Novel ini udah revisinya kalau masih ada kesalahan kata harap maklum🤗
Bismillahirohmanirohim.
Jihan gadis yang sudah dikhianati oleh sahabat sekaligus orang yang sangat dia cintai di hari-hari yang masih berduka di keluarganya.
Bahkan setelah pernikahan sahabat dan mantanya, Jihan sering mendapatkan sindiran dari orang-orang sekitar.
Sampai dia memutuskan pergi dari kampungnya untuk mecari kerja di kota.
Siapa sangka dia akan bertemu dengan seorang anak perempuan jenius yang akan dia asuh.
penasaran sama ceritanya yuk kepoin kisah Jihan, hanya di Noveltoon!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ilmara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#Pulang
Bismillahirohmanirohim.
'Apa Jihan takut aku bentak tadi.' Batin Radit sambil melirik Jihan yang duduk disebelah kursi kemudi.
'Apa sih Radit, biarkan saja itu juga salah dia tidak bisa menjaga Nafisa dengan baik.' Ucap Radit pada diri sendiri.
Mereka baru saja pulang membeli es boba, di dalam mobil Radit tak ada sedikitpun pembicaraan diantara keduanya.
Mereka berdua sibuk dengan pikiran masing-masing, Radit yang sibuk dengan pikirnya sendiri. Kalau Jihan dia masih ketakutan pada Radit. Sedari tadi Jihan berulang kali menahan nafasnya, takut Radit kembali memarahi dirinya.
Suasana hening itu dipecahkan oleh deringan dari hp Radit, buru-buru Radit mengangkat telefonnya.
"Halo." Sapa Radit tanpa membaca nama yang tertera.
"Radit!"
"Astagfirullah." Istigfar Radit sambil menjauhkan hp dari telinganya.
Radit bahkan sampai mengelus dadanya sendiri.
Jihan tak berani berkata apa-apa, dia akan tetap diam, selama berada disebelah Radit, Jihan akan jadi patung, dia takut salah jika bergerak sedikit saja, atau mengeluarkan sedikit suara saja.
Setelah merasa sedikit lega Radit kembali menempelkan hp di kupingnya.
"Halo Radit kamu masih bisa dengar aku kan?" tanya orang dari seberang telepon.
"Iya." Jawab Radit singkat
"Radit Kamu kemana saja sih sebenarnya! kamu tau nggak aku dari tadi nelponin kamu, tapi nggak kamu angkat! chat juga nggak dibalas."
"Iya maaf, aku ada di kota B." Jawab Radit tanpan berbohong sama sekali.
"Ngapain kamu kesana?" ternyata yang menelepon Radit, Elsa kekasihnya.
"Nafisa sakit."
"Oh!" jawaban singkat yang keluar dari mulut Elsa membuat Radit tak percaya, hanya oh responnya.
Jihan yang masih dapat mendengar percapakan Radit dan Elsa sampai tidak percaya.
'Ya Allah, pantas saja Nafisa tidak menyukai mbak Elsa sama sekali.' Batin Jihan.
Radit yang tadi terdiam kembali bersuara lagi. "Iya Nafisa sakit."
"Iya aku dengar kok, sudah kamu buka chat dari aku ya, semoga Nafisa cepat sembuh." Jelas sekali Elsa seperti malas mengatakan jika semoga Nafisa cepat sembuh.
Di dalam hatinya Radit semakin ragu saja untuk menjadikan Elsa sebagai istrinya. Jihan masih tetap diam, dia tak berkomentar sedikitpun.
Disebuah hotel.
"Kenapa nggak mati aja sekalian itu bocah! Jadi penghalang gue buat cepat-cepat nikah sama Radit!" kesal Elsa.
Dilangsung meletakkan hpnya disembarang tempat.
"Gimana sayang udah dapat uangnya?" tanya seorang pada Elsa.
"Dapet dari mana? Dia lagi ngurusi anaknya yang sakit!" dengus Elsa.
"Sudah sabar dulu, pasti sebentar lagi dia bakal tf kamu." Ujar orang itu, yang membuat Elsa mengangguk setuju.
Radit sudah sampai di parkir rumah sakit, memang posisi mereka tadi tidak terlalu jauh dari rumah sakit.
"Jihan, tolong kamu bawa ini sebentar." Suruh Radit.
"Baik pak." Jawabnya.
Tanpa membantah lagi Jihan segera membawa semua makan dan minuman yang mereka beli, ternyata mencari boba di kota B, tidak semuda mencari di kota j tempat tinggal keluarga Amran.
Jihan sudah tidak terliaht lagi, sedangkan Radit membuka pesan yang dikirimkan oleh Elsa.
"Transfer lagi, bukannya kemarin aku baru saja mengirim 10 juta kerekening Elsa." Radit menggeleng kepalanya tak habis pikir.
