Ragil yang sedang menyamar menjadi seorang duda dan laki-laki yang buta harus dipertemukan dengan seorang gadis yang menyebalkan baginya dan hampir saja membuat gagal rencananya.
"Sekali lagi kamu mengganggu saya. Saya akan m3m6unuhmu!" Ragil.
"Ayo kita menikah, Om duda!" Adele.
Ragil merasa geram karena Adele seperti tidak takut dengan dirinya.
Apakah Ragil akan berhasil dengan semua rencananya atau justru berakhir takhluk dengan gadis lugu seperti Adele yang sifatnya seperti anak kecil.
Stay Tune!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maria_azis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CERITA ISHADINA
Isha dan Arfan diam mendengarkan Ragil yang sedang berbicara. "Dia gadis yang cantik dan masih lugu."
"Adele tinggal di sebelah rumah. Jadi jangan heran kalau lihat dia seenaknya sendiri ke luar masuk ke dalam rumah saya."
"Lalu saya akan tinggal di mana, Tuan?" tanya Isha.
"Di rumah saya," jawab Ragil.
"Katakan saja kamu saudara jauhnya Arfan dari kampung yang sengaja minta kerjaan kepada saya," kata Ragil.
"Baik, Tuan. Saya mengerti," jawab Isha.
"Kamu harus bisa berteman dan mencuri hatinya supaya tahu apakah dia benar-benar lugu, bodoh, idiot atau semua itu cuma penyamaran saja."
"Untuk yang lainnya biar nanti diurus sama Arfan."
"Satu hal lagi, saya tidak suka ada orang yang berkhianat!" tegas Ragil.
"Anda tenang saja, Tuan."
"Saya bukan orang seperti itu. Saya bisa dipercaya," kata Isha mencoba meyakinkan Ragil.
"Semua orang tahunya saya buta. Jadi jangan sampai kamu membocorkan kepada mereka siapa saya sebenarnya jika tidak mau mulutmu saya robek!" kata Ragil.
Isha dan Arfan refleks saling menoleh. Lalu Isha menjawabnya. "Iya, Tuan."
Ragil lalu diam. Sekarang giliran Arfan yang berbicara. "Bisa jelaskan kepada saya siapa kedua laki-laki yang mengejarmu tadi?" tanya Arfan.
"Mereka ternyata suruhan seorang mucikari untuk menjual saya, Tuan," jawab Isha membuat Arfan sedikit terkejut.
"Selama ini saya tinggal di panti asuhan."
"Di mana kedua orang tuamu?" tanya Ragil menyela.
"Bapak sudah meninggal waktu ibu mengandung saya, Tuan," jawab Isha.
"Ketika saya berumur dua tahun, ibu meninggal karena penyakit yang dideritanya."
"Sejak saat itu keluarga saya membuang saya di panti asuhan. Tiada yang mau merawat saya hingga saya tumbuh besar di sana."
"Bahkan ibu panti begitu sangat sayang sekali kepada saya. Ketika ada yang mencoba mengadopsi saya, ibu panti tidak mengijinkannya." Ragil dan Arfan masih diam mendengarkan.
"Tapi saya tidak bisa selamanya hidup di panti. Apalagi ibu panti sudah tua tidak sekuat dulu. Jadi saya harus bisa mandiri sendiri, tidak tahunya saya mengalami nasib seperti ini," ujarnya merasa bersedih.
Isha lalu melanjutkan lagi ceritanya. "Di panti asuhan tiba-tiba kedatangan seorang ibu-ibu yang terlihat sangat kaya untuk memberi sumbangan sekaligus menawarkan pekerjaan kepada kami yang sudah pada dewasa." Cerita isha.
Walau Ragil terlihat diam dan cuek, tapi dia mendengarkan sangat serius sekali cerita dari Isha.
"Kami pada mau, tapi katanya dia cuma membutuhkan satu orang saja untuk menjadi pembantu di rumahnya, karena katanya di sana sudah ada banyak pembantu."
Arfan masih diam mendengarkan sambil terus mengendarai mobilnya. "Akhirnya saya yang dipilih."
"Ibu itu bilang besok akan ada yang menjemput ke sini, katanya mereka sopir pribadi sang ibu."
"Keesokannya saya ikut bersama mereka. Waktu sampai di cafe, saya yang baru kembali dari kamar mandi tidak sengaja mendengar dua orang laki-laki tadi sedang membicarakan saya sambil menghubungi seorang laki-laki hidung belang yang ingin membeli saya, Tuan," jelas Isha.
"Saya ketakutan, saya langsung kabur dari mereka berdua."
"Tapi karena saya tidak berhati-hati, saya malah menabrak pelayan dan mengalihkan pandangan mereka berdua hingga terjadilah pengejaran seperti tadi."
"Apa kamu sedang mengarang cerita, kenapa ceritamu begitu seperti di sebuah drama?" kata Ragil.
Isha langsung menggelengkan kepala. "Saya tidak sedang mengarang, Tuan."
"Saya bersumpah, saya berterus terang tidak mengarang cerita sama sekali." Kata Isha sangat ketakutan jika Ragil dan Arfan tidak percaya.
"Saya gadis rendahan yang cuma ingin punya pekerjaan, Tuan."
"Tidak lebih."
"Apa pun pekerjaannya asal halal akan saya kerjakan," ucap Isha.
