidya hanya perlu mencari akun dari Susan, dan kemudian mencari nama Jeslin. Untungnya nama Jeslin hanya ada satu, jadi dia dengan mudah menemukan Jeslin yang dimaksud Ian.

"Ini?" tanya Lidya menunjukkan foto Jeslin. Ian melotot dan menelan ludah, lalu mengangguk. "Cantik. Kenapa kamu nggak mau?"

"Kan, aku nggak cuma cari cewek yang cantik aja, Yang."

"Yakin? Kalau dia ngejar kamu selama ini? Kok kelihatannya dia bukan kayak cewek yang begitu?"

"Kenapa sih? Kamu banyak tanya? Kalau nggak percaya, ya udah! Bawel banget jadi cewek! Heran gue!" Ian menggeram menahan sakit.

Beberapa perawat masuk karena mendengar keributan di kamar Ian. Mereka pun mencoba menenangkan Ian yang terus berontak, sehingga selang infusnya bergeser.

Lidya yang mulai cemas akhirnya keluar dari ruangan Ian. Dia merasa Ian gampang marah setelah kejadian yang telah membuat wajahnya babak belur. Dia pun kesal, dan memutuskan untuk pergi dari rumah sakit dan pulang.

______

Sepulang dari kantor, Ben tidak langsung kembali ke rumahnya. Dia hendak menjenguk Jeslin, apa lagi menurut kabar dari Astrid, Jeslin sudah siuman dan kondisinya sudah mulai normal. Daniel sudah lebih dulu datang ke ruangan Jeslin. Dia sangat mencemaskan sang kakak yang sedang mengalami banyak masalah. Daniel hanya membawa buah buahan segar sebagai buah tangan untuk Jeslin. Begitu masuk ke ruangan, dia terus melebarkan senyum. Jeslin sedang duduk di atas ranjang pasien bersama Astrid yang selalu menemaninya sejak kemarin.

"Lah, nggak bawa makanan lu, Ben? Gue lapar! Wa gue nggak lo baca?" tanya Astrid begitu melihat Ben datang tanpa membawa makanan untuknya.

"Eh, WA apa? Gue nggak baca. Astaga, sorry. Lo lapar? Pesan makan aja gimana? Gue bayarin deh," kata Daniel sambil memberikan ponselnya agar Astrid memesan makanan daring lewat telepon genggamnya.

"Ye, kalau gitu mendingan dari tadi aja gue pesan. Huh," cetus Astrid agak kesal.

"Ya maaf, Trid. Gue tadi buru buru, nggak sempat nengok hape lagi."

"Iya. Gue pesan dulu. Eh, Lin kamu mau apa?"

"Hust! Emangnya boleh Jeslin makan, makanan di luar rumah sakit?"

"Boleh! Nggak usah bawel lo. Daripada dia nggak makan! Lihat tuh, makanan dari tadi dianggurin mulu," tunjuk Astrid ke nampan berisi makanan untuk pasien yang tidak sedikit pun disentuh oleh Astrid. Padahal tempat makanan itu akan diambil beberapa menit lagi.

"Kenapa nggak makan, Kak? Nanti kan harus minum obat, jadi harus makan."

"Nggak enak makan, Nil."

"Ayo dong, Kak. Aku suapin, ya," bujuk Daniel sambil mengambil piring yang berisi lauk seadanya. Jeslin menggeleng sambil mendorong pelan piring di tangan Daniel.

"Percuma. Gue udah kayak gitu hampir 20x. Makanya mending pesen nasi padang aja! Lin, nasi padang?" tanya Astrid dan berhasil membuat Jeslin tersenyum.

"Oke, pakai rendang, ya. Sama es jeruk."

"Beres."

"Lah, kok nasi padang? Beneran makan itu. Jangan ih, Kak. Kata dokter gimana?" tanya Daniel dengan cemas saat mengetahui pasien di rumah sakit justru memesan nasi padang jalur daring bersama sang tukang kompor, Astrid.

