Bianca Aurelia, gadis semester akhir yang masih pusing-pusingnya mengerjakan skripsi, terpaksa menjadi pengantin pengganti dari kakak sepupunya yang malah kecelakaan dan berakhir koma di hari pernikahannya. Awalnya Bianca menolak keras untuk menjadi pengantin pengganti, tapi begitu paman dan bibinya menunjukkan foto dari calon pengantin prianya, Bianca langsung menyetujui untuk menikah dengan pria yang harusnya menjadi suami dari kakak sepupunya.
Tapi begitu ia melihat langsung calon suaminya, ia terkejut bukan main, ternyata calon suaminya itu buta, terlihat dari dia berjalan dengan bantuan dua pria berpakaian kantor. Bianca mematung, ia jadi bimbang dengan pernikahan yang ia setujui itu, ia ingin membatalkan semuanya, tidak ada yang menginginkan pasangan buta dihidupnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aure Vale, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ditolak Mertua
"Siapa yang menyuruhmu membawa wanita itu?"
Baru saja Bianca dan Kaivan membuka pintu utama rumah keluarga Yasser, mereka berdua sudah dihadang Rosie, mama Kaivan dengan kedua tangan terlipat di depan dada.
Bianca diam, ia tidak tahu harus membalas apa kepada mama Kaivan alias mama mertuanya, ia sendiri menjadi bingung, kenapa sekarang ia menjadi takut untuk berhadapan dengan mama Kaivan, padahal dulu, ia baik-baik saja bahkan jika dihina sekalipun.
"Jawab Kaivan!" bentak Rosie membuat Bianca terlonjak karena terkejut, bahkan bodyguard yang Rosie kirimkan untuk menjemput putranya pun sama terkejutnya dengan Bianca.
"Kaivan tidak akan pulang jika tidak dengan Bianca," balas Kaivan menggenggam tangan Bianca yang sedikit berkeringat, menyalurkan sedikit kekuatan kepada Bianca agar ia tidak takut dengan mamanya.
"Kau pikir kau siapa berani membawa orang lain ke dalam rumah tanpa izin dariku?" tanya Rosie yang perkataannya sukses membuat Bianca terkejut.
tidak ada lagi penyebutan 'mama' untuk dirinya sendiri, Bianca jadi ragu, apakah benar ini mama kandung dari suaminya, karena sikapnya sama sekali tidak mencerminkan mama kandung dari Kaivan.
"Bianca istriku," balas Kaivan datar, tidak ada suara takut sedikitpun yang keluar dari bibir Kaivan.
"Mama sudah bilang, jangan bawa siapapun ke dalam rumah selain Della, ngerti, Kaivan?" ujar Rosie dengan menekankan nama Della dan mata yang menatap tajam Bianca.
"Lalu kenapa? Ada apa dengan Della sampai mama sebegitu inginnya Della menikah denganku?" tanya Kaivan menatap lurus depannya, dari suaranya Bianca tahu jika Kaivan mulai sedikit kesal dengan pembahasan yang sedang mereka bicarakan ini.
"Lebih baik kalian masuk dulu, banyak orang di luar yang mungkin akan membuat rumor tidak baik di sosial media!"
Tiba-tiba Ettan, papa dari Kaivan muncul di belakang istrinya lengkap dengan wajah datarnya.
"Ayok!" bisik Kaivan kecil.
Bianca mengangguk lalu menggandeng lengan Kaivan masuk ke dalam dan mengikuti Ettan juga Rosie yang sudah berjalan lebih dulu di depan mereka.
"Duduk!" perintah Ettan datar.
Bianca mengangguk lalu membawa Kaivan untuk duduk di sofa bersebrangan dengan Ettan dan Rosie.
"Jelaskan!" perintah Ettan entah kepada siapa, karena kedua mata papa dari Kaivan menatap tajam Bianca yang duduk di sebelah Kaivan.
Bianca membuka mulutnya hendak menjelaskan mengapa ia bisa ikut Kaivan pulang ke rumah kedua orang tuanya, tapi ucapan Kaivan menghentikan sukses membuat dirinya terdiam.
"Tidak ada yang perlu di jelaskan, harusnya Kaivan yang mengatakan itu,"
Bianca mencuri-curi pandang kepada Ettan, papa Kaivan itu yang wajahnya sudah datar dan dingin, selain datar karena mendengar ucapan Kaivan yang mungkin di mata mereka terlihat sangat tidak sopan, apalagi mereka ternyata dari keluarga yang cukup berpengaruh dalam dunia bisnis, Bianca baru mengetahuinya ketika dia iseng mencari tahu tentang keluarga Kaivan.
Dan berapa terkejutnya Bianca, ternyata Kauvan bukan dari keluarga yang biasa saja, satu keluarga besarnya memiliki pengaruh yang cukup kuat dalam dunia bisnis, belum lagi mamanya yang ternyata seorang designer terkenal di negara Amerika.
"Setelah operasi matamu selesai, papa tidak mau tahu, kamu harus menceraikan istrimu dan menikah dengan Della," tegas Ettan.
Kaivan mengepalkan tangannya, aku menoleh karena dapat merasakan kepalan tangannya yang berada di antara tubuh kami yang duduk berdempetan.
