NovelToon NovelToon
Istri Yang Tak Di Inginkan Pengacara Terkenal

Istri Yang Tak Di Inginkan Pengacara Terkenal

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Cinta pada Pandangan Pertama / KDRT (Kekerasan dalam rumah tangga)
Popularitas:11.1k
Nilai: 5
Nama Author: Putri Sabina

Maya Amelia, seorang mahasiswi hukum Universitas Bangsa Mulya, tak pernah menyangka kalau takdir akan mempertemukannya dengan Adrian Martadinata pengacara muda,tampan,dan terkenal di kalangan sosialita.
Awalnya, Maya hanya mengagumi sosok Adrian dari jauh. Namun, karena sebuah urusan keluarga yang rumit, Adrian terpaksa menikahi Maya gadis magang yang bahkan belum lulus kuliah, dan tak punya apa-apa selain mimpinya.
Setelah Menikah Adrian Tak bisa melupakan Cinta Pertamanya Lily Berliana seorang Gundik kelas atas yang melayani Politisi, CEO, Pejabat, Dokter, Hingga Orang-orang yang punya Kekuasaan Dan Uang. Lily Mendekati Adrian selain karena posisi dirinya juga mau terpandang, bahkan setelah tahu Adrian sudah memiliki istri bernama Maya, Maya yang masih muda berusaha jadi istri yang baik tapi selalu di pandang sebelah mata oleh Adrian. Bahkan Adrian Tak segan melakukan KDRT, Tapi Ibunya Maya yang lama meninggalkannya kembali Greta MARCELONEZ asal Filipina untuk melindungi Putrinya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Putri Sabina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Arman Wiradiputra Ayah Tiara

Setelah menyelesaikan seminar di kampus, Adrian Martadinata kembali ke rutinitasnya sebagai pengacara di firma hukum ternama Djoenaedi, Martadinata & Rekan.

Di dalam mobil mewahnya, ia duduk di belakang kemudi, dasi sudah sedikit longgar, kemeja digulung sampai siku.

Lalu tiba-tiba, senyuman kecil merekah di wajahnya. Bukan karena kasus yang baru saja ia menangkan—melainkan karena satu sosok gadis muda yang tadi sempat menyapanya dengan malu-malu.

“Maya...” gumamnya pelan, seperti menyebut nama rahasia yang hanya boleh ia dengar sendiri.

Ia menyandarkan tubuhnya ke kursi, membiarkan mobil melaju perlahan di jalanan Jakarta yang mulai padat menjelang sore.

“Ah masa iya gue mikirin bocah yang belum genap 20 tahun?” ucapnya setengah mencibir diri sendiri, namun senyumnya tak kunjung pudar.

“Mau taro di mana muka gue kalau gue sampe tertarik beneran? Nggak sebanding ama Lily.”

Ia menatap jalanan lewat kaca depan, sejenak berpikir dalam diam.

“Tapi... dia beda. Tatapannya jujur. Bukan kayak orang-orang yang datang ke gue karena nama besar atau status.”

Ponselnya berbunyi. Sebuah pesan dari asistennya menanyakan soal meeting dengan klien jam lima sore.

“Iya, iya… gue otw,” gumam Adrian lalu membalas cepat.

Ia menyalakan mesin, menekan gas perlahan. Tapi sebelum mobil benar-benar melaju, ia melirik lagi ke kaca spion. Seolah bayangan Maya tadi masih terpantul di sana.

“Sudahlah, Martadinata. Jangan main api.”

Mobil pun melaju menembus lalu lintas Jakarta, menuju kantor hukum tempat semua masalah hukum bisa diselesaikan—kecuali soal hati.

Firma Hukum Djoenaedi, Martadinata & Rekan – Jakarta, Pukul 17.15 WIB

Lampu-lampu temaram di ruang rapat menyinari meja panjang berlapis kaca. Beberapa berkas dan laptop telah tertata rapi, menunjukkan kesibukan khas dunia hukum.

Adrian Martadinata masuk dengan langkah santai namun berwibawa. Jasnya sudah dilepas, tinggal kemeja putih dan jam tangan mahal yang membalut pergelangan kirinya.

Di dalam ruangan, seorang pria berusia sekitar 30-an berdiri menyambut—Reno, asistennya yang sudah lama menjadi tangan kanan kepercayaannya.

"Lo molor lagi, Bro. Klien kita yang dari Cikini udah nanya-nanya," ucap Reno sambil menyodorkan map merah berisi kontrak kerja sama.

Adrian mengambil map itu, membukanya sambil tetap berjalan menuju kursi kerjanya.

"Tadi gue mampir ke kampus kasih seminar. Capek juga diuber-uber mahasiswa hukum yang mau foto," katanya ringan, lalu menyender.