"Ya Allah, sebenarnya buat apa Elsa uang banyak-banyak? 10 juta hanya untuk 1 hari."
Radit segera memasukan kembali ponselnya, dia tak mengirima sepeserpun pada Elsa. Radit pikir uang 10 juta yang diberikan oleh dirinya kemarin masih ada.
Radit segera menyusul Jihan yang sudah lebih dulu menemui mama, anak dan adiknya.
Sampai di depan kamar Nafisa ternyata Jihan baru saja akan masuk ke dalam.
"Jihan tunggu sebentar." Panggil Radit.
Refleks Jihan memberhentikan langkahnya, dia langsung menoleh pada Radit yang menuruhnya berhenti.
"Ada apa pak Radit?" Jihan memberikan diri untuk bertanya.
Radit tidak langsung menjawab pertanyaan Jiban, dia belajan menghampiri Jihan yang masih berdiri di depan pintu. Melihat Radit mendekat Jihan jadi deg, degan, entah deg, degan karena takut pada Radit atau apa Jihan sendiri tidak tau. Kini jarak Jihan dan Radit tidak terlalu jauh, mungkin kali ini jarak Radit dan Jihan sangat dekat.
"Sini biar saya yang bawa." Ujar Radit.
Jihan langsung saja menyodorkan kantong plastik yang berisi petis dan boba itu pada Radit.
Radit langsung masuk ke dalam kamar Nafisa, setelah mendapatkan apa yang dia inginkan, jadilah Jihan dapat mencium aroma parfum Radit.
"Ya Allah, pak Radit wangi sekali." Ucap Jihan tanpa sadar.
"Astagfirullah Jihan! Apa yang kamu lakukan!" runtutanya pada diri sendiri.
"Sadar Jihan, kamu hanya pengasuh Nafisa, tidak lebih."
Jihan langsung masuk.
"Lama sekali beli es bobanya mbak Jihan." Goda Nafisa.
Padahal tadi Radit sudah menjelaskan pada Nafia, jika sulit mencari es boba di daerah tempat mereka berada sekarang. Bukannya menjawab Jihan menatap sengit Nafisa yang membuat anak itu terkekeh geli.
Sekitar jam 5 sore barulah Nafisa sudah diperbolehkan pulang, mereka semua sudah bersiap untuk kembali ke kota Jogja. Nenek Rifa sedari tadi memikirkan suaminya yang sendirian di rumah.
"Ayo Radit, kasihan papa kamu sendiri di rumah."
"Ma, ma, papa udah gede tau." Protes Radit.
"Iya mama tau tapi kasihan tidak ada yang mengurus papamu."
Radit tak lagi menjawab dia mulai melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Saat sedang menyetir Radit, jadi teringat kejadian bersama Jihan tadi saat dia akan mengambil keresek yang Jihan pengang.
Ternyata bukan hanya Jihan saja yang mencium armoa parfum Radit, tapi Radit juga mencium aroma parfum Jihan, wangi sekali itu yang terlintas di kepala Radit saat itu.
"Astagfirullah." Radit segera beristighfar, setelah sadar apa yang sedang dia ingat.
"Ada apa, Radit?" tanya nenek Rifa yang masih bisa mendengar istighfar sang anak.
"Tidak ada apa-apa Ma." Dan nenek Rifa mengangguk mengerti.
Jika kalian ingin tau rasanya saat ini kepala Radit mau pecah, memikirkan Elsa yang terus meminta uang padanya dan juga Jihan yang terus masuk ke dalam otaknya.
'Sepertinya aku sedang sakit, kenapa terus saja memikirkan Jihan!'
Setelah shalat isya mereka baru sampai di kediaman keluarga Amran. Mereka semua melaksanakan shalat magrib dan isya di perjalanan, Radit sempat memberhentikan mobilnya untuk mereka menunaikan ibadah shalat magrib dan isya lebih dulu.
Sampai di rumah ternyata Nafisa sudah tertidur dipangkaun Jihan, sedangkan Ayu baru bangung saat mobil sudah sampai.
Ayu langsung turun begitu saja, tanpa mempedulikan orang lain. Sepanjang Nafisa tidur Jihan terus mengelus pucuk kepala anak itu lembut.
"Ya Allah, sejak kapan Nafisa tidur Jihan?" nenek Rifa menatap tak enak pada Jihan.
"Mungkin sejak 1 jam yang lalu ma, bari aku bawa Nafisa ke kamarnya." Ujar Jihan.
"Tidak usah Jihan, biarkan ayahnya yang membawa Nafisa ke kamar." Jihan mengangguk mengerti.
banyak kata yg typo, banyak kata yg tidak sesuai maksud dan penempatannya...