Hari pertama di SMA menjadi langkah baru yang penuh semangat bagi Keisha, seorang siswi cerdas dan percaya diri. Dengan mudah ia menarik perhatian teman-teman barunya melalui prestasi akademik yang gemilang. Namun, kejutan terjadi ketika nilai sempurna yang ia raih ternyata juga dimiliki oleh Rama, seorang siswa pendiam yang lebih suka menyendiri di pojok kelas.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moka Tora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19 Pilihan yang rumit
Langit pagi cerah, tapi hati Keisha terasa mendung. Kata-kata Rama dari malam sebelumnya terus terngiang-ngiang di benaknya. "Gue suka sama lo." Pengakuan itu begitu tulus, tetapi sekaligus membuat Keisha merasa terjebak di persimpangan jalan.
Di satu sisi, Rama adalah sosok yang selalu ada untuknya, memberikan rasa nyaman yang ia butuhkan. Tapi di sisi lain, bayangan masa lalunya bersama Davin tetap hadir, seperti sebuah buku yang belum selesai ia baca. Kini, ia harus menghadapi kenyataan: ia tidak bisa terus-menerus mengabaikan perasaannya sendiri.
~
Hari itu, Keisha memutuskan untuk tetap berangkat sekolah, meski pikirannya masih berkecamuk. Suasana kelas seperti biasa dipenuhi canda tawa teman-temannya. Nadya, yang peka terhadap perubahan raut wajah Keisha, segera menghampiri.
“Keisha, lo kenapa? Kok keliatan lesu banget?” tanya Nadya sambil menarik kursi ke sebelahnya.
Keisha mencoba tersenyum, meski jelas terlihat dipaksakan. “Nggak apa-apa, Nad. Cuma kurang tidur aja.”
Nadya mengernyit, tidak percaya dengan jawaban itu. “Ayolah, gue tahu lo. Kalau ada apa-apa, cerita aja.”
Keisha menarik napas panjang sebelum akhirnya menjawab, “Semalam Rama bilang dia suka sama gue.”
Nadya membelalakkan mata, jelas terkejut. “Serius? Terus... gimana respon lo?”
“Aku nggak tahu harus jawab apa, Nad. Dia ngomongnya jujur banget, tapi aku... aku masih bingung sama perasaanku sendiri.”
Nadya mengangguk pelan, mencoba memahami situasi. “Dan ini pasti ada hubungannya sama Davin, kan?”
Keisha mengangguk pelan. “Iya. Aku nggak bisa bohong, Nad. Sebagian dari diriku masih mikirin dia. Tapi aku juga nggak mau nyakitin Rama. Dia terlalu baik buat dilukai.”
Nadya menepuk bahu Keisha lembut. “Kei, lo nggak harus buru-buru ambil keputusan. Tapi lo juga harus jujur sama diri sendiri. Kalau lo terus menahan semuanya, itu malah bakal bikin lo tambah tertekan.”
Keisha terdiam. Kata-kata Nadya benar. Ia harus menghadapi semuanya, meskipun berat.
~
Saat istirahat siang, Keisha memutuskan untuk berbicara dengan Rama. Ia menemukannya sedang duduk di taman sekolah, membaca buku seperti biasa. Keisha menghampirinya dengan hati-hati.
“Rama, bisa ngobrol sebentar?” tanya Keisha.
Rama menutup bukunya dan tersenyum. “Tentu. Ada apa, Kei?”
Keisha duduk di sebelahnya, mencoba menyusun kata-kata di dalam pikirannya. “Tentang semalam... aku mau minta maaf kalau aku belum bisa kasih jawaban yang pasti.”
Rama menatap Keisha dengan tatapan lembut, tanpa sedikit pun menunjukkan kekecewaan. “Gue ngerti, Kei. Gue nggak mau maksa lo. Gue cuma pengen jujur soal perasaan gue, biar lo tahu.”
Keisha mengangguk pelan. “Makasih, Rama. Lo selalu bikin gue merasa dihargai. Tapi aku butuh waktu untuk benar-benar tahu apa yang aku rasakan.”
Rama tersenyum tipis. “Ambil waktu sebanyak yang lo butuhin. Gue akan tetap ada di sini.”
Kata-kata Rama membuat Keisha merasa lega, meski perasaannya masih jauh dari kata tenang.
