Chen Lin, sang mantan agen rahasia, mendapati dirinya terlempar ke dalam komik kiamat zombie yang ia baca. Sialnya, ia kini adalah karakter umpan meriam yang ditakdirkan mati tragis di tangan Protagonis Wanita asli. Lebih rumit lagi, ia membawa serta adik laki-laki yang baru berusia lima tahun, yang merupakan karakter sampingan dalam komik itu.
Sistem yang seharusnya menjadi panduan malah kabur, hanya mewariskan satu hal: Sebuah Bus Tua . Bus itu ternyata adalah "System's Gift" yang bisa diubah menjadi benteng berjalan dan lahan pertanian sub-dimensi hanya dengan mengumpulkan Inti Kristal dari para zombie.
Untuk menghindari kematiannya yang sudah tertulis dan melindungi adiknya, Chen Lin memutuskan untuk mengubah takdir. Berbekal keterampilan bertahan hidup elit dan Bus System yang terus di-upgrade, ia akan meninggalkan jalur pertempuran dan menjadi pedagang makanan paling aman dan paling dicari di tengah kehancuran akhir zaman!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Si kecil pemimpi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Desa A
Keesokan paginya, bus rongsokan itu kembali melaju menuju Desa A. Perjalanan tidak mulus.
Beberapa kali mereka terpaksa berhenti untuk membasmi zombie yang berkeliaran di jalanan. Mei Yiran, yang baru mulai menguasai kekuatan elemen kayu, ikut turun dari bus. Baginya itu bukan hanya cara membayar ongkos perjalanan, tetapi juga latihan penting.
Awalnya gerakannya kaku. Dahan kayu yang ia panggil dari tanah hanya muncul setinggi lutut, kurus, dan gemetar seperti bayi baru lahir. Tapi setiap kali ia mencoba lagi, batang kayu itu semakin kuat, semakin cepat.
Dengan bimbingan singkat dari Chen Lin, ia mulai bisa mengarahkan akar-akar kecil untuk menjerat kaki zombie—meski kadang jeratnya lepas, kadang malah mengikat dirinya sendiri hingga nyaris tersungkur.
Walau begitu, kerja sama mereka terlihat rapi dan alami, seakan sudah berbulan-bulan berlatih.
Chen Lin selalu bergerak dua langkah di depan, menutupi celah kelemahannya. Mei Yiran menjadi tangan ketiga, menahan gerakan zombie agar Chen Lin bisa menyelesaikan sisanya.
Setelah perjalanan panjang, akhirnya mereka tiba di pintu masuk Desa A.
Mei Yiran terdiam.
Desa yang dulu ia banggakan, dulunya penuh sawah hijau, ladang luas, dan jalanan yang selalu dilalui anak-anak pulang sekolah—kini berubah menjadi sesuatu yang tidak bisa disebut desa lagi. Hanya ada dinding hijau gelap dari tanaman liar yang merambat, menutupi rumah, tiang listrik, bahkan jalanan.
Dalam empat hari sejak dunia runtuh, tanaman-tanaman itu telah bermutasi dengan liar, tumbuh seperti makhluk hidup yang memiliki keinginan sendiri.
Chen Lin memandang pemandangan itu lama.
Seolah-olah bumi benar-benar sedang meluapkan amarahnya. Setelah bertahun-tahun dipaksa menanggung ulah manusia—hutan yang dibakar, sungai yang dikotori, tanah yang dieksploitasi dan masih banyak kerusakan lainnya—kini semuanya berbalik secepat kilat.
Dalam empat hari saja, tanaman berubah menjadi makhluk mutan yang tumbuh liar tanpa kendali, menelan rumah, jalanan, bahkan manusia sendiri. Dunia seperti ingin memulai ulang, seakan berkata bahwa jika dulu tumbuhan dan hewan hanya bisa menjadi mangsa, kini manusialah yang harus merasakan ketakutan yang sama.
Bumi seolah menarik garis baru, menegaskan bahwa masa kejayaan manusia sudah berakhir dan giliran alam mengambil kembali haknya.
Bus berhenti di depan rumah Mei Yiran—atau setidaknya, tempat di mana rumah itu pernah berdiri. Tak ada yang tersisa selain gumpalan tanaman merambat berlapis-lapis, setebal dinding gua.
Jantung Mei Yiran seperti berhenti.
Ia langsung ingin turun, hendak berlari menuju rumah itu, tetapi Chen Lin cepat-cepat menarik lengannya.
“Jangan! Tanaman mutan itu memangsa apa pun yang mendekat,” katanya tegas.
Tapi Mei Yiran tak peduli. Ia menggigit bibirnya dan berteriak sekeras mungkin.
“Ayah! Ibu!
Kalian di mana?!
Jawab aku!!”
"Aku datang, ayah.... ibu... "
Suara teriakan itu pecah, menggema, lalu tenggelam ditelan kesunyian.
Tidak ada satu pun suara yang membalas.
