NovelToon NovelToon
Senja Garda

Senja Garda

Status: sedang berlangsung
Genre:Identitas Tersembunyi / Mengubah Takdir / Action / Dosen / Epik Petualangan / Penyelamat
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: Daniel Wijaya

Siang hari, Aditya Wiranagara adalah definisi kesempurnaan: Dosen sejarah yang karismatik, pewaris konglomerat triliunan rupiah, dan idola kampus.

Tapi malam hari? Dia hanyalah samsak tinju bagi monster-monster kuno.

Di balik jas mahalnya, tubuh Adit penuh memar dan bau minyak urut. Dia adalah SENJA GARDA. Penjaga terakhir yang berdiri di ambang batas antara dunia modern dan dunia mistis Nusantara.

Bersenjatakan keris berteknologi tinggi dan bantuan adiknya yang jenius (tapi menyebalkan), Adit harus berpacu melawan waktu.

Ketika Topeng Batara Kala dicuri, Adit harus memilih: Menyelamatkan Nusantara dari kiamat supranatural, atau datang tepat waktu untuk mengajar kelas pagi.

“Menjadi pahlawan itu mudah. Menjadi dosen saat tulang rusukmu retak? Itu baru neraka.”

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Daniel Wijaya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

KOMITE PENYAMBUTAN

Waktu: 21.30 WIB. 

Lokasi: Gerbong Eksekutif 1 & Bordes, Kereta Taksaka Malam.

"FAJAR, TUNDUK!" teriak Aditya.

Tanpa mempedulikan etika sosial atau kenyamanan penumpang lain, Aditya menendang tulang kering Fajar sekuat tenaga.

Fajar mengaduh, tubuhnya merosot jatuh dari kursi ke lantai karpet yang berdebu.

SRET!

Tepat di detik yang sama, pisau lipat bergerigi milik si petugas kebersihan menyabet udara kosong di tempat leher Fajar berada sepersekian detik yang lalu. Bilah itu menancap dalam di sandaran kepala kursi kulit, merobek busanya dengan suara nyaring yang mengerikan.

Aditya meringis dalam hati.

"RIP jok kulit sintetis kualitas premium. Arya pasti akan memotong dividen bulananku untuk biaya ganti rugi properti PT KAI. Menjadi pahlawan itu mahal, Bung."

"ANJ—" Fajar berteriak kaget dari lantai, matanya melotot melihat pisau yang tertancap lima senti di atas kepalanya.

Si pembunuh tidak buang waktu untuk basa-basi klise. Dia menarik pisau itu dengan gerakan efisien dan langsung berputar menyerang ancaman terdekat: Aditya.

Di saat yang sama, dari sudut mata, Aditya melihat Pria Bertopi Fedora di belakang bangkit. Dia menarik pistol berperedam suara dari balik jasnya. Di depan, Ibu-ibu Perajut juga berdiri, jarum rajutnya yang panjang kini digenggam terbalik seperti pemecah es.

"Tiga lawan satu di ruang sempit dengan banyak sandera sipil? Bagus. Skenario favoritku," batin Aditya sarkas. "Kalau ada peluru nyasar kena penumpang, bukan cuma nyawaku yang melayang, tapi saham Wiranagara juga bakal terjun bebas besok pagi. Aku harus memindahkan pesta ini."

Tangan kiri Aditya menahan pergelangan tangan si petugas kebersihan, sementara tangan kanannya merogoh sabuk di balik hoodie. Dia menarik butiran kecil berwarna abu-abu. Smoke Pellet.

Dia membanting butiran itu ke lantai gerbong.

BOOF!

Asap tebal berwarna putih langsung meledak memenuhi bagian tengah gerbong. Jeritan penumpang pecah. Kepanikan massal terjadi.

"Tembak!" teriak Pria Fedora dari balik asap.

Pfyuh! Pfyuh!

Dua peluru mendesing, memecahkan kaca jendela di samping kepala Aditya. Pecahan kaca menghujani bahunya.

Aditya tidak menunggu. Dia menendang perut si petugas kebersihan hingga terdorong mundur ke arah pintu bordes.

"Fajar! Lari ke bordes! SEKARANG! JANGAN DEBAT!"

Aditya menyeret kerah Fajar yang masih bengong, melemparnya ke arah pintu sambungan gerbong seperti melempar karung beras, lalu dia sendiri menerjang si petugas kebersihan, mendorongnya paksa menabrak pintu kaca otomatis sampai terbuka.

Mereka bertiga terlempar masuk ke bordes—ruang sambungan antar gerbong yang sempit, berisik, dan berguncang hebat.

Pintu kaca otomatis di belakang mereka mencoba menutup, tapi terhalang oleh kaki si petugas kebersihan yang masih tergeletak.