"Daripada dia nggak makan! Udah kasih aja nasi padang. Pasti Jeslin makan!"

"Ya jangan nasi padang juga, Trid. Nggak ada menu lain apa?"

"Terus apa, Nil? Nasi goreng? Nasi kuning? Apa apa!"

Dalam sesi perdebatan antara Daniel dan Astrid, pintu dibuka pelan. Muncul sebuah buket bunga mawar diikuti pembawa bunga itu di belakangnya. Yah, itu Ben. Dia datang mengunjungi Jeslin dengan membawa bunga mawar putih, dan juga satu paket pizza dengan tripple boks.

"Wah, udah kumpul aja nih?" sapa Ben pada semua orang.

"Nah! Ini nih! Cowok pengertian! Dia bawa makanan buat ceweknya yang sakit. Sini, Ben, sini. Gue bawain pizza nya. Lo tau aja Jeslin belum makan?" tanya Astrid dengan antusias membawakan makanan tersebut.

"Belum makan? Kenapa?" tanya Ben sambil menatap piring yang masih utuh tersebut. Semua orang tau makanan rumah sakit memang tidak lezat, bahkan terkadang tanpa rasa. Tapi bukan itu alasan Jeslin belum mau makan, melainkan alasan lain. Dia tidak selera menyantap apa pun sekarang.

"Biasa. Nggak enak," sahut Astrid karena Jeslin diam terus saat ditanya.

Ben mendekat dan meletakkan buket bunga mawar putih itu ke meja samping Jeslin. Gadis itu hanya melirik sekilas tanpa terlihat antusias pada benda yang dibawa Ben.

Ben lantas membuka jas nya. Ia duduk di tepi ranjang Jeslin. Menatap wajah gadis itu dengan tatapan dalam. "Gimana? Udah enakan?" tanya Ben.

"Huum. Udah nggak apa apa kok. Aku baik baik aja. Astrid tuh, yang nggak bolehin aku pulang. " Protes Jeslin sambil merengek ke Ben.

Pemuda itu tersenyum tipis sambil melirik ke Astrid yang tidak memedulikan kata kata Jeslin, malah semangat membuka kotak pizza yang baru saja Ben beli tadi.

"Eum, tunggu sampai besok, ya. Kalau kondisi kamu bener bener udah pulih, baru pulang."

"Tapi bosen di sini. Nggak enak. Aku pengen tidur di kamar ku sendiri."

"Iya, aku tau. Semalam lagi, ya. Aku janji, besok kamu udah bisa pulang. Kalau sekarang kan belum bisa. Karena kamu baru siuman tadi. Dokter perlu memeriksa kondisi kamu dulu. Jadi ... Sekarang yang perlu kamu lakukan, adalah makan yang banyak, terus minum obat, vitamin juga, biar kamu besok fit dan nggak dipersulit lagi untuk pulang. Gimana?"

Jeslin melirik ke nampan makanan miliknya. Ia menarik nafas panjang dan mengangguk dengan berat.

"Aku suapin. Sebentar." Ben akhirnya mengambilkan makana untuk Jeslin dan pelan-pelan menyuapkan nasi ke mulut gadis itu.

Jeslin akhirnya mau makan. Walau Ben harus terus memberikan dukungan berupa kalimat motivasi untuk gadis itu. Sampai akhirnya makanan Jeslin pun habis.

"Akhirnya ... Habis. Eh, mau nyobain pizza? Atau lasagna, chicken popcorn, garlic bread, atau pizza? Mau yang mana?" Ben menatap Jeslin dengan jarak wajah yang cukup dekat. Jeslin tersenyum dan mengangguk. "Garlic bread, please," pinta Jeslin agak manja.

"Oke, siap."

Mereka makan bersama sama, lalu pintu kembali dibuka, dan kali ini muncul Panji yang tampak tergesa gesa dengan wajah berbinar. 

"Gaes! Berhasil!" katanya begitu datang dan segera duduk di sofa, sambil mencomot satu potong pizza.

