Seorang pemuda tampan yang katanya paling sempurna, berkharisma, unggul dalam segala bidang, dan yang tanpa celah, diam-diam menyimpan sebuah rahasia besar dibalik indahnya.
Sinan bingung. Entah sejak kapan ia mulai terbiasa akan mimpi aneh yang terus menerus hadir. Datang dan melekat pada dirinya. Tetapi lama-kelamaan pertanyaan yang mengudara juga semakin menumpuk. "Mengapa mimpi ini ada." "Mengapa mimpi ini selalu hadir." "Mengapa mimpi ini datang tanpa akhir."
Namun dari banyaknya pertanyaan, ada satu yang paling dominan. Dan yang terus tertanam di benak. "Gadis misterius itu.. siapa."
Suatu pertanyaan yang ia pikir hanya akan berakhir sama. Tetapi kenyataan berkata lain, karena rupanya gadis misterius itu benar-benar ada. Malahan seolah dengan sengaja melemparkan dirinya pada Sinan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yotwoattack., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
A M BAB 15 - Jack dan Lilie.
"Ketemu bocil kinyis-kinyis lagi kita guys. Tapi siapa sangka ternyata gue ama dia satu angkatan." Kata gadis cantik itu. Ia masih skeptis dengan kenyataan bahwa mereka berdua seumuran. Setelah kemaren berlagak sok dewasa. "Namanya siapa, adek."
Yang diperlakukan bak bayi hanya memutarkan bola mata. Siapa sangka ia akan kembali dipertemukan dan lagi-lagi dititipkan pada pasangan ini. Setelah tadi Sinan membawa dan menyerahkan dirinya dengan seenaknya pada mereka, pemuda itu malah tak memunculkan batang hidungnya lagi. Menghilang ditelan bumi.
"Sempit bener dunia." Kata Dinya sambil menyandarkan tubuh. Disamping kiri dan kanannya terdapat dua orang berbeda jenis kelamin yang menghimpit. Sungguh situasi yang amat familiar. "Jadi gimana, serius gapapa gue disini? Gue bisa cabut kalau lo pada keberatan."
"Gak." Jack yang keberatan. Ia hanya bersidekap dada sambil memainkan batang permen di mulutnya. Sempat melirik gadis berponi itu sengit sebelum berkata lagi. "Lagian lo mau kemana. Selain disini udah gak ada lagi tempat yang aman buat lo. Sadar diri aja."
Gadis yang masih berkutat dengan handphone langsung memberi senggolan pada pemuda bermulut pedas itu. Lilie kesal dengan gaya bicara Jack yang begitu blak-blakan.
"Mulut mulut." Ia menegur. Lalu tersenyum manis ketika tatapannya tertuju pada Dinya. Sambil merangkul ia menjelaskan. "Jack mulutnya emang gitu. Tapi sebenernya dia khawatir kok, dia jarang bisa akur sama orang dan pas kemaren kamu dititipin ke kita. Itu dia langsung suka."
Mengangguk. Lalu mendongak untuk sekedar mengamati wajah pemuda yang selalu menampilkan raut kesal. Dilihat dari wajah yang senggol bacok itu, memang rasa-rasanya tidak mungkin dia mau direpotkan untuk yang kedua kali jikalau tidak ada setitik perasaan suka. Syukurlah kalau begitu. Jadi Dinya tidak perlu terlalu sungkan karena bersembunyi di kelas orang.
Srek.
"Apa." Kata pemuda itu langsung sewot. Lalu memutus kontak mereka sebelum menggerutu. "Lagian Sinan yang gak becus itu gak punya upaya antisipasi atau apa kek. Udah tau punya banyak fans gila, masih aja terang-terangan ngajak anak gadis orang jalan. Lo juga, Dinya. Kenapa mau-mau aja coba."
Jack kesal. Meski tidak pernah berinteraksi secara langsung, ia sangat tidak jarang mendengar kabar tentang Sinan Sinan itu. Kabar yang menurutnya dilebih-lebihkan dan tentunya membuat muak.
"Mentang-mentang pangeran sekolah, jadi sok-sokan bersikap bomat. Benci banget ama cowo modelan begitu."
"Jack, lo juga jangan malah ngeluarin bakat yapping." Lilie untuk yang kesekian kalinya menegur. Ia heran dengan pemuda itu yang begitu terang-terangan mengutarakan kebencian. "Ya meskipun gue juga kurang suka cowo narsistik dan caper, tetep aja fakta bahwa dia nitipin nih bocil ke kita atas dasar dia percaya. Dia tau kalau Dinya bakal aman sama kita berdua."
Hampir satu sekolah mengetahui siapa itu Shisinan Seandra. Di setiap sudut kelas dan ketika sedikit saja ada waktu luang, itu pasti dipakai untuk membicarakan siswa most wanted tersebut. Yang katanya paling tampan dan paling sempurna. Yang katanya paling ramah dan tanpa celah.
"Gue kesel." Sahut Jack. "Kemaren pas dia nitipin nih anak circle dia juga lagi buat-buat masalah. Lo gak liat aja gimana si nenek lampir Bianca melotot, kayak mau nelen nih bocil senja bulat-bulat. Apalagi Max yang gobloknya juga ada di level Max itu, kalau gak ada kita bisa nangis kejer nih anak dia buat."
Dinya memberi kedua orang yang sedang asyik berdebat itu sedikit lirikan. Tidak berniat ikut nimbrung karena ia yang notabenenya masih terbilang sebagai murid baru. Selain dengan Sinan, ia memang tidak ada berinteraksi dengan siapapun lagi. Sehingga ia masih asing akan beberapa fakta baru yang tampaknya belum ia ketahui.