Dari balik asap di gerbong penumpang, bayangan Pria Fedora dan Ibu Perajut mendekat cepat.

"Mereka datang," desis Aditya.

Fajar meringkuk di pojok dekat toilet, memeluk tas kameranya. "Dit... mereka bawa pistol!"

"Gue tau! Diem di situ!"

Si petugas kebersihan bangkit, pisaunya terhunus. Pria Fedora sudah membidik dari pintu yang terbuka.

Aditya harus berpikir cepat. Dia tidak bisa melawan tiga orang sekaligus di ruang 1x2 meter ini tanpa tertembak. Dia butuh pengalihan. Dia butuh kekacauan.

Mata Aditya menangkap Alat Pemadam Api Ringan (APAR) yang tergantung di dinding bordes.

Aditya tidak mengambilnya. Dia menendangnya.

DANG!

Tabung merah itu terlepas dari kaitnya, jatuh menggelinding di lantai bordes yang bergoyang.

Saat Pria Fedora melangkah masuk ke bordes, kakinya tersandung tabung APAR itu. Dia terhuyung ke depan, pistolnya menyalak liar ke langit-langit. DOR!

Kesempatan emas.

Aditya menyambar kerah baju si petugas kebersihan yang ada di depannya, lalu dengan satu putaran pinggang (yang membuat rusuknya menjerit kesakitan), dia melemparkan tubuh si petugas itu ke arah Pria Fedora.

BRUKK!

Kedua pembunuh itu bertabrakan, jatuh menumpuk di ambang pintu, menghalangi jalan masuk Ibu Perajut yang ada di belakang mereka.

"Satu detik," hitung Aditya.

Dia tidak membuang waktu. Dia melompat, menarik tuas rem darurat di dinding bordes, tapi hanya setengah jalan.

CIIIT!

Kereta menyentak keras. Bukan berhenti, tapi melambat mendadak. Inersia (gaya dorong) membuat semua orang yang berdiri kehilangan keseimbangan.

Pria Fedora dan petugas kebersihan yang baru mau bangkit kembali terguling ke depan.

Aditya, yang sudah bersiap dengan kuda-kuda rendah, adalah satu-satunya yang tetap kokoh.

Dia menyambar kepala petugas kebersihan, menghantamkannya ke lututnya sendiri. KRAK. Hidung patah. Petugas itu pingsan seketika. Satu tumbang.

Pria Fedora mencoba mengarahkan pistolnya dari posisi tiduran.

Aditya menginjak pergelangan tangan pria itu dengan sol sepatu bot taktisnya. Tulang berbunyi. Pistol terlepas.

Tapi ancaman belum selesai.

Ibu Perajut melompati tubuh teman-temannya dengan kelincahan yang mengerikan untuk wanita seusianya. Jarum rajut baja di tangannya mengincar mata Aditya.

Jarak terlalu dekat. Tidak bisa menghindar.

Aditya mengangkat lengan kirinya, membiarkan jarum itu menancap di armor lengan bawahnya.

TAK!

Logam bertemu logam. Jarum itu tertahan pelat nikel.

Si Ibu terkejut senjatanya gagal tembus.

Aditya tersenyum miring di balik maskernya. "Maaf, Bu. Rajutan Ibu kurang rapi."

Aditya mencengkeram baju si Ibu, lalu menggunakan guncangan kereta yang sedang melibas tikungan tajam. Dia tidak memukul. Dia hanya mengarahkan momentum tubuh si Ibu.

Dia memutar badan, membanting si Ibu ke arah pintu toilet yang terbuat dari baja.

BUM!

Ibu itu menghantam pintu dengan keras, lalu merosot pingsan.

Tiga musuh lumpuh dalam waktu kurang dari tiga puluh detik.

Aditya berdiri tegak, napasnya memburu hebat. Keringat dingin membasahi punggungnya. Rusuknya terasa seperti dibakar.

"Catatan untuk diri sendiri: Jangan pernah meremehkan ibu-ibu yang hobi kerajinan tangan," batin Aditya sambil mencabut jarum rajut yang tersangkut di armor lengannya.

Pria Fedora di lantai mengerang, mencoba meraih pistolnya dengan tangan kiri.

Aditya menendang pistol itu jauh-jauh ke kolong sambungan gerbong, lalu berjongkok di depan pria itu.

"Tidur," bisik Aditya.

Dia menekan titik saraf di leher pria itu. Dua detik kemudian, mata pria itu memutih dan dia pingsan menyusul teman-temannya.

Hening. Hanya suara roda kereta yang beradu dengan rel. Gjlos... gjlos... gjlos…

Fajar masih mematung di pojok, wajahnya pucat pasi seperti mayat. Matanya bolak-balik menatap tiga tubuh yang bergelimpangan dan Aditya yang berdiri santai di tengahnya.

