Demi biaya pengobatan sang ibu membuat seorang gadis bernama Eliana Bowie mengambil jalan nekad menjadi wanita bayaran yang mengharuskan dirinya melahirkan pewaris untuk seorang pria yang berkuasa.
Morgan Barnes, seorang mafia kejam di Prancis, tidak pernah menginginkan pernikahan namun dia menginginkan seorang pewaris sehingga dia mencari seorang gadis yang masih suci untuk melahirkan anaknya.
Tanpa pikir panjang Eliana menyetujui tawaran yang dia dapat, setiap malam dia harus melayani seorang pria yang tidak boleh dia tahu nama dan juga rupanya sampai akhirnya dia mengandung dua anak kembar namun siapa yang menduga, setelah dia melahirkan, kedua bayinya hilang dan Eliana ditinggal sendirian di rumah sakit dengan selembar cek. Kematian ibunya membuat Eliana pergi untuk menepati janjinya pada sang ibu lalu kembali lagi setelah tiga tahun untuk mencari anak kembar yang dia lahirkan. Apakah Eliana akan menemukan kedua anaknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni Juli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Untuk Terakhir Kalinya
Eliana menangis di samping peti mati ibunya yang belum ditutup. Kabar kematian ibunya sudah didengar oleh ayahnya. Hari ini Eliana akan mengkremasi jasad ibunya lalu membawa ibunya kembali ke kampung halaman sesuai dengan permintaan ibunya.
Keadaan Eliana masih lemah, seharusnya dia berbaring di rumah sakit untuk menjalani perawatan pasca melahirkan namun dia justru harus dihadapkan dengan kenyataan pahit di mana ibunya harus pergi bertepatan dengan harinya melahirkan. Kesedihan akan kepergian ibunya dan kehilangan bayinya campur aduk di dalam hatinya.
Eliana mengabaikan keadaannya, dia hanya berkonsultasi lalu beristirahat seadanya. Dia akan beristirahat setelah mengkremasi jasad ibunya lalu membawa ibunya pergi ke Australia, di mana ibunya dilahirkan dan tumbuh di sana. Yang datang melayat untuk mengantar kepergian ibunya tidaklah banyak, beberapa kenalan ibunya saja. Lagi pula semua itu tidaklah penting namun kehadiran ayah dan istrinya membuat hati Eliana dipenuhi dengan kebencian.
Istri ayahnya melihat jenazah ibu Eliana dengan tatapan mencibir, akhirnya wanita itu mati juga. Ayahnya mendekati Eliana yang menghapus air matanya sesekali dan tidak melihat ke arahnya sama sekali.
"Tidak perlu menangisi kepergiannya, ibumu memang lebih baik mati!" ucap ayahnya.
Eliana diam, kedua tangan dicengkeram dengan erat. Eliana berusaha menahan kemarahan di hati, dia tidak boleh emosi di hadapan jenazah ibunya jadi lebih baik dia mengabaikan ayah dan istrinya.
"Setelah ini ikut dengan Daddy dan tinggal dengan kami. Daddy akan menikahkan kau dengan seorang pengusaha kaya agar kehidupanmu terjamin nantinya!" ucap ayahnya.
"Benar, Eliana. Pria itu pengusaha kaya, kau tidak akan kekurangan uang nanti. Perusahaan ayahmu juga akan semakin maju. Ibumu sudah mati jadi sekarang kau harus berbakti pada ayahmu!" ucap istri ayahnya.
"Tutup mulutmu!" ucap Eliana kesal. Dia tidak peduli dengan ucapan apa pun tapi mereka tidak menghormati kepergian ibunya dan tidak menghormati jenazah ibunya sama sekali.
"Kenapa kau marah? Aku tidak mengatakan perkataan yang salah. Ibumu sudah mati, jadi untuk apa ditangisi lagi. Sekarang giliran ayahmu, kau harus berbakti padanya sebagai putrinya. Pria itu memang sedikit tua, tapi dia punya banyak uang!"
"Aku bilang, tutup mulutmu wanita tua!" teriak Eliana marah.
"Beraninya kau?" Istri ayahnya tampak marah.
"Cukup!" teriak ayahnya marah.
Eliana menatap mereka dengan penuh kebencian. Dia sangat tidak mengharapkan kedatangan mereka tapi mereka justru datang tanpa diundang bahkan hanya bisa membuatnya kesal.
"Kita bicarakan setelah ini, Eliana. Tapi mulai sekarang kau harus tinggal dengan Daddy, Daddy akan menjamin masa depanmu mulai saat ini," ucap ayahnya.
"Aku tidak butuh!" tolak Eliana.
"Jangan sok kuat dan tidak butuh!" ucap istri ayahnya sinis.
"Aku memang tidak butuh, aku bahkan tidak mengharapkan kedatangan kalian setelah apa yang kalian lakukan. Seandainya waktu itu kau mau membantu aku untuk membayar biaya rumah sakit mungkin aku masih akan menuruti keinginanmu karena hutang budi tapi sekarang aku tidak butuh simpatimu yang sudah terlambat!"
"Oh, jadi kau dendam karena kejadian waktu itu? kau marah pada ayahmu karena waktu itu kami tidak mau meminjamkan uang padamu?"