Reno menoleh, menyipitkan mata.

"Hmm, kayaknya bukan cuma karena mahasiswa deh. Ada yang bikin lo senyum-senyum sendiri, ya kan?"

Adrian menahan tawa, lalu menutup map itu pelan.

"Ah, lo emang paling cepet nangkep."

"Siapa dia? Dosen cantik? Anak pejabat?"

Adrian hanya menggeleng, lalu bersandar dengan wajah serius tapi senyum tipis masih tersisa.

"Bukan siapa-siapa. Mahasiswi. Baru semester dua."

Reno langsung mendecak pelan.

"Waduh... itu mah jauh banget, Bro. Lo sadar kan, Lily bisa bikin rusuh kantor ini kalo sampe tahu?"

Adrian menatap layar laptopnya, membuka email dari klien. Tapi matanya kosong sesaat.

"Gue tahu... justru itu. Gue juga bingung kenapa kepikiran terus."

Reno menurunkan suaranya, lebih serius.

"Lo tahu batasnya, Yan. Jangan sampe kelewatan. Lo bukan cowok sembarangan. Karier, reputasi, semuanya bisa hancur kalo lo bikin langkah yang salah."

Adrian mengangguk pelan.

"I know. Gue cuma... ya, kadang kita nggak bisa kontrol siapa yang bikin kita ngerasa beda, Ren."

Mereka terdiam sejenak. Lalu Reno mengalihkan pembicaraan, menunjukkan draft revisi kontrak.

"Udahlah. Fokus dulu ke kerjaan. Nanti malem baru mikirin yang unyu-unyu."

Adrian tertawa kecil, mengangguk. Tapi jauh di dalam pikirannya, wajah Maya masih tersimpan jelas—senyumnya, cara ia menunduk malu, dan sorot matanya yang jujur.

Apartemen Mewah – Jakarta, Sore Hari

Langit sore berwarna oranye keemasan saat Maya dan Tiara sampai di lobi apartemen milik ayah Tiara.

Tempat itu tampak elegan, dengan marmer mengilap dan lampu gantung kristal yang menggantung megah. Keduanya datang untuk mengambil uang pembayaran kuliah semester.

"Ntar abis dari sini kita cari makan, ya. Gua laper banget," keluh Tiara sambil menekan tombol lift.

"Iyalah, gua juga belum makan dari tadi siang," sahut Maya, merapikan rambut yang sedikit berantakan karena angin motor.

Saat lift terbuka, mereka berjalan menuju unit apartemen ayah Tiara. Namun langkah mereka terhenti sejenak saat tanpa sengaja melihat seseorang yang tak asing keluar dari unit apartemen sebelah.

Lily.

Wanita itu mengenakan dress hitam pas badan, wajahnya sedikit tertutupi masker. Di belakangnya, seorang pria bertubuh tegap menyusul keluar—Mario Santiago, pria berwajah serius dengan jas kasual. Gerak-gerik mereka terlihat akrab, terlalu akrab.

Tiara langsung menoleh cepat ke arah Maya, menahan napas.

"Eh... itu kan Lily? Sama siapa tuh?!"

Maya membelalakkan mata, perlahan menarik Tiara ke sudut koridor.

"Astaga... itu cowok bukan Pak Adrian, kan?"

"Ya jelas bukan! Ini mah beda. Serem amat auranya..." bisik Tiara sambil curi-curi pandang ke arah pasangan itu yang masuk ke lift.

Setelah Mario dan Lily pergi, Maya dan Tiara saling pandang, lalu tertawa kecil penuh arti.

"Gila... cewek itu doyan sugar daddy kali ya," ujar Tiara setengah berbisik.

Maya mengangkat alis.

"Padahal sama Pak Adrian aja udah lebih dari cukup. Eh jangan-jangan Adrian gak tahu?"

Tiara menimpali sambil tersenyum miring.

"Makanya lu gas, May. Ada kesempatan tuh."

Maya mencubit lengan Tiara.

"Apaan sih, fokus kuliah dulu aja. Gak mau gua main api begitu."

Tiara tertawa geli.

"Iya, iya. Tapi serius, Lily tuh kelihatan banget nyimpen sesuatu. Aura dia beda. Dan cowok tadi, kayak bukan orang biasa. Serem tapi kaya."

Maya hanya mengangguk pelan, menyimpan rasa penasaran dalam diam. Ada sesuatu dari Lily yang membuat pikirannya mulai penuh tanda tanya. Dan entah kenapa, bayangan Pak Adrian kembali melintas di benaknya, seiring pertanyaan: Apakah Adrian benar-benar tahu siapa Lily sebenarnya?

Setelah melihat Lily dan Mario, Maya dan Tiara akhirnya tiba di depan pintu apartemen milik ayah Tiara. Tiara mengetuk pelan sebelum membuka pintu.