"Bekerja dengan saya tidak menjamin itu halal atau haram, Isha," kata Ragil.
"Jadi buanglah kata-kata halal di dalam otakmu jika kamu masih ingin bekerja dengan saya!"
"Baik, Tuan," jawab pasrah dari Isha.
"Saya benar-benar mengucapkan banyak terimakasih kepada Anda, Tuan," ucap Isha.
Ragil hanya diam saja, lalu Arfan bicara lagi. "Nama saya, Arfan," Arfan memperkenalkan diri.
Isha mengangguk dan tersenyum kepadanya. "Kamu tinggal di panti asuhan mana, Isha?" tanya Arfan.
"Masih daerah sini, Tuan."
"Iya lumayan sih perjalanannya sekitar dua jam lamanya," kata Isha.
Arfan cuma mengangguk-ngangguk saja. Dan selama di perjalanan mereka bertiga tidak banyak berbica lagi, hanya obrolan ringan antara Arfan dan juga Isha. Sedangkan Ragil memilih diam menikmati pemandangan jalanan yang dia lalui.
Akhirnya mobil yang Arfan kendarai sampai juga di rumah mewah milik Ragil.
Ragil turun lebih dulu dan langsung masuk ke dalam rumah tidak mempedulikan Isha yang ikut bersamanya.
"Ayo turun," kata Arfan.
Mata Isha terpukau melihat bangunan rumah mewah super megah ada di depan matanya.
"Ini rumahnya tuan Ragil?" tanya Isha.
"Rumah singgah. Rumah aslinya ada di luar kota," ucap Arfan.
"Rumah singgah saja seperti ini, bagaimana kalau rumah aslinya," gumam Isha yang masih didengar oleh Arfan.
"Ayo masuk akan saya tunjukkan di mana kamarmu," kata Arfan.
Isha mengangguk lalu mengikuti Arfan masuk ke dalam rumah. Isha terus terpukau memperhatikan tempat tinggalnya yang baru.
Seumur hidup baru pertama kalinya Isha menginjakkan kaki di rumah mewah seperti milik Ragil.
"Ini kamarmu. Yang itu kamar saya," kata Arfan.
"Kamar tuan Ragil ada di kamar utama yang di lantai atas," jelas Arfan.
"Silahkan masuk dan berisitirahatlah. Ini sudah malam," ucapnya.
Isha mengangguk lalu Arfan ingin pergi dari situ tapi langsung terhenti ketika Isha memanggilnya.
"Tuan tunggu."
"Ada apa, Isha?" tanya Arfan.
"Terimakasih," ucapnya dan Arfan cuma tersenyum super tipis sekali.
"Besok kamu bisa mulai bekerja." Jawabnya setelahnya Arfan benar-benar pergi dari hadapannya Isha.
Isha mengangguk lalu masuk ke dalam kamarnya. Kamar yang sangat mewah baginya. Sangat luas, nyaman, dingin, bersih dan yang pasti hanya dia seorang yang memiliki.
Isha langsung melompat ke atas ranjang untuk meluapkan kebahagiaannya. "Aku tidak menyangka akan tinggal di rumah seperti ini," ucapnya.
"Aku tidak akan mengecewakan tuan Ragil dan tuan Arfan."
"Walau mereka berwajah tegas dan tatapan yang tajam, tapi sepertinya mereka berdua baik."
"Apalagi mata tuan Ragil seperti menyimpan kesedihan yang mendalam," gumamnya.
"Aaaah, aku bisa tidur nyenyak malam ini," ucapnya terlentang di tengah ranjang.
Pagi harinya sama seperti sebulumnya Adele datang lagi ke rumah Ragil seperti di rumahnya sendiri sebelum berangkat sekolah.
"Om Ragil!" teriaknya.
"Om ... " panggilnya.
Kebetulan Isha yang mendengar orang berteriak di dalam rumah memanggil Ragil langsung ke luar untuk menemuinya.
"Cari siapa, Nona?" tanya Isha.
Adele memperhatikan Isha dari atas sampai ke bawah. "Tante siapa?" tanya Adele.
"Tante?" gumam Isha.
"Saya masih muda, baru dua puluh lima tahun," kata Isha.
"Om Ragil mana, Tante?" tanya Adele lagi masih memanggil tante.
"Saya tidak tua, Nona," gemas Isha.
Lalu pandangan mereka teralihkan kearah Arfan yang berjalan mendekat. "Eh, Adele," sapanya sambil mengkode mata kepada Isha.
Isha yang paham maksud kode mata dari Arfan langsung mengerti. "Om Arfan, Tante ini siapa?" Adele menunjuk Isha.
"Tante lagi," gumam Isha yang masih didengar oleh Arfan.
Arfan hanya tersenyum tipis lalu Adele bicara lagi. "Tante ini sama galaknya seperti kalian."
"Kenapa di rumah ini semua orang tidak ada yang ramah," ucap polos dari Adele.
"Ha?" Isha terbengong mendengar ucapannya Adele.
"Mungkin ini yang dimaksud tuan Ragil untuk mengawasi dia. Dia benar-benar gadis yang aneh," batin Isha sambil memperhatikan Adele.
Bersambung ....
😁🤭🤭
ngk salah kamu dika
kurang sadis dek🤣🤣