"Katakan alasannya?" tantang Kaivan, ia rasa sudah saatnya ia membongkar semuanya, mungkin mama dan papanya tidak mengetahui niat dari masing-masing mereka, tapi Kaivan tahu, dan Kaivan memiliki bukti-buktinya, hanya saja tidak akan seru karena Kaivan belum dapat melihat, ia harus bersabar sampai penglihatannya kembali dan ia akan memperlihatkan bagaimana busuknya mama dan papanya dalam menjalani rumah tangga mereka.
"Jadi kamu ke sini mau operasi mata?" bisik Bianca yang hanya diangguki oleh Kaivan, ia tidak ada waktu untuk menjelaskan kepada Bianca, biarlah ia menjelaskannya nanti saat mama dan papanya tidak lagi marah tidak jelas.
"Papa dan papa tidak mau tahu, kamu harus menceraikan wanita itu dan menikah dengan Della," tegas Rosie.
"Kenapa kalian berdua menjadi kompak memaksaku untuk menikahi Della?" tanya Kaivan pelan.
"Dia tidak pantas menjadi bagian keluarga kita Kaivan," ucap Rosie cepat.
Kaivan hanya mengangguk kecil untuk menanggapi ucapan mamanya, kemudian ia berdiri dan sedikit menarik tangan Bianca agar ikut berdiri.
"Kamarku ada di lantai dua, pintu berwarna coklat, kita bisa langsung istirahat di kamar," ucap Kaivan kepada Bianca.
Bianca mengangguk, lalu mulai melangkah dengan Kaivan yang ia tuntun agar tidak menabrak benda di depannya dan meninggalkan mertuanya tanpa mengucapkan apapun lagi, ia tahu sikapnya tidak sopan, tapi Kaivan bilang ia harus seperti ini agar tidak semakin diinjak-injak oleh mereka, karena semakin kita lemah, maka orang tua Kaivan akan berpikir semakin mudah untuk menyingkirkan dirinya.
"Siapa yang mengizinkan kalian masuk kamar?" tanya Rosie membuat langkah Kaivan dan Bianca terhenti.
"Lalu apa lagi?" tanya balik Kaivan.
"Mama dan papa belum selesai bicara Kaivan, tidak ada satupun dari kami yang mengajarkan ketidaksopanan dirimu, darimana kamu mempelajarinya? Apakah wanita itu?" tanya Rosie seraya melangkah mendekati Kaivan dan Bianca yang sudah berada di tengah tangga.
"Sepertinya mama lupa ingatan," balas Kaivan, lalu memberi kode Bianca agar mereka melanjutkan langkahnya.
"Kaivan," teriak Rosie semakin marah melihat bagaimana susahnya Kaivan diberitahu, ia bahkan hampir melayangkan high heels miliknya ke arah Kaivan, tapi untungnya Ettan langsung menghentikannya.
"Tidak perlu melemparnya dengan high heels itu, suasana akan semakin kacau Rosie," peringat Ettan membuat Rosie mendengus dan melangkah memasuki kamarnya yang berada di dekat ruang tamu.
"Jangan khawatir, mereka tidak akan berani melukaimu," bisik Kaivan saat Bianca membuka sebuah pintu berwarna coklat.
"Aku tahu," balas Bianca.
Bianca membantu Kaivan membuka pakaiannya, lalu membantunya mengganti pakaian yang ia ambil dari lemari besar berwarna coklat kayu.
"Ingin ke kamar mandi dulu?" tanya Bianca.
Kaivan mengangguk, Bianca pun langsung memutar tubuhnya mencari pintu kamar mandi, "dimana pintu kamar mandinya?" tanya Bianca seraya memperhatikan dua pintu berwarna coklat kayu di depannya.
"Sebelah kiri dari arah berdiri pintu masuk kamar," beritahu Kaivan.
Bianca mengangguk, itu artinya sebelah kiri dari posisi ia dan Kaivan berdiri, karena mereka berdua berdiri dengan membelakangi pintu kamar.
Kaivan melangkah pelan ke arah kamar mandi dengan Bianca yang menuntunnya.
Bianca menggeser pintu kamar mandi, karena ia model geser, tapi ternyata masih ada satu pintu lagi yang berwarna bening yang menjadi pintu terakhir sebelum benar-benar masuk ke dalam kamar mandi.
Bianca terpesona dengan desain yang ada di dalam kamar mandi, di paling depan, tepat di depan pintu bening, ada wastafel besar dengan lemari-lemari kecil di sampingnya, lalu ada juga cermin besar dengan desain bentuk bulat di dinding, lalu di samping wastafel shower dan juga bathup yang berukuran besar dengan dinding kaca sebagai pembuatan antara tempat untuk mandi dan juga wastafel, di sebelah tempat untuk mandi barulah terletak closet duduk yang ruangnya lebih kecil dari tempat untuk mandi.
Desainnya benar-benar detail dan bagus, Bianca tidak pernah menyangka Kaivan yang notabenya anak dari pria yang memiliki pengaruh dalam dunia bisnis lebih memilih hidup di dalam apartemen yang menurut dia sangat sederhana, mungkin karena hadiah terakhir dari kakak perempuannya yang membuat apartemen itu ada nilai tersendiri bagi Kaivan.