Fadel Arya Wisesa, salah satu pewaris grup Airlangga Wisesa bertemu lagi dengan gadis yang pernah dijodohkannya. Dia Kayana Catleya, salah satu cucu dari grup Artha Mahendra.
Gadis yang pernah menolak untuk dijodohkan dengannya.
Saat tau sahabat gadis itu menginginkannya, Fadel dengan terang terangan mengatakan kalo Kanaya adalah calon istrinya di acara ulang tahun sahabatnya itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma AR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rencana Fadel
"Kamu masih belum punya pacar?" tanya Kamila ketika anak gantengnya baru saja tiba di ruangannya yang berada di rumah sakit.
Fadel tertawa lepas sambil memeluk maminya. Selalu begitu saja yang ditanyakan maminya jika melihatnya.
"Oleh oleh buat mami," ucap Fadel setelah melepaskan pelukannya. Beberapa buah paper bag di tangannya diangsurkannya pada maminya--Kamila.
"Makasih, sayang."
"Papi ngga ke sini, mam? Di perusahaan juga ngga ada," ucapnya sambil duduk.
Maminya meletakkan beberapa paper bag itu di atas meja sambil melongok isinya
Beberapa dress dan tas dari merek merek terkenal.
"Itu limitted edition, mam. Susah disamain sama teman mami nanti." Fadel malah menselonjorkan kakinya di sofa. Rasanya pegal sekali. Setelah turun dari pesawat, Fadel langsung dinas ke perusahaannya.
Karena menduga papinya akan berada di rumah, Fadel pulang saat jam makan siang.
Maminya tersenyum
"Oke."
"Papi ngga pulang ke rumah, mam?" Fadel mengulang pertanyaannya.
"Papi ke tempat temannya."
"Oooh.... Ada bisnis, mam?'
Kamila mengulaskan senyum penuh makna dalam jeda sejenaknya.
"Bisnis perjodohan."
Fadel mengusapkan tangannya ke wajahnya.
Lagi? Batinnya jerih. Setelah sekian lama ngga ada pembicaraan tentang hal ini. Tepatnya setelah perjodohannya yang gagal.
Tanpa sadar Fadel mengeluh, dia jadi kesal karena mengingat lagi penolakan gadis itu.
Salahnya belum ingin memiliki hubungan serius dengan perempuan.
"Buat aku, mam?" tanyanya bodoh. Karena dia sudah tau jawabannya.
Maminya tertawa.
"Memangnya buat siapa lagi?"
Fadel mengeluh sambil memejamkan matanya.
"Fathir sudah mau punya anak nomer dua. Kamu malah masih betah membujang," cuit maminya lagi dalam tawa berderainya.
"Fathir aja kecepatan, mam. Malah belum juga dua tahun udah disuruh hamil lagi istrinya."
Maminya tambah tergelak mendengar gerutuan putranya.
"Kamu juga, sih, udah dikasih waktu tunggu setahun lho, masih saja belum dapat calon. Ngga mungkin, kan, ngga ada yang ngga mau sama kamu?" cecar Kamila setelah tawanya mereda.
Fadel malah memijat keningnya.
"Di Sidney kamu ngga ada kenalan bule?" tanya Kamila lagi. Karena hampir setahun Fadel berada di sana, mengurus cabang perusahaan Emir yang ada di sana.
Tapi sekarang dia kembali karena Fathir yang akan menggantkan kerjaannya di sana. Katanya pengen anak keduanya lahir di Sidney.
"Mami mau punya mantu bule?" Akhirnya Fadel bisa tersenyum juga.
"Boleh juga, sih. Pokoknya siapa aja yang kamu suka."
Fadel melebarkan senyumnya.
Hanya sekadar teman saja, batinnya.
Anak teman teman papinya juga banyak dia temui di sana.
Hanya saja dia belum berminat untuk serius.
"Papi dan mami sebenarnya memberi kamu waktu setahun, siapa tau ada yang mentok di kamu. Tapi ternyata belum juga, ya." Kamila tertawa lagi.
"Tambah lagi, dong, mam, waktunya." Fadel ikut tergelak.
"Mami dan papi sebenarnya ngga bermaksud memaksa. Tapi opa oma kamu, katanya udah mentok dengan gadis itu. Terutama opa Wingky."
Alis Fadel bertaut.
"Opa oma kamu sudah telanjur suka dengan gadis itu. Apalagi papimu juga bersahabat dengan papinya."
Fadel tambah penasaran.
"Memangnya siapa gadis itu, mam?"
Kamila tersenyum lembut dan berusaha hati hati untuk mengatakannya. Karena dulu putranya pernah sempat kesal.
"Gadis yang dulu."
Fadel teriam.
'Yang pernah nolak kamu."
Fadel makin membeku.
"Tapi kali ini opa dan oma imgin kalian lebih saling mengenal dulu."
Fadel masih belum bersuara.
"Sepertinya gadis itu juga sudah menyesal menolak kamu. Kata maminya dulu, dia belum mau karena waktu itu sedang menikmati liburannya," jelas Kamila makin hati hati karena Fadel masih ngga bereaksi.
