NovelToon NovelToon
Cinta Beda Alam : Ternyata Istriku Jin

Cinta Beda Alam : Ternyata Istriku Jin

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Cinta Beda Dunia / Cinta Terlarang / Mata Batin / Romansa / Reinkarnasi
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: Dri Andri

Bagaimana jika wanita yang kau nikahi... ternyata bukan manusia?
Arsyan Jalendra, pemuda miskin berusia 25 tahun, tidak pernah menyangka bahwa pertemuannya dengan Wulan Sari—wanita cantik misterius yang menolongnya saat nyaris tenggelam di sungai—adalah awal dari takdir yang akan mengubah dua alam.
Wulan sempurna di mata Arsyan: cantik, lembut, berbakti. Tapi ada yang aneh:
Tubuhnya dingin seperti es bahkan di siang terik
Tidak punya bayangan saat terkena matahari
Matanya berubah jadi keemasan setiap malam
Aroma kenanga selalu mengikutinya
Saat Arsyan melamar dan menikahi Wulan, ia tidak tahu bahwa Wulan adalah putri dari Kerajaan Cahaya Rembulan—seorang jin putih yang turun ke dunia manusia karena jatuh cinta pada Arsyan yang pernah menyelamatkan seekor ular putih (wujud asli Wulan) bertahun lalu.
Cinta mereka indah... hingga rahasia terbongkar.
Ratu Kirana, ibunda Wulan, murka besar dan menurunkan "Kutukan 1000 Hari"—setiap hari Arsyan bersama Wulan, nyawanya terkuras hingga mati

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dri Andri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 4: Pertemuan Kedua yang Tidak Biasa

Arsyan nggak bisa tidur lagi.

Udah jadi kebiasaan kayaknya—sejak Wulan masuk ke hidupnya, tidur jadi barang langka. Pikirannya selalu kemana-mana. Mikirin senyum Wulan. Suaranya. Tatapannya. Dan... tangannya yang dingin itu.

Kenapa sedingin itu?

Arsyan guling-guling di kasur tipis yang pegas-pegasnya udah pada bocel. Kipas angin masih bunyi "ngik ngik ngik" kayak mau pensiun paksa. Tapi dia nggak peduli. Dia cuma mikirin satu hal:

Besok Wulan dateng lagi nggak ya?

"Gue bener-bener udah gila," gumamnya sambil nutup muka pake bantal. "Gue baru kenal beberapa hari, kok udah kayak gini sih?"

Tapi hatinya nggak bisa bohong. Dia suka Wulan. Suka banget. Dan itu... meresahkan sekaligus bikin seneng.

Pagi itu, Arsyan bangun kesiangan. Jam tujuh lewat. Biasanya jam enam udah berangkat bawa gerobak. Tapi semalam kebanyakan mikir, jadinya telat.

"Arsyan! Kamu kenapa sih akhir-akhir ini?!" suara ibunya nyaring dari dapur.

Arsyan cepet-cepet bangun, gosok gigi sambil lari-lari kecil. "Maaf, Bu! Aku telat!"

Ibunya—perempuan kurus, rambut udah setengah putih, tapi matanya masih tajam—melipat tangan di depan dada. "Kamu sakit? Atau... ada masalah?"

"Nggak, Bu. Aku cuma... kurang tidur aja."

"Kurang tidur kenapa? Kamu mikirin warung? Atau..." Mata ibunya menyipit. "...ada cewek?"

Arsyan nyaris keselek odol.

"NGGAK, BU!"

"Bohong. Muka kamu merah."

"Bu, aku buru-buru—"

"Arsyan." Suara ibunya jadi lembut. "Kalau kamu suka sama seseorang, bilang. Ibu pengen tau."

Arsyan diam sebentar. Lalu dia duduk di kursi dapur, napas panjang. "Bu... ada cewek. Namanya Wulan. Dia... baik. Cantik. Tapi..."

"Tapi apa?"

"Aku... aku takut."

"Takut kenapa?"

Arsyan nggak bisa jelasin. Gimana caranya dia bilang "Bu, aku takut Wulan bukan manusia"? Nggak masuk akal.

"Nggak, Bu. Lupain. Aku harus berangkat."

Ibunya menatap Arsyan lama. Lalu dia pegang tangan Arsyan. "Nak, ibu cuma mau bilang satu hal: kalau kamu cinta sama seseorang, pastiin dia juga cinta sama kamu. Dan pastiin... dia baik buat kamu."

Arsyan mengangguk. "Iya, Bu."

"Sekarang sana, berangkat. Warungmu udah nungguin."

Arsyan nyamperin gerobaknya yang diparkir di gang samping rumah. Gerobak tua yang catnya udah ngelupas, tapi itu satu-satunya harta Arsyan. Dia sayang banget sama gerobak ini—kayak sayang sama anak sendiri.

Pas lagi nyoba dorong, rodanya macet.

"Ah anjir... jangan sekarang dong..." Arsyan nyoba goyang-goyangkan, tapi tetep nggak bisa.

"Gas!"

Arsyan noleh. Dzaki dateng bawa al-Qur'an kecil dan tasbih di tangan.

"Zak, bantuin dong. Roda gue macet."

Dzaki megang roda gerobak, terus tiba-tiba mukanya pucat.

"Gas..."

"Apa?"

"Ada... ada yang aneh."

Arsyan mulai kesel. "Zak, jangan mulai deh. Roda gue emang udah tua, wajar macet."

"Bukan itu, Gas. Ini... ada aura gaib."

"HAH?"

Dzaki serius banget. Dia keluarin tasbih, baca doa pelan-pelan, terus sentuh roda gerobak. "Ya Allah... ini... ini ada bekas energi... jin."