"Kalau yang itu gue juga kesel. Lo pikir lo doang yang muak sama kelakukan nyampahnya mereka, kemaren gue juga dapet aduan baru kalau circle preman itu berulah lagi." Lilie tanpa sengaja masuk dalam mode julid. Ia sampai sepenuhnya melupakan kehadiran Dinya yang berada ditengah-tengah mereka. "Malak adek kelas, nyembunyiin sepatu siswi kelas sebelahnya. Dan salah satu dari mereka katanya bentar lagi ada yang mau ulang tahun. Turut berdukacita buat lokasi yang bakal dijadiin tempat perkara. Bisa-bisanya dipake doang terus kabur tanpa bayar."
"Gak modal, hanying." Jack berkomentar. Lalu melirik seseorang yang sejak tadi hanya pasang telinga. "Kalau gue mending gak punya temen kayak nih bocah nguping, dari pada punya temen tapi modelannya kayak mereka pada."
Yang disindir tak bereaksi lebih. Terus mempertahankan wajah datar sambil pandangannya sekekali bergulir pada seisi kelas yang terdapat banyak sekali murid berlalu lalang. Dinya mulai berpikir kenapa murid-murid yang ada di kelas ini bertingkah begitu biasa, padahal ia yakin bahwa foto yang beredar sudah tersebar pada seluruh lantai.
"Setuju. Better gak punya terlalu banyak temen." Kata Lilie sambil mengangguk. Lalu memusatkan perhatiannya lagi pada gadis yang matanya sedang berkeliaran pada sekitar. Tersenyum lantas berkata lagi. "Disini anak-anaknya gak ada yang berani macem-macem. Mereka juga pada gak mudah kemakan omong kosong, dibanding ngurusin yang gak jelas, mereka lebih milih buat beli jajanan sama baca-baca buku."
"Gimana mau berani macem-macem. Orang ketua sama wakelnya aja nih duo." Seorang murid ikut nimbrung. Langsung menyemburkan tawa ketika Lilie memberinya pelototan sementara Jack hanya membusungkan dada penuh bangga. Lalu pergi dengan kedua belah tangan yang terangkat disamping telinga.
Keadaan terus begitu sampai tanpa terasa waktu telah menunjukkan bahwa semua kelas telah dilalui. Dengan Dinya yang masih berada nyaman dalam kumpulan murid-murid asing di kelas yang asing juga. Namun anehnya justru berada disana lebih asyik ketimbang di kelas sendiri yang murid-muridnya bahkan tidak pernah menganggapnya ada.
Entah karena ada kehadiran Jack dan Lilie di antara kelompok orang-orang itu atau apa. Yang jelas Dinya begitu menikmati waktu yang terbuang.
"Nih permen." Kata Jack sambil tangannya terangkat santai.
"Gak minat permen gue." Menolak. Dinya lantas menunjuk pada Lilie yang sedang membereskan tasnya. "Kasih dia. Dari muka-mukanya kayaknya suka permen."
"Salah." Jack menjawab langsung. Sambil memasukkan permen itu untuk kembali berada di dalam kantung. Pemuda jangkung tersebut melakukan gerakan memutar untuk duduk pada meja tak jauh dari tempat Dinya berada. "Jaga gigi dia. Gak sudi banget tuh anak kalau disuruh ngeemut permen, padahal kalau coklat gas terus. Apalagi pancake."
"Gue denger." Sahut Lilie. Setelah urusannya beres ia segera merajut langkah untuk menghampiri kedua orang itu. Mengambil posisi untuk duduk di samping Dinya lalu merangkul. "Kalau dia ngasih permen langsung tolak lagi aje, mut. Kelakuannya yang dimana-mana makan permen itu gak baik buat ditiru."
Yang dinasehati hanya mengangguk. Toh Dinya memang tidak suka makan permen. Toleransinya terhadap manis agak rendah.
"Parah nyindir cewe depan kelas." Ujar Jack bercanda. Mengingat bagaimana salah satu siswi penghuni kelas depan begitu menyukai permen dan tak pernah lepas dari benda manis itu dimanapun ia berada. "Lo bisa di makan Li kalau ketauan. Hati-hati aja."
"Kim bestie gue boyy~ lagian dia emang penggemar manis." Langsung konek. Lilie menjulurkan lidahnya pada Jack sambil masih merangkul gadis berwajah datar itu.
"Sok tau." Sahut Jack sambil tersenyum mengejek. Menatap bagaimana kedua gadis itu berpelukan bak Teletubbies. "Orang permen yang dia makan sama sekali gak manis. Jangan ngaku besti kalau gak tau."
Alis Lilie seketika terangkat. Begitu pula milik Dinya yang hanya menyimak tanpa sedikitpun mengerti siapakah orang yang Jack dan Lilie maksud.
"Emang ada permen gak manis?" Lilie menatap Jack curiga. Sangat terlihat jelas dari raut diwajahnya bahwa ia tak mempercayai pemuda itu. Lagian mana ada permen yang tidak manis. Pasti yang barusan hanya akal-akalan Jack saja untuk mengalahkannya.
Tok.. tok.. tok..
Perhatian ketiganya seketika teralihkan oleh bunyi ketukan pada pintu. Kondisi kelas memang sudah sepenuhnya sunyi karena waktu yang memang telah menunjukkan jam pulang. Mereka sama-sama menggulirkan arah pandang. Dan mendapati sosok yang menjulang tinggi sedang ada di depan pintu.
"Sayang." Sapa Sinan dengan senyum. Menyenderkan diri sambil tangannya terangkat di udara. Menyorot Dinya lekat dan penuh perasaan.