Kimmy mencoba berusaha melupakan Jasson, laki-laki yang sudah ia sukai sejak dari kecil. Ia memilih fokus dengan pendidikannya untuk menjadi calon dokter.
Setelah tiga tahun, Kimmy kembali menjadi wanita dewasa dan mendapat gelar sebagai seorang dokter muda. Namun pertemuannya kembali dengan Jasson, pria yang memiliki sikap dingin itu justru malah membuat usahanya selama ini menjadi sia-sia.
Sebuah jebakan memerangkap mereka berdua dalam sebuah ikatan pernikahan. Namun pernikahan mereka berdua semata hanya tertulis di atas kertas dan di depan keluarga saja. Perjanjian demi perjanjian mereka sepakati bersama. Meskipun dalam hubungan ini Kimmy yang paling banyak menderita karna memendam perasaannya.
Banyak sekali wanita yang ingin mendapatkan hati Jasson, tak terkecuali teman sekaligus sekretaris pribadinya. Lantas, akankah Kimmy mampu meluluhkan hati laki-laki yang ia sukai sejak kecil itu?
Kisah ini bagian dari My Introvert Husband 3
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nona lancaster, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Selalu saja memaksa
Benar, jika kau memijakkan pilihan
Pada sesuatu yang terlihat indah
Sungguh itu manusiawi.
Tapi, mengikhlaskan takdir
Adalah kewajiban terbaik
Dan Sungguh itulah kehendak Tuhan.
By greens
Jasson mengemudikan mobilnya menuju hotel tempat klien papanya menginap. Baru beberapa menit yang lalu, laki-laki itu menerima pesan singkat yang berisikan alamat, nomer kamar dan juga nama klien papanya tersebut. Hanya satu kali membaca pesan singkat, Jasson sudah menyimpannya dengan jelas di pikirannya.
Tatapan mata lelaki itu lurus ke depan fokus akan kemudinya, matanya tak berkedip memperhatikan mobil yang berlalu lalang menyalip dan mendahului mobilnya yang saat ini melaju dengan kecepatan sedang. Suara dering ponsel yang berbunyi dengan nyaring membuat salah satu tangan Jasson yang memegang setir mobil teralihkan untuk mengambil ponselnya yang tergeletak di laci mobil tersebut.
Ada satu panggilan masuk dari Alea, membuat Jasson segera menerima panggilan itu. "Iya?" sautnya saat ponsel itu ia genggam da ia letakan di dekat daun telinga.
"Jasson, kau di mana?"
"Aku di jalan habis mengantarkan Kimmy pulang," jawab Jasson.
"Nona Kimmy?" Alea sejenak diam. "Kenapa kau bisa bersama Nona Kimmy?" tanyanya.
"Kimmy kemarin menginap di rumahku, dan tadi dia harus pulang. Mama memaksaku untuk mengantarkannya, itu sebabnya aku mengantarkan dia pulang."
"Oh ... Lalu, setelah ini, kau mau pergi ke mana?" tanya Alea.
"Aku mau menemui klien papaku yang bernama paman Lukas di sebuah hotel dekat kantor."
"Perlu bantuanku?"
"Tidak perlu! Aku bisa menanganinya sendiri. Lagipula ini di luar pekerjaanmu," tutur Jasson.
"Tidak apa-apa, Jasson. Nanti setelah pulang menemui klien Tuan Gio, kita bisa minum kopi bersama, kau tidak mau minum kopi denganku?" tanya Alea.
"Iya, sepertinya sangat menyenangkan untuk minum kopi bersama. Tapi kita bisa melakukannya lain kali, aku masih ingin sendirian dan tidak ada yang menggangguku." Ucapan Jasson tak bisa membuat Alea memaksanya lagi.
"Baiklah kalau begitu. Jika kau memerlukan sesuatu kau bisa mengabariku." Jasson segera mematikan ponselnya tanpa menyaut perkataan Alea.
*
Alea menatap kosong ke sembarang arah dan menggenggam erat ponsel miliknya yang baru saja ia gunakan untuk bertukar suara dengan atasannya tersebut, kedua bola matanya terlihat menyiratkan kesedihan dan sedikit risau. Merasa hati dan perasaanya begitu tidak tenang saat mendengar Jasson menyebut nama Kimmy.
"Nona Kimmy menginap di rumah Jasson? apa itu alasannya, hingga Jasson kemarin tidak kembali ke kantor dan tidak mau diganggu? bahkan dia rela membatalkan pertemuan dengan klien pentingnya." Alea menggeleng pelan kepalanya dan tersenyum kecut.