"Sampai sekarang pun gadis itu belum menikah. Ngga apa, kan, Fadel? Tolong dimaklumi, sayang. Umurnya juga baru dua puluhan. Baru lulus kuliah juga."
Fadel menghembuskan nafasnya.
"Kalo dia menolak lagi gimana, mam? Masa aku terus saja yang disodor sodorkan."
Kamila tersenyum sambil duduk di dekat putranya yang sepertinya menahan kesal.
"Ini yang terakhir. Kamu juga berhak menolak, kok. Tapi setelah kalian bertemu, ya," bujuk maminya lembut.
"Aku berhak menolak?"
"Ya."
"Setelah itu aku bebas lagi kapan mau nikah dengan siapa aja, mam?" tanya Fadel antusias.
"Iya, sayang."
Fadel manggut manggut.
"Nanti kalian akan sering bertemu. Tapi dia ngga tau kalo dijodohkan lagi dengan kamu. Kamu bisa mengamatinya."
Kening Fadel berkerut.
"Ide opa oma kamu, katanya mau kasih kejutan buat calonmu." Tawa Kamila berderai lagi.
Ada ada saja opa omanya.
"Tapi bener, ya, mam. Kalo gagal lagi, aku ngga akan dipaksa nikah." Fadel mempertegas lagi.
"Iya, sayang. Itu janji mami. Kamu bisa pegang."
"Oke." sekelumit senyum hadir di bibirnya.
Apalagi sekarang dia juga berhak untuk menolaknya.
Fadel melirik jam di pergelangan tangannya.
"Mam, aku mau ke perusahaan lagi."
"Oke. Hati hati, ya."
"Iya, mam."
"Mam," panggilnya setelah langkahnya terhenti saat hampir mendekati pintu.
"Ya.....?"
"Tolong rahasiakan dulu dari yang lain." Fadel ngga mau jadi bahan bully-an para sepupunya lagi kalo tau hal ini.
"Iya, sayang." Kamila tersenyum mengerti. Tanpa Fadel mengatakannya pun, kali ini sudah dia dan suaminya antisipasi. Begitu juga kedua orang tua mereka.
Efek kegagalan setahun yang lalu, pasti cukup memalukan putranya.
Fadel tersenyum sebelum membuka pintu. Dia percaya dengan perkataan maminya.
"Oh ya, mam. Namanya siapa, ya? Lupa," Fadel menghentikan langkahnya.
"Kayana Catleya."
*
*
*
Sepanjang jalan Fadel ngga henti hentinya memikirkan ide konyol keluarganya.
Kenapa dia harus dijodohkan dengan gadis itu lagi, sih.
Samar masih dia ingat pertemuan ngga sengaja mereka di resepsi pernikahan sepupu gadis itu.
Sikap gadis itu terlihat jelas kalo memang ngga mengenalnya.
Tenang saja, kali ini dia ngga akan bisa ditolak dengan mudah. Fadel akan membuat gadis itu menangis karena sudah pernah menolaknya.
Kali ini dia harus pegang kendali.
Suasana hatinya seketika berubah cerah. Jalanan yang macet ngga dia anggap bencana. Bahkan dia sempat sempatnya membeli setumpuk tisu di lampu merah.
Biasanya dia mengabaikan para pedagang jalanan.
Sekuriti pun mendapat hadiah tisunya ketika dia sudah sampai di perusahaan.
"Terima kasih, pak bos."
Fadel tersenyum tipis sambil melangkah ringan memasuki lobi kantornya.
"Pak Fadel."
Fadel menoleh pada salah satu pegawai resepsionisnya yang sedang berjalan cepat ke arahnya.
Dia menunggu sampai gadis resepsionis itu mendekatinya dengan langkah cepatnya. Di tangannya tergenggam goodie bag yang langsung diserahkan padanya.
"Maaf tadi saya ngga melihat bapak datang. Ini titipan satu tahun yang lalu," ucapnya ketika Fadel meraih goodie bag itu
"Setahun yang lalu?" Fadel menatap heran.
Resepsionis itu mengangguk.
"Seorang gadis yang menitipkannya. Dia baru tau kalo Pak Fadel ke Sidney."
Fadel merasa ada perasaan aneh menyusup di dalam dadanya.
Dia segera melihat apa isinya.
Keningnya berkerut.
Ada sebuah kotak di di dalamnya dengan brand yang cukup dia kenal.
DEG
"Katanya harus langsung diserahkan ke Pak Fadel, kapan pun Pak Fadel datang."
Fadel menatap goodie bag lagi dengan perasaan yang semakin aneh.
"Dia menyebutkan namanya?" Fadel masih sangsi kalo gadis itu yang mengantarnya sendiri.
Gadis resepsionis itu menganggukkan kepalanya.
"Namanya Nona Kayana Catleya, pak."
pada demen banget sich ngerjain
si Kayana.......
anak orang udah seteresssss itu....
maju mundur kena......
perang hati dan logika ga sinkron.. sinkron...
bisa bisa kurus kering tuh anak orang....
trik...trik diet mah....lewaaaatt......😁😁😁
fadelllllllllll fadellll tunangan munkayanaa.. kapan sih kayana tauuuu....