Eliana tidak menjawab, tatapan matanya tidak lepas dari istri ayahnya yang semakin bertindak keterlaluan. Dia kira istri ayahnya akan terhenti jika dia diam tapi ternyata wanita itu mengambil sesuatu dari tasnya. Sebuah amplop dikeluarkan dari dalam tas, setelah itu amplop diberikan pada Eliana.
"Ini uang untukmu, untuk menguburkan jasad ibumu. Jangan sampai kau mengira kami benar-benar tidak memiliki hati dan tidak membawa apa pun dan bunga ini," istri ayahnya melangkah menuju bunga yang dia tinggalkan dan kembali lagi mendekati Eliana.
"Bunga ini untuk ibumu," ucapnya seraya melemparkan bunga itu ke dalam peti mati.
Eliana semakin marah, amplop yang ada di tangan di cengkeram dengan erat. Istri ayahnya melihat ke arah peti dengan tatapan sinis dan penuh kebencian.
"Pergi, segera makamkan ibumu dan ikut kami pulang!" ucap istri ayahnya lagi.
Eliana melangkah mendekati peti mati ibunya, mengambil bunga yang dilemparkan oleh istri ayahnya lalu Eliana melangkah mendekati istri ayahnya yang tampak begitu angkuh.
"Aku tidak butuh kehadiran kalian begitu juga dengan ibuku!" ucap Eliana seraya melemparkan bunga yang dia ambil tepat ke wajah istri ayahnya.
"Beraninya kau?" Istri ayahnya tampak tidak terima namun dia kembali dikejutkan oleh amplop yang dilemparkan oleh Eliana ke wajahnya.
"Aku juga tidak butuh uang dari kalian. Sebaiknya kalian pergi sekarang juga!" usirnya.
"Beraninya kau? Kami Sudah berbaik hati!" teriak istri ayahnya marah.
"Cukup, Eliana. Jangan keterlaluan!" ayahnya mulai terlihat kesal.
"Kalian yang jangan keterluan! Jangan mengacau di acara berkabungku jadi pergi!" Eliana berbalik pergi, namun istri ayahnya masih tidak berhenti.
"Beraninya kau?" tangan Eliana diraih lalu, Plakkkk!! Sebuah tamparan keras Eliana berikan di wajah istri ayahnya karena dia sudah tidak tahan.
Wanita itu terkejut, begitu juga dengan ayahnya. Eliana menatap mereka dengan tatapan penuh kebencian, jujur dia benci dengan ayah dan istrinya.
"Saat kalian mati, aku akan datang jadi jangan pernah mencari aku karena aku yang akan mencari kalian saat kalian sudah mati!" setelah berkata demikian, Eliana melangkah pergi. Rasa kecewa dan kesedihan sudah membuatnya jadi seperti itu.
Istri ayahnya ingin membalas pukulan yang dia dapatkan namun suaminya menahan dan mengajaknya pergi. Dia akan mencari Eliana nanti, setelah Eliana sudah tidak begitu sedih akan kehilangan ibunya.
Eliana berdiri di sisi ibunya dan memunguti kelopak bunga yang terdapat di atas tangan ibunya. Dia tidak akan pernah mengikuti ayahnya karena setelah ini dia akan pergi lalu kembali lagi di saat waktu yang tepat untuk mencari keberadaan bayi kembar yang dia lahirkan.
"Maafkan aku, Mom. Aku tidak tahan dengan kehadiran mereka," ucap Eliana. Tatapan mata tidak lepas dari ibunya yang sudah beristirahat dengan tenang.
"Goodbye, Mom. Aku tahu kau sudah bahagia di alam sana, aku tahu kau sudah tidak sakit lagi. Aku akan membawamu setelah ini. Aku berjanji akan hidup dengan baik dan mulai saat ini, tidak akan ada yang bisa menindas aku. Aku akan kembali untuk menemukan kedua cucumu yang direbut dariku. Aku akan merebutnya kembali karena aku sudah tidak terikat dengan perjanjian apa pun lagi!"
Tangan Eliana mengusap wajah ibunya perlahan, untuk terakhir kalinya. Air matanya kembali menetes karena itu hari terakhir dia melihat wajah ibunya. Rasanya tidak sanggup, Eliana bahkan mencegah peti mati ditutup karena dia belum siap berpisah. Eliana menangis dan menggenggam tangan ibunya, sungguh perpisahan itu sangatlah menyakitkan.
Mau tidak mau peti mati ditutup, Eliana menangis terisak tanpa ada yang menghibur karena dia seorang diri. Dia hanya mampu menghapus air matanya yang tidak bisa dia bendung apalagi saat jenazah ibunya mulai di kremasi. Eliana menunggu seorang diri karena para pelayat sudah pergi dan setelah beberapa jam menunggu, kotak abu ibunya pun dia dapatkan.
Eliana pun pergi, membawa kotak abu ibunya dan sebuah koper karena dia harus pergi ke Australia, ke kampung halaman ibunya. Hari ini dia memang akan pergi untuk memenuhi sumpahnya pada ibunya tapi nanti, dia pasti akan kembali untuk mencari keberadaan kedua putraya.