"Ini lagi, datang datang main comot aja!" kata Daniel sambil memukul lengan Panji.

"Laper gue, Nil."

"Apanya yang berhasil?" tanya Astrid penasaran.

"Videonya udah hilang dari peredaran! Dipastikan nggak ada lagi yang muncul. Untungnya baru sehari, eh nggak sampai sehari, kan? Cuma beberapa jam sejak video itu diunggah. Nah, untung aja belum 24 jam! Jadi semua beres, gaeees!" seru Panji dengan penuh semangat.

"Video?" tanya Jeslin sambil menatap Ben yang masih duduk di dekatnya.

"Iya, video yang kemarin. Udah dihapus temen Panji. Coba aku cek, bener nggak." Ben segera mengambil ponselnya dan mencari video tersebut yang sebelumnya masih bisa dia akses. Ternyata memang benar, video itu sudah tidak ada. Justru video lain yang kini menjadi viral, tentunya video dengan tema yang sama tapi berbeda tokohnya saja. Orang orang mulai melupakan video Jeslin, walau mungkin tidak semua.

"Tapi ... Temen temen kantor ...."

Ben yang mendengar kalimat Jeslin kembali berpikir. Ia lantas meraih tangan gadis itu dan menggenggamnya erat. "Kamu jangan khawatir. Nanti kita selesaikan satu persatu masalah ini, ya. Aku yakin nantinya semua itu akan hilang dengan sendirinya. Dan juga Ian akan mendapat ganjaran yang setimpal."

"Kemarin ... Kamu apakan Ian, Ben?"

"Nggak aku apa apa kan kok."

"Bohong. Wajah kamu itu justru menyimpan rahasia besar. Kamu pukul dia lagi?" tanya Jeslin yang membuat Ben akhirnya mengaku.

"Aku pukul dia. Pasti aku bakal pukul dia, Jes. Apalagi setelah apa yang dia lakukan kemarin, bikin kamu sampai begini, mana ada orang yang bakal diam aja. Bahkan Daniel juga pasti akan melakukan hal yang sama. Sayangnya kemarin Ian udah babak belur, kalau nggak, adikmu juga pasti bakal melakukan hal yang sama."

"Apa nggak apa apa? Aku pikir tindakan Ian kemarin dengan menyebarkan video itu adalah bentuk aksi balas dendamnya. Aku yakin dia nggak terima atas perlakuan kamu sebelumnya, dan dia tau kalau kita dekat. Aku paham gimana Ian, Ben. Aku sering dengar cerita tentang Ian dari Susan dulu."

"Awalnya aku khawatir, dan berpikiran sama kayak kamu. Tapi sekarang aku udah punya kartu As Ian. Aku jamin dia nggak akan bisa berani berkutik lagi. Percaya sama aku, ya."

"Hm, ya udah. Semoga ke depannya nggak akan ada lagi masalah lain."

"Iya, Jes. Kamu jangan khawatir."

1
kalea rizuky
lanjut donk
kalea rizuky
Astrid bner bner jalang pcr sahabat di embat
kalea rizuky
Astrid bner bner jalang
Asmaiyyah AjjhLah
semangat kak
Asmaiyyah AjjhLah
ceritanya lompat ini gimana kak, kadi gak nyambung🥲
SnowySecret
lanjut Thor seru dan bagus ceritanya SEMANGAT AUTHOR
ruby sunn
akhirnya up juga sekian lama perjuangan ku menunggu .hehehe lanjut ! cemangat
estycatwoman
good job jes 👍
Wajah Boneka
Malesnya aku jadi senyum-senyum sendiri baca ceritanya thor.. daku tunggu nextnya
SoftMambo
Yo ayo thor! aku selalu mendukungmu dalam doa hehehe
skyeandstaghorn
jangan gantung Thorr Cepetan Up ya Thorr Semangat
Prasetya Wibowo
Next thor💕
estycatwoman
ditggu updteya ka makasih 🙏
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!