Babysitting genius
Bismillahirohmanirohim.
...Sesakit dan sesak inikah dikhianati oleh orang yang selama ini kita percaya? Mereka sahabat dan pacarku, tapi kenapa tega melakukan semua ini padaku? sebenarnya apa sih mau mereka!...
Seorang gadis tengah duduk melamun dekat jendela kamarnya, kedua tanganya memegang erat sebuah undangan pernikahan.
Undangan itu baru saja dia dapat, tadi sebelum hujan turun, sahabat dan pacarnya menghantarkan langsung undangan pernikahan tersebut untuk dirinya.
Hujan yang mengguyur bumi seakan mewakili perasaannya, perasaan sesak, sakit hati dan kecewa campur menjadi satu.
Beberapa saat lalu sebelum hujan datang dia masih mengingat apa yang terjadi.
"Tumben kalian kesini bareng? Ayo duduk dulu." Ucap Jihan merasa heran, karana Hilam dan Pusap datang bersama.
"Tidak usah repot-repot Ji, kita kesini cuman mau ngasih ini." Ujar Puspa sambil menyodorkan sebuah undangan pernikahan pada Jihan.
"Undangan pernikahan? Memang siapa yang mau nikah, Pus?" bingung Jihan.
Jihan tahu Pusap belum memiliki cowo, jadi wajar dia bertanya seperti itu.
"Kamu baca dong Ji."
Puspa masih saja tersenyum sumringah, sedangkan Hilam sedari tadi hanya diam saja.
"Hilam dan Puspa." Bacanya pelan.
Jder!
Rasanya jantung Jihan akan keluar dari tempatnya saat ini juga, setelah membaca nama yang tertera di surat undang.
Jder!
Bersamaan dengan itu suara petir menyambar, tanda hujan akan segera menyapa.
"Maksudnya ini apa Ma-" belum sempat Jihan selesai bicara Puspa sudah menyelanya lebih dulu.
"Kita berdua duluan ya Ji, sebentar lagi hujan, ayo mas Hilam." Ajak Puspa.
"Jangan lupa datang ya Jihan." Ucap Hilam sebelum pergi.
Air mata Jihan sudah luluh membasahi pipinya, dia tidak bisa mencerna apa yang terjadi, bukankah Hilam mengatakan pada dirinya akan segera melamar dia? tapi kenapa dia malah menyebarkan undangan bernamakan Hilam dan sahabatnya.
"Mbak Jihan kenapa?" bingung Rafli. Dia baru saja pulang dari sekolah.
Tapi fokusnya teralihkan pada undangan pernikahan yang digenggam erat oleh Jihan. "Wish, undangan dari siapa mbak?" tanya Rafli penasaran.
Tapi melihat mbaknya masih menangis membuat Rafli menarik kasar undangan ditangan Jihan.
"Hilam dan Puspa." Baca Rafli pada surat undangan tersebut.
Sedetik kemudian Rafli langsung paham apa yang sudah menyebabkan mbaknya menangis seperti ini.
"Hilam dan Puspa kurang ajar! Beraninya mereka bohongin mbak, berarti selama ini mereka berdua sudah menjalani hubungan di belakang mbak Jihan!" ucap Rafli menggebu-gebu.
Tentu dia tidak terima mbak satu-satunya dipermainkan seperti ini. "Biar aku kasih pelajaran mereka mbak." Marah Rafil.
Rafli baru saja akan pergi mendatangi Hilam dan Puspa, tapi dicegah oleh Jihan.
"Bawa mbak ke kamar, Raf." Suruh Jihan datar, disela-sela tangisnya.
Rafli menghembuskan nafas kasar, "baik, ayo mbak."
Hujan pun turun dengan lebat.
Tok
Suara ketukan dari pintu kamarnya membuat Jihan membuyarkan semua lamunannya.
"Mbak boleh aku masuk?" ucap Rafli.
Jihan yang berada di dalam kamarnya tidak menjawab.
"Mbak makan dulu ya, hari sudah hampir malam. Tapi perut mbak Jihan belum diisi juga." Ucap Rafli, dia membawa kan makan untuk mbaknya.
Namun sayang Jihan tak bergeming sama sekali, orang tua Jihan belum tahu apa yang terjadi pada Jihan.
"Mbak sudah tidak usah dipikirkan orang seperti mereka itu. Si Hilam dan Puspa tidak pantas disebut orang baik!"
Jihan menatap lurus kedepan, dia sepertinya sangat menikmati setiap titik air hujan yang turun dari langit.
"Mbak hanya tidak habis pikir saja Raf. Puspa sahabat mbak dari kecil, sedari kecil kami selalu bersama, tapi kenapa dia tega sama mbak?" ucap Jihan tersenyum kecut.
Rafil menghembuskan nafas panjang jujur dia iba pada mbak Jihan, selama ini Jihan selalu terlihat ceria di hadapannya, tapi hari ini tidak Jihan benar-benar terpukul.
"Mbak harus buktikan pada Hilam dan Puspa, jika mbak baik-baik saja mendengar pernikahan mereka, mbak tidak boleh terlihat lemah di depan mereka. Rafli yakin mbak Jihan pasti bisa. Mbak Jihan tidak akan kalah!"
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Berapa hari berlalu. Waktu pernikahan Hilam dan Puspa akhirnya tiba juga.
"Raf, sudah siap belum." Panggil Jihan pada adiknya.
"Bentar lagi, mbak." Sahutnya dari kamar.
Jihan berdecak sebal, sudah 5 menit Jihan keluar dari kamar, Rafli tak kunjung muncul.
"Raf buruan, nanti kita telat loh." teriak Jihan lagi.
Jihan bahkan hari ini terlihat lebih cantik dari sebelumnya, make up natural yang Jihan kenakan membuat Jihan semakin cantik.