Hanya desis pelan dari daun-daun mutan yang bergerak seperti sedang bernapas.
Setelah berkali-kali memanggil, suaranya serak. Lututnya melemah.
“Tidak… tidak mungkin…
Mereka pasti bersembunyi… pasti…”
Chen Lin tahu ia harus mengatakan yang sebenarnya, meski pahit.
“Yiran… lihatlah desa ini,” katanya perlahan. “Tidak ada suara. Tidak ada tanda kehidupan. Orang-orang di sini… kemungkinan besar sudah dimangsa tanaman mutan.”
Mei Yiran menggeleng keras, air mata jatuh tanpa henti.
“Tidak… tidak… mereka tidak mungkin mati… tidak secepat ini…”
Namun kenyataan terpampang di depan mata.
Baru empat hari sejak kiamat, tapi tanaman mutan sudah berkembang sebegitu mengerikan. Untuk pertama kalinya, Chen Lin merasakan tekanan dan krisis yang nyata—bahwa jika mereka tidak segera menjadi lebih kuat, cepat atau lambat mereka pun akan menjadi mangsa.
Mereka tetap di dalam bus sampai Mei Yiran sedikit tenang. Untungnya, bus itu sangat canggih. Sistem penyaring di dalamnya bahkan mencegah serangga kecil datang mendekat, apalagi tanaman mutan.
Setelah memastikan Mei Yiran mampu duduk tanpa menangis tersedu-sedu, Chen Lin memberi aba-aba pada Jin Rang untuk melanjutkan perjalanan.
Mereka akan berkeliling Desa A.
Meskipun harapan hampir tidak ada, mereka tetap harus memastikan—barangkali, mungkin saja, ada satu atau dua orang yang masih hidup, bersembunyi, menunggu diselamatkan.
Mereka sudah lama berkeliling desa A, tapi tak menemukan satu pun manusia hidup. Semakin jauh mereka berjalan, semakin sunyi desa itu terasa—seperti tempat yang sudah ditinggalkan dunia.
Suasana berubah sendu, dan akhirnya Mei Yiran kembali menangis. Hanya dalam dua hari, dia kehilangan seluruh kerabat dan teman-temannya. Hatinya terasa hampa—untuk apa kekuatan ini, jika bahkan orang yang paling dia sayangi tidak bisa dia selamatkan?
Chen Lin berdiri di sampingnya, menepuk pelan bahunya tanpa banyak kata. Wentao ikut menyodorkan sebotol air. Mei Yiran menerimanya dengan lemah, meminum sedikit, mencoba menenangkan diri.
“Sudah tenang?” tanya Chen Lin lembut.
“Ya…” jawab Mei Yiran lirih, meski suaranya masih bergetar.
Chen Lin menarik napas dan menatapnya serius. “Kenyataan memang kejam. Semakin kita menyayangi seseorang, semakin besar kemungkinan kita kehilangannya. Kau boleh sedih, tapi jangan tenggelam di dalamnya. Perjalanan masih panjang… dan aku yakin orang tuamu juga tidak ingin melihatmu hancur seperti ini.” Ia berhenti sejenak, lalu menambahkan,
“Walaupun terdengar keras, aku harus bertanya—apa kau mau bergabung dengan kami?”
Mei Yiran memandang mereka satu per satu. Kelembutan Chen Lin, ketenangan Jin Rang, perhatian Chen Wei, dan konyolnya Wentao—walaupun baru kenak selama sehari tapi merwka semua membuatnya merasa aman. Chen Lin benar… dia tidak boleh berhenti di sini. Setelah menghapus air matanya, dia mengangguk. “Aku mau… aku ingin ikut.”
Senyum kecil muncul di wajah mereka semua.
Sebelum melanjutkan perjalanan ke tempat ternak Chen Lin, mereka makan lebih dulu. Kali ini hanya makanan siap saji, tapi tak ada yang mengeluh. Setelah perut terisi, mereka melanjutkan perjalanan dan akhirnya tiba di lokasi ternak.
Tempat itu hanyalah kandang sederhana. Namun saat Chen Lin masuk dan melihat hewan-hewan itu masih normal—tidak bermutasi, tidak agresif—dia akhirnya bisa bernapas lega. Syukurlah, setidaknya satu kekhawatirannya tidak menjadi kenyataan.
Namun satu pertanyaan penting langsung muncul di kepalanya:
Bagaimana cara membawa semua hewan ini masuk ke ruang tanam? Masa harus diseret satu-satu ke dalam bus?
Ia memandang kandang itu lama, menggaruk kepalanya sambil menghela napas.
“Ini… gimana bawanya?” gumamnya putus asa.
...***************...
Maaf satu bab dulu untuk hari ini. sebenarnya mau buat dua bab, tapi mata ini sudah tidak bisa dia ajak menyala, dan bentar lagi paling othor akan tertidur. besok othor ganti satu bab yang gak sempat di buat ini
makasih udah up untuk hari ini👍👍👍 cerita nya bagus seru sekali cerita nya👍👍