"Assalamu’alaikum, Papa!" serunya ceria.

"Wa’alaikumsalam. Masuk, Nak."

Terdengar suara berat namun hangat dari dalam.

Pak Arman Wiradiputra, ayah Tiara, pria paruh baya berwibawa, berdiri sambil melepas kacamatanya. Wajahnya terlihat lelah tapi tetap ramah saat melihat putrinya dan Maya masuk.

"Maya juga ikut. Apa kabar, Nak?"

"Baik, Papa. Terima kasih sudah bersedia bantuin soal kuliah saya," jawab Maya sopan, menunduk sedikit.

Pak Arman tersenyum.

"Kamu ini anak baik dan rajin. Sudah Tiara ceritakan ke Papa. Papa senang bisa bantu."

Tiara langsung duduk di sofa sambil menyerahkan map berisi dokumen.

"Ini, Pa, berkas-berkas kuliahnya Maya udah lengkap semua."

Pak Arman menerima berkas itu dan membacanya sebentar.

"Semester tiga ya sekarang?"

"Iya, Pa. Masuk semester tiga," jawab Maya dengan nada pelan.

Pak Arman mengangguk.

"Baik. Uang semesternya nanti Papa transfer langsung ke rekening kampus, ya. Biar aman dan gak merepotkan kamu."

Maya terlihat lega, matanya sedikit berkaca.

"Terima kasih banyak, Papa. Saya bener-bener nggak tahu harus gimana balas kebaikan ini."

Pak Arman tersenyum, lalu menepuk bahu Maya dengan lembut.

"Cukup dengan belajar yang serius. Itu saja udah cukup."

Tiara merangkul lengan ayahnya manja.

"Tuh kan, Papa baik banget. Aku makin sayang deh!"

Mereka bertiga tertawa kecil. Tapi di dalam hati Maya, ada rasa hangat yang mengalir perlahan. Mungkin seperti inilah rasanya punya sosok ayah kedua yang juga peduli. Dan lebih dari itu—ia merasa dihargai.

Maya membatin pelan, "Semoga Mama di luar sana juga tahu… aku gak menyerah."

1
partini
🙄🙄🙄🙄🙄
Azka Bara
kapan maya bahagianya,,terus itu Adrian kq tidak si pecat sih
Azka Bara
mosok Adrian masih mau sama lily sih,di tunggu karmamu Adrian
Daplun Kiwil
semangat up nya thor
partini
ini baru lawan sepadan good girl 👍👍 adikmu terlalu lemah lembut gampang di sakiti ,, pertarungan seperti apa yah selanjutnya di antara mereka lanjut thor
partini
OMG ini mah wow buangttt kalau masih balikan double wow no good
partini
suami gemblung
Uthie
sebenarnya sy kadang aga malas kalau baca di awal, dimulai proses yg panjang nya dulu 😁
Pinginnya gak panjang-panjang awalan ceritanya...
malah kadang suka lebih seru kalau awalan nya langsung yg konflik atau sudah jadi nya aja 👍😁
Ditengah atau setelahnya baru dehh bisa di ceritakan lagi sedikit atau pelan-pelan proses dari awalan Konflik tsb 👍😁🙏

kalau di awalin sebuah perjalanan cerita tsb,kadang suka nimbulin boring dulu baca nya... kelamaan ke konflik cerita tsb nya 🙏🙏🙏
Putri Sabina: berarti suka yang alurnya mundur ya daripada maju/Smile/
total 1 replies
partini
nyeseknya,,so kita lihat the next episode apakah anding nya bersatu lagi seperti ana dan adam atau berpisah
Uthie
ketidak beranian kadang meninggalkan penyesalan dikemudian hari .. saat seorang wanita butuh laki2 yg berani dan pasti-pasti aja 👍😁
Uthie
coba mampir 👍
Eridha Dewi
kok kasihan Maya ya Thor, dah cerai saja
Qian Lin
tapi memang bukan perempuan baik2 kan li? adrian tau engga ya kamu simpenan2 lain? kamu terlalu pinter nutupin atau memanh si adrian yang buta.
Qian Lin
yaaampun,. menyadari kalau kamu ani - ani. ya sifat manusia sih.
Qian Lin
yang bener Mario Santiego atau mario Dantes. wkwkwkw lupa ganti kah autor
Putri Sabina: Mario Dantes Santiago
total 1 replies
Qian Lin
aduh bingung ai, diawal bapak bilang, ibu bakal balik, ini dia nglarang buat jangan panggil ibu. Kontradiksi. jadi gimana sifat bapak ahmad ini, dingin dan tegas atau lembut penyayang?
Putri Sabina: nanti revisi Kakakku/Smile/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!