"Lo..." suara Fajar bergetar hebat. "Lo barusan ngelakuin apa? Itu... itu kayak film Jackie Chan tapi versi sadis."

"Manajemen risiko," jawab Aditya parau, memijat keningnya. "Dan sedikit keberuntungan fisika."

Aditya segera bergerak. Dia menyeret ketiga tubuh itu ke dalam toilet sempit, menumpuk mereka seperti cucian kotor, lalu mengganjal pintu toilet dari luar menggunakan gagang pel si petugas kebersihan.

"Itu nggak bakal nahan mereka lama," gumam Aditya. Dia menoleh ke Fajar. "Kita harus bergerak."

Aditya menggeledah saku si petugas kebersihan yang pingsan. Dia menemukan tiket bagasi kargo dan sebuah kunci gembok kuno yang berkarat.

"Dugaanku benar," kata Aditya, menunjukkan kunci itu. "Target utamanya ada di gerbong belakang. Ini cuma 'Komite Penyambutan'."

"Siapa targetnya?" tanya Fajar, mulai bisa berdiri meski lututnya goyah.

"Paket yang dicuri dari Museum. Dan kurirnya... namanya Joko."

"Joko? Nama pasaran banget."

"Joko yang ini beda," Aditya berjalan menuju pintu gerbong selanjutnya (Gerbong Kargo). "Joko yang ini suka menagih utang nyawa."

Aditya menatap Fajar serius.

"Denger, Jar. Lo punya dua pilihan. Diem di sini nunggu Polsuska dateng dan jelasin kenapa ada tiga orang pingsan di toilet, atau ikut gue ke gerbong kargo."

Fajar menelan ludah. Dia melihat pintu toilet yang mulai bergedor pelan dari dalam (mereka mulai sadar).

"Gue ikut," kata Fajar cepat, mengangkat kameranya. "Kalau gue mati, seenggaknya gue mati dapet exclusive footage."

"Semangat yang bagus. Bodoh, tapi bagus," Aditya tersenyum miring.

Dia menendang pintu menuju gerbong kargo.

Angin malam yang dingin dan bau apek langsung menyambut mereka. Kegelapan di depan sana terasa hidup dan lapar.

"Ayo," ajak Aditya. "Mari kita lihat apakah hantu juga bisa berdarah kalau ditusuk."

Senja Garda dan Sang Jurnalis melangkah masuk, meninggalkan gerbong eksekutif yang kini aman, menuju mimpi buruk yang sebenarnya.

1
Santi Seminar
lanjutt
Kustri
sambil menyelam minum☕
Kustri
maju teros, ojo mundur Dit, kepalang tanggung, yakin!!!
Kustri
jgn lewatkan, ini karya👍👍👍
luar biasa!!!
Santi Seminar
suka ceritamu thor
Santi Seminar
jodoh kayaknya😍
Kustri
seh kepikiran wedok'an sg duel ro adit ng gudang tua... sopo yo thor, kawan po lawan🤔
tak kirimi☕semangat💪
Kustri
☕nggo pa tio sg meh begadang
💪💪💪thor
Kustri
hahaaa dpt😉 g bs tidur pa dosen
jodoh ya thor🤭
Kustri
apa kau tersepona hai wanita cantik...

makhluk luar angkasa, bukan makhluk halus🤭
Santi Seminar
wow
Kustri
oowh jembatan merah di mimpi adit ternyata di palembang
💪💪💪adit
Kustri
ckckckk... seru tenan!!!
Kustri
serius mocone deg"an
tp yakin sg bener tetep menang
Kustri
☕tak imbuhi dit💪
Kustri
☕ngopi sik dit, bn nambah kekuatanmu💪
Kustri
gempa lokal
was", deg"an, penasaran iki dadi 1
💪💪💪dit
Kustri
3 raksasa lawan 1 manusia...ngeri" sedap
jar, ojo lali kameramu di on ke
💪💪💪 dit
Kustri
pusaka legend sll ada💪
Daniel Wijaya: Betul banget Kak! Nusantara kita emang gudangnya pusaka sakti. Sayang kalau nggak diangkat jadi cerita! 🔥
total 1 replies
Kustri
qu berharap kau menyelesaikan karyamu ini thor, wlu blm byk yg mampir, tetap semangat berkarya
Daniel Wijaya: Aamiin! Makasih banget doanya Kak 🥹 Justru karena ada pembaca setia kayak Kak Kustri, aku jadi makin semangat buat namatin cerita ini sampai akhir. Tenang aja, perjalanan Adit masih panjang! 🔥
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!