"Sabar kenapa sih mbak dari tadi teriak-teriak aja." Protes Rafli, dia sudah berdiri di hadapan mbak Jihan.
"Ayo berangkat." Ajak Jihan.
Rafli malah pangling dengan mbaknya sendiri, dadaan Jihan benar-bener berbeda dari biasanya. "Woi, Raf ayo berangkat keburu telat." Gerut Jihan.
Jihan sampai menarik kasar tangan Rafli, agar adiknya itu tidak bengong saja.
"Ark! Mbak pelan-pelan dong sakit nih tangan aku."
Namun Jihan tidak peduli, dia terus saja menarik kasar tangan adiknya.
Jihan dan Rafli akhirnya sampai ditempat acara.
Sesak sekali rasanya dada Jihan, melihat Hilam dan Puspa tersenyum bahagia di atas pelaminan.
"Kirain yang bakal nikah sama Hilam si Jihan, eh, tahunya si Puspa." Ucap ibu-ibu yang ada di sana.
Mereka semua mulai membicarkan Jihan yang jelek-jelek saat melihat kehadiran gadis itu di sana bersama adiknya. Padahal Jihan tak bersalah sedikitpun.
"Gimana neng Jihan rasanya jagain jodoh orang? Denger-denger seminggu lalu neng Jihan bilang mau nikah sama Hilam, kok hari ini yang dipelaminan si neng Puspa."
Pedas sekali pokonya ucapan para ibu-ibu disana, mereka dengan blak-blakan menyinyir Jihan. Padahal Jihan tak ada salah.
Jihan tersenyum menanggapi semua cacian untuk dirinya.
"Mbak kita pulang saja yu," ajak Rafli, dia tak tega mbaknya dijelek-jelekan.
"Kamu sendiri yang bilang sama mbak Raf, mbak harus kuat. Mbak janji setelah kita menemui pengantinnya kita pulang." Bisik Jihan.
"Eh neng Jihan, kirain mah nggak bakal datang." Ucap ibu Hilam ramah pada Jihan.
Jihan tersenyum ramah pula. "Pasti datang lah bu, kak yang nikah sahabat Jihan sendiri, masa iya Jihan tidak datang." sahut Jihan.
"Jihan sama Rafli nemuin mantennya dulu ya bu."
Ipah memberikan ruang untuk Jihan, sebenarnya dia lebih ingin memiliki mantu seperti Jihan, ketimbang Puspa.
Kini Jihan sudah berdiri di depan Puspa dan Hilam, begitu juga Rafli. Saking tidak bisa menahan marahnya Rafli menatap tajam Puspa dan Hilam.
Sementara Jihan tetap berusaha memaikan peran cantiknya, ya dia akan benar-benar membuktikan, Dia baik-baik saja.
"Selamat ya buat kalian berdua." Jihan mati-matian menahan rasa sesak di dadanya, rasa sesak yang perlahan-lahan mulai memasuki hatinya.
'Kamu bisa Jihan, ayo kamu pasti bisa, jangan biarkan kamu terlihat lemah di depan mereka, buktikan kamu baik-baik saja, Jihan.' Batinya.
Bohong kalau Jihan tak merasakan sesak didadanya, tapi dia berusaha mencoba untuk ikhlas.
"Semoga menjadi keluarga samawa." Ucap. Jihan, akhirnya kalimat itu keluar dengan lancar dari mulutnya.
"Makasih loh Ji, aku kira kamu nggak bakal dateng." Puspa hendak memeluk Jihan, tapi ditahan oleh Rafli.
"Selamat ya mbak Puspa dan Mas Hilam, permainan kalian sangat apik sekali." Ucap Rafli ketus.
"Ayo mbak kita pulang, kalau disini terus lama-lama kita bakal ketularan jadi pengkhianatan." Sindir Rafli.
"Maksud kamu apa, Raf?"
"Bukan apa-apa kok mbak Puspa, lagian juga aku bukan ngomongi kalian, tapi kalau kalian sadar ya, alhamdulillah."
Rasanya ingin sekali Rafli menampar muka Hilam dan Puspa, tapi dia yakin pasti mbaknya tidak akan suka, jika dia menggunakan kekerasan.
Malam hari di rumah Jihan.
"Ibu, Bapak. Jihan mau izin merantau ke kota boleh? Disini tidak enak jadi bahan omongan warga, lagipula Jihan tidak jadi menikah tahun ini." Jihan mengutarakan maksudnya pada kedua orang tua.
Kasih dan Joni mengerti perasaan putri mereka.
Joni menghela napas. "Kalau seperti itu sudah keputusan kamu, bapak tidak bisa melarang, asalkan kamu bahagia bapak ikut senang Jihan."
"Syukurlah, terima kasih pak."
"Ibu juga apa kata bapakmu saja Jihan, tapi di sana kamu mau ikut siapa? Kita tidak punya saudara di kota."
"Jihan ikut sama Amanda bu, ibu ingatkan teman Jihan waktu SMA, dia juga sering main kesini?"
"Iya ibu ingat," sahut Kasih.
"Besok Jihan ikut dengannya ya Bu, Pa."
"Mendadak sekali Jihan."
"Iya bu soalnya Amanda cuman dikasih libur 2 hari sama bosnya."
"Yasudah bapak izinkan."
"Alhamdulillah, terima kasih Pak, Ibu."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
@Intan.PS_Army🐨💜
jujur baca novel ini aku inget mantan yang selingkuh sama ponakan sendiri bahkan sampai dia hamil dan Alhamdulillah nya aku mengetahui ini sebelum sah jadi istri nya
2024-05-15
5
Anonymous
keren
2024-05-11
1
Yani
Mampir ah.....
2024-01-19
1