~
Sementara itu, di sudut lain sekolah, Davin duduk di ruang perpustakaan, tampak sibuk membaca buku referensi. Ia terkejut ketika Keisha tiba-tiba muncul di depannya.
“Davin, aku perlu bicara,” kata Keisha tanpa basa-basi.
Davin mengangkat alis, tetapi ia menutup bukunya dan mengangguk. “Oke, ada apa?”
Keisha duduk di kursi di depannya, merasa gugup. “Aku nggak tahu gimana cara mulai ini, tapi aku perlu kejelasan.”
“Kejelasan tentang apa?” tanya Davin dengan nada bingung.
Keisha menatap matanya. “Tentang kita. Tentang apa yang sebenarnya terjadi antara kita. Aku nggak bisa terus seperti ini, Davin.”
Davin terdiam sejenak, mencoba memahami maksud Keisha. Setelah beberapa detik, ia akhirnya menjawab, “Keisha, gue nggak tahu gimana cara jelasin ini, tapi gue juga masih bingung sama perasaan gue. Gue peduli sama lo, tapi ada hal-hal dalam hidup gue yang belum selesai.”
Keisha merasa hatinya tenggelam mendengar jawaban itu. Ia tahu bahwa Davin adalah sosok yang kompleks, tetapi ia tidak menyangka bahwa kebingungannya akan sejauh ini.
“Jadi, lo nggak yakin sama perasaan lo ke gue?” tanya Keisha dengan suara pelan.
Davin menggeleng. “Bukan begitu, Kei. Gue cuma... gue takut nggak bisa jadi orang yang lo butuhin.”
Kata-kata itu menusuk hati Keisha. Ia menyadari bahwa meski ia masih memiliki perasaan untuk Davin, mungkin ada hal-hal yang tidak bisa ia paksa.
~
Malam harinya, Keisha duduk di meja belajarnya, memandangi jendela kamar yang memperlihatkan langit malam yang gelap. Di tangannya ada dua catatan kecil—satu dari Rama, yang pernah ia tulis saat latihan debat, dan satu lagi dari Davin, yang ia temukan di sela-sela buku catatannya beberapa bulan lalu.
Catatan Rama berisi pesan penyemangat sederhana: “Kei, lo luar biasa. Jangan pernah ragu sama diri lo sendiri.”
Sementara catatan Davin lebih singkat, tetapi penuh makna: “Kei, gue tahu lo kuat, tapi nggak apa-apa kalau lo butuh sandaran.”
Keisha memegang kedua catatan itu dengan erat. Ia tahu bahwa tidak ada jawaban yang mudah, tetapi ia juga sadar bahwa ia harus memilih.
Dengan hati yang berat, ia mengambil sebuah pena dan menulis sesuatu di atas selembar kertas kosong.
~
Keesokan paginya, Keisha memasukkan surat itu ke dalam tasnya, lalu pergi ke sekolah dengan perasaan yang campur aduk. Ia sudah membuat keputusan, meski ia tahu bahwa keputusan itu tidak akan menyenangkan semua pihak.
Ketika bel istirahat berbunyi, Keisha mendatangi Rama dan Davin secara terpisah, memberikan masing-masing surat tersebut.
“Buka ini nanti, ya. Gue cuma mau lo baca setelah sekolah selesai,” kata Keisha pada Rama.
Davin hanya menatap surat itu dengan bingung, tetapi ia mengangguk pelan.
~
Hari itu berlalu dengan lambat bagi Keisha. Ia merasa gugup menunggu reaksi mereka, tetapi ia tahu bahwa ini adalah langkah yang harus ia ambil untuk menemukan kedamaian dalam hatinya.
Ketika hari berakhir, ia menerima pesan singkat dari Rama: “Kei, gue ngerti. Makasih udah jujur. Gue tetap akan ada buat lo, kapan pun lo butuh gue.”
Dan dari Davin: “Kei, gue nggak tahu harus bilang apa. Tapi gue harap lo bahagia dengan keputusan lo.”
Keisha membaca kedua pesan itu dengan air mata mengalir di pipinya. Ia tahu bahwa perjalanan ini belum berakhir, tetapi untuk pertama kalinya, ia merasa bahwa ia telah mengambil langkah yang benar.
Hidupnya mungkin masih penuh dengan teka-teki, tetapi Keisha siap untuk melangkah maju, dengan hati yang perlahan-lahan mulai menemukan jalannya.