Arsyan jantungnya langsung ngebut.

"Zak, lo ngomong apa sih?!"

"Gas, gerobak lo kemarin... ada jin yang sentuh. Aku bisa rasain."

"JIN MANA? YANG ADA CUMA WULAN—"

Arsyan langsung nutup mulut.

Dzaki menatap Arsyan. Lama. Matanya membulat.

"Gas... Wulan itu... siapa?"

Arsyan menelan ludah. "Nggak... dia cuma... pembeli."

"Pembeli yang gimana?"

"Ya... pembeli biasa!"

"Gas, energi jin yang aku rasain ini... baru. Baru kemarin sore. Dan lo bilang kemarin sore ada Wulan—"

"ZAK, JANGAN!"

Arsyan napasnya berat. Tangannya gemetar. "Jangan... jangan bilang Wulan itu jin. Jangan, Zak. Aku... aku nggak mau denger."

Dzaki diam. Lalu dia pegang bahu Arsyan. "Gas... aku nggak bilang Wulan jahat. Jin ada yang baik, ada yang jahat. Tapi... lo harus hati-hati. Kalau dia emang jin... berarti dia dateng ke dunia manusia pasti ada alasannya."

Arsyan nggak jawab. Dia cuma... bingung. Takut. Tapi di saat yang sama... dia nggak mau percaya.

Wulan itu baik. Dia nggak mungkin jin. Nggak mungkin.

Tapi kenapa... kenapa dalam hatinya, ada suara kecil yang bilang: "Lo udah tau dari awal, Gas. Lo cuma nggak mau ngaku."

Siang itu, warung Arsyan rame.

Rame banget.

Biasanya sehari cuma 3-5 pembeli. Tapi hari ini? Udah 12 orang. Dan baru jam sebelas siang.

Bhaskara yang kebetulan lewat langsung melongo.

"GAS! WARUNG LO KENAPA?!"

"Gue juga nggak ngerti, Bhas! Tiba-tiba rame!"

"Ini... ini nggak normal, Gas."

"Apanya yang nggak normal? Mungkin soto gue emang enak!"

"Gas, kemarin lo sepi banget. Sekarang tiba-tiba rame? Dan ini terjadi sejak... sejak Wulan dateng kan?"

Arsyan berhenti ngaduk kuah.

"Lo... lo mikir Wulan yang bikin ini?"

"Entahlah, Gas. Tapi... ini terlalu kebetulan."

Dzaki yang juga dateng (bawa minyak zaitun dan air zam-zam, nggak jelas buat apaan) ikutan nimbrung.

"Gas, mungkin dia jin penolong. Jin yang emang turun buat bantu manusia. Itu ada kok, dalam Islam."

Arsyan menatap mereka berdua. "Jadi... kalian berdua yakin Wulan itu... jin?"

Bhaskara dan Dzaki saling pandang.

Lalu mereka kompak ngangguk.

"Gas... lo harus tanya langsung ke dia," kata Bhaskara pelan.

"Gimana caranya?! 'Eh Wulan, lo jin ya?' Gitu?!"

"Ya nggak langsung gitu juga, tapi—"

"Udah! Gue nggak mau bahas ini lagi!" bentak Arsyan.

Tapi malamnya, pas warung udah sepi, Wulan dateng.

Seperti biasa—tiba-tiba muncul, senyum lembut, bawa tas kain lusuh.

"Mas... aku dateng lagi."

Arsyan jantungnya campur aduk. Senang, takut, bingung—semua jadi satu.

"Mbak... kita... kita perlu ngobrol."

Wulan duduk. Mukanya sedikit khawatir. "Ada apa, Mas?"

Arsyan menarik napas panjang. Tangannya kepal-kepal nggak jelas di paha.

"Mbak... lo... lo siapa sebenarnya?"

Wulan terdiam.

Matanya—yang tadinya coklat gelap—sekarang ada pantulan emas samar. Samar banget, tapi Arsyan bisa liat.

"Kenapa Mas tanya gitu?"

"Karena... karena ada yang aneh. Warung gue tiba-tiba rame. Temen-temen gue bilang ada... ada energi gaib di gerobak gue. Dan... dan tangan Mbak kemarin... dingin banget."

Wulan menunduk.

Lama.

Hening banget. Cuma suara angin dan suara sungai yang mengalir.

"Mas... takut sama aku?" bisik Wulan pelan.

Arsyan nggak langsung jawab. Jujur? Dia takut. Tapi...

"Aku... aku nggak tau, Mbak. Tapi yang aku tau... aku suka sama Mbak. Mau Mbak siapapun."

Wulan dongak. Matanya berkaca-kaca.

"Mas... aku... aku nggak bisa jelasin sekarang. Tapi... percaya sama aku. Aku nggak akan nyakitin Mas. Aku janji."

"Tapi Mbak—"

Wulan tiba-tiba berdiri, peluk Arsyan.

Pelukan erat. Pelukan yang... dingin. Tapi ada kehangatan lain di sana—kehangatan hati.

"Mas... tunggu waktunya. Nanti aku bakal jelasin semuanya. Tapi sekarang... percaya dulu sama aku. Boleh?"

Arsyan—meskipun otaknya teriak "jangan!"—malah balas peluk Wulan.

"Oke... oke, Mbak. Aku percaya."

Dan malam itu, mereka berdua duduk di pinggir jalan, diam-diaman, saling pegang tangan.

Tangan yang dingin.

Tapi entah kenapa... Arsyan nggak mau lepas.

Karena di balik dinginnya itu... ada cinta yang mulai tumbuh.

Cinta yang—Arsyan belum tau—bakal ngubah takdirnya selamanya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!