"Hanya karna wanita dia sampai seperti ini? Sungguh tidak profesional sekali dia." Rasanya Alea merasa kesal, memangnya siapa dia hingga merasa kesal seperti ini? pikirnya.
***
Malam harinya, setelah Jasson melakukan pertemuan dengan klien papanya, ia segera kembali pulang ke rumah. Semua anggota keluargnya sedang berkumpul di ruang tamu dan menunggunya pulang untuk makan malam. Sejenak memberi sapaan kepada Merry dan Gio, sebelum akhirnya ia pergi ke kamar untuk membersihkan tubuhnya dan mengganti pakaiannya yang sedikit lusuh.
Kurang lebih setengah jam lamanya, Jasson kembali turun dari kamarnya dan menghampiri anggota keluarganya yang sudah menunggu dirinya di meja makan.
"Lama sekali! bentak Jesslyn.
"Heh! Kau bisa makan terlebih dulu! Untuk apa kau menungguku!" sahut Jasson sembari mendudukan tubuhnya di kursi yang baru saja ia tarik.
"Kalau tidak menunggumu, papa tidak mengizinkanku makan!" seru Jesslyn.
"Jesslyn ... Jasson!" teguran Gio membuat perdebatan antar saudara kembar itu terhenti.
"Kalian ini selalu saja ribut! Kalian ini saudara!" bentak Gio.
"Kalau aku yang salah, papa selalu memarahiku. Kalau Jesslyn yang salah, kita berdua yang terkena marah," gerutu Jasson.
"Bicara apa?"
"Tidak, Pa."
"Sudah, ayo cepat kita makan!" perintah Merry. Wanita itu memulai untuk mengambilkan suami dan kedua anak kembarnya itu makanan di masing-masing piring mereka.
"Kakak dan Alana tidak jadi menginap di sini, Ma?" tanya Jasson.
"Tidak, Sayang. Elga tadi rewel sekali dan ingin pulang, jadi mereka terpaksa pulang."
"Kau tadi mengantarkan Kimmy sampai rumah, kan, Sayang?" tanya Merry.
"Jasson menurunkan dia di tengah jalan." Jasson menjawabnya dengan santai sambil mengunyah makanan yang baru saja ia daratkan ke dalam mulutnya.
"Jasson!" Bentakan itu terlontar dari mulut Jesslyn, Gio dan Merry secara bersamaan.
"Jasson, kenapa kau menurunkan Kimmy di jalan raya?" seru Jesslyn dengan amarah yang menajam.
"Jasson apa benar kau menurunkan Kimmy di jalan raya?" tanya Merry.
"Jasson, itu tidak benar, kan?" tanya Gio.
Pertanyaan yang dilontarkan oleh orang tua dan adik kembarnya secara beruntun, membuat Jasson heran dan menggelengkan kepalanya. Memangnya apa istimewanya wanita itu? pikirnya.
"Jasson, kenapa diam?" bentak Merry.
"Memangnya Jasson setega itu menurunkan wanita di tengah jalan?" Perkataan Jasson membuat Jesslyn, Gio dan Merry begitu lega saat mendengarnya. Jasson tidak akan melakukan hal seperti itu.
"Mama kira kau benar-benar menurunkan Kimmy di jalan, Nak."
"Tidak, Ma. Jasson mengantarkannya hingga rumah."
"Awas kau sampai berani mengganggu Kimmy! Aku akan mencincangmu." Jesslyn menngancam Jasson dengan mendekatkan sebuah garpu yang ia pegang di dekat wajah saudanya itu.
"Kau berani denganku!" seru Jasson.
"Jasson ... Jesslyn!" Bentakan Gio seketika menghentikan mereka berdua.
***
Seusai makan malam, Jasson berpamitan kembali ke kamarnya. Ia menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidur, tangannya meraih buku bacaan miliknya yang kemarin belum sempat terselesaikan. Baru saja tangannya membuka cover buku itu. Pintu kamarnya yang tertutup tiba-tiba terbuka membuat sorot mata laki-laki itu teralihkan ke arah sana, terlihat papa Gio berdiri di ambang pintu dengan tangan yang masih memegang gagang pintu tersebut, lalu laki-laki yang memiliki tiga orang anak itu berjalan menghampiri putranya tersebut.
"Papa?" Jasson beranjak duduk dan menutup bukunya, lalu ia meletakan buku itu kembali ke tempat semula.
"Papa tadi lupa bertanya. Bagaimana? apa klien Papa menyenangkan?" Gio mendudukan tubuhnya di tepi tempat tidur persis di samping Jasson sambil menepukan telapak tangan di bahu putranya itu.
"Paman Lukas terlalu banyak bicara, Jasson tidak suka!"
"Tapi dia menyukaimu, katanya kau pandai dan sangat menyenangkan saat diajak berdiskusi."
"Hemmm ...." Jasson mencebikan bibirnya. Mengingat kembali saat dirinya tadi di hotel bersama dengan laki-laki seumuran papanya tersebut, ia menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk mendengar cerita dan ocehan dari klien papanya yang ia rasabegitu menyebalkan. Jasson memanglah pendengar yang baik, ia lebih suka mendengarkan daripada bercerita, mungkin itu sebabnya klien Gio sangat menyukainya.
"Jasson, putri sulung paman Lukas hari selasa akan menikah, dan beliau mengundang papa dan dirimu untuk menghadiri pesta pernikahannya," tutur Gio.
"Jasson tidak berminat. Paman Lukas kan bukan klien Jasson untuk apa mengundang Jasso? lagipula, Papa sudah terbiasa menghadiri pesta pernikahan bersama mama. Jadi Papa ajak mama saja, atau ajak Jesslyn."
"Paman Lukas sendiri yang ingin mengundangmu, Nak. Dia memiliki satu orang putri lagi dan putrinya itu sangatlah cantik. Paman Lukas ingin memperkenalkanmu dengan putrinya. Barangka--"
"Papa, Jasson tidak berminat untuk menghadiri acara itu!" tukasnya. "Apa Jasson tidak selaku itu, hingga papa harus memperkenalkan Jasson dengan perempuan? Sungguh konyol!" seru Jasson.
"Apa salahnya berkenalan? barangkali kau tertarik dengan putri paman Lukas," tutur Gio.
Gio mendengus. "Nak, kau mau sampai kapan seperti ini? Papa sama sekali tidak pernah melihatmu memiliki kekasih atau dekat dengan perempuan selain Alea. Kau sibuk bekerja dan bersenang-senang dengan Daven dan Harry. Lalu kapan kau mau menata hidupmu?"
"Menata hidup? memangnya hidup Jasson sekacau itu?" tanya Jasson, suaranya terdengar tidak terima.
"Bukan seperti itu. Papa hanya ingin melihatmu dan Jesslyn sama-sama segera menikah. Papa ingin di usia Papa dan mama yang sudah senja, rumah ini dikelilingi oleh cucu-cucu Papa."
"Nanti jika sudah waktunya, Jasson pasti akan menikah! Tapi tidak untuk saat ini!" jawab Jasson dengan begitu santainya.
"Iya, tapi kapan itu?"
Gio berdecak kesal saat tak mendapatkan jawaban dari Jasson akan pertanyaan terakhirnya.
"Apa kau menyukai Alea, Nak? Kalau kau menyukainya, Papa juga akan setuju, kau bisa menikah dengannya."
"Papa ini kenapa? Alea hanya teman dan sekretaris Jasson, tidak lebih dari itu!" seru Jasson.
"Tolong Papa jangan memaksa Jasson seperti ini! Jasson masih belum ingin menikah, Pa!" sambungnya dengan suara yang semakin menajam. Gio merasa bosan mendengar putranya yang selalu menjawab dengan jawaban yang sama setiap kali dirinya membahas masalah pernikahan.
Gio menghela napasnya dengan panjang. "Baiklah, papa tidak akan memaksamu lagi. Tapi tolong, kali ini turuti Papa. Selasa temani Papa menghadiri pesta pernikahan putri paman Lukas." Gio beranjak berdiri meninggalkan tempat duduknya yang berbekas.
"Papa, Jasson tidak mau!"
"Kau harus mau!" Gio menegaskan jari telunjuknya dan berlalu pergi meninggalkan kamar putranya tersebut.
"Papa ...." panggilan Jasson terbuang sia-sia saat melihat Gio tak menghiraukannya.
"Papa selalu saja memaksa!" Jasson berdecak, ia tak memiliki pilihan lain selain menerima ajakan papanya tersebut.
Lalu, Jasson meminta dukungan kepada para pembaca, supaya jangan lupa memberi dukungan berupa like dan votenya. Terimakasih.
🥰🥰🥰