"Takdirnya ditulis dengan darah dan kutukan, bahkan sebelum ia bernapas."
Ling Yuan, sang pewaris yang dibuang, dicap sebagai pembawa kehancuran bagi klannya sendiri. Ditinggalkan untuk mati di Pegunungan Sejuta Kabut, ia justru menemukan kekuatan dalam keterasingan—dibesarkan oleh kuno, roh pohon ajaib dan dibimbing oleh bayangan seorang jenderal legendaris.
Kini, ia kembali ke dunia yang telah menolaknya, berbekal dua artefak terlarang: Kitab Seribu Kutukan dan Pedang Kutukan. Kekuatan yang ia pegang bukanlah anugerah, melainkan hukuman. Setiap langkah menuju level dewa menuntutnya untuk mematahkan satu kutukan mematikan yang terikat pada jiwanya. Sepuluh tahun adalah batas waktunya.
Dalam penyamarannya sebagai pemulung rendahan, Ling Yuan harus mengurai jaring konspirasi yang merenggut keluarganya, menghadapi pengkhianat yang bersembunyi di balik senyum, dan menantang takdir palsu yang dirancang untuk menghancurkannya.
Akankah semua perjuangan Ling Yuan berhasil dan menjadi Dewa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Black _Pen2024, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21
Ling Yuan tidak berhenti, bahkan saat fajar menelan bayangan malam. Ia bergerak cepat, bukan dengan kecepatan kultivator, tetapi dengan ketangkasan brutal yang dipelajari dari Jendral Mao di Pegunungan Kabut. Tujuannya adalah gudang tua yang tersembunyi, tempat ia menemukan Pedang Kutukan dan Kitab Seribu Kutukan—tempat yang kini menjadi satu-satunya benteng sucinya.
Sesampainya di sana, ia segera menyegel pintu masuk dengan tumpukan rongsokan yang tampaknya acak, menciptakan ilusi tempat terlantar yang tidak layak dijarah. Udara di dalam gudang terasa stagnan, tetapi energi kutukan yang baru saja diikat oleh sumpah bergetar liar, memanaskan atmosfer dingin di sekitarnya. Ling Yuan tahu, waktu untuk persiapan telah habis. Kontrak dengan Dao telah ditandatangani; kini ia harus membayar depositnya.
Ia meletakkan Kitab Seribu Kutukan di atas altar batu yang telah ia siapkan. Halaman-halaman kitab itu, terbuat dari kulit monster kuno, mulai memancarkan cahaya hitam samar. Di sebelahnya, ia meletakkan Pedang Kutukan Mao. Pedang itu tampak berkarat dan usang, namun kini terasa berat, seolah menanggung beban ribuan tahun penderitaan.
“Kau telah mengikat takdirmu, Yuan,” suara Jendral Mao terdengar serius. Arwah sang jendral memadat, wujudnya seperti kabut perang yang berdiri di sebelah Ling Yuan. “Kutukan pertama ini, ‘Anak Pembawa Kematian’, bukanlah kutukan eksternal. Itu adalah racun yang disuntikkan ke dalam darahmu saat kau masih dalam kandungan. Mematahkannya berarti merobek esensi darah klan Yang yang bercampur dengan energi gelap.”
Ling Yuan, yang kini telanjang dada, duduk dalam posisi meditasi, menyiapkan jalur kultivasinya. Kulitnya yang mulus memperlihatkan urat-urat biru yang tegang, siap menghadapi badai internal.
“Apakah ini akan menghancurkan basis kultivasi yang kubangun di Pegunungan Kabut, Guru?” tanya Ling Yuan, suaranya dipenuhi ketenangan yang dipaksakan.
“Mungkin,” jawab Mao tanpa basa-basi. “Kultivasi yang kau miliki adalah fondasi fana. Energi kutukan ini adalah energi Dewa yang terlarang. Ketika keduanya bertabrakan, ada dua kemungkinan: kau mencapai tingkatan yang tak terbayangkan, atau kau meledak menjadi abu spiritual. Aku hanya bisa membimbing, Yuan'en. Peperangan ini sepenuhnya ada di dalam dirimu.”
Ling Yuan mengangguk. Kitab Seribu Kutukan kini telah siap di hadapannya dan terbuka secara otomatis pada bab pertama, ‘Ritual Pembersihan Darah’. Ling Yuan mulai melantunkan mantra kuno yang ia pelajari. Mantra itu bukanlah doa, melainkan perintah—perintah kepada energi kutukan untuk harus tunduk pada semua yang mengendalikannya.
“Aku memanggil Kutukan Pertama! Tunjukkan wajahmu!” teriak Ling Yuan dalam hati.
SSSHHHHT!
Segel yang telah dipasang Jendral Mao di dada Ling Yuan, yang telah menahannya selama sepuluh tahun, mulai retak. Retakan itu bukan hanya pada segel, tetapi terasa di tulang rusuknya. Rasa sakitnya datang seperti gelombang api beku yang menyebar dari jantungnya ke setiap ujung saraf.
Darah Ling Yuan terasa mulai mendidih. Jika biasanya kultivator merasakan energi spiritual mengalir seperti sungai, Ling Yuan merasakan racun murni yang dengan deras dan cepat, mengalir seperti lahar hitam. Ia mencoba menahan teriakan, tetapi tubuhnya bergetar tak terkendali.
“Jangan menahannya! Biarkan racun itu keluar! Pedang Kutukan adalah penangkalnya, tetapi kau harus membiarkannya terekspos!” perintah Mao.
Selanjutnya Ling Yuan meraih Pedang Kutukan Mao. Saat tangannya menyentuh bilah berkarat itu, energi hitam pekat yang merupakan manifestasi Kutukan Anak Pembawa Kematian menyembur keluar dari kulitnya, berkumpul di sekitar pedang.
Di luar gudang, meskipun tersegel, aura energi gelapnya itu begitu kuat memancar, sehingga burung-burung yang terbang di atasnya tiba-tiba jatuh, mati seketika karena paparan spiritual murni. Ling Yuan kini menjadi pusat dari anomali energi yang besar.
KRAK! KRAK!
Bukan tulang yang patah, melainkan jalur kultivasi fana di tubuhnya yang bereaksi terhadap invasi energi kutukan Dewa. Rasanya seperti seluruh tubuhnya dirobek dari dalam. Ling Yuan menggigit bibirnya begitu keras hingga darah mengalir ke dagunya. Namun, ia tidak boleh kehilangan fokus.
Ia harus membalikkan kutukan. Bukan menghancurkannya, tetapi menyerapnya, mengubahnya, dari racun yang ditujukan untuk membunuhnya menjadi kekuatan yang ditujukan untuk kultivasinya.
“Ingat Kitabnya! Kutukan adalah hukum alam yang terdistorsi. Kau harus menyeimbangkan distorsi itu dengan kehendakmu. Jika kau gagal, racun ini akan merobek jalur kultivasimu dan membuatmu lumpuh total!”
Energi hitam pekat yang keluar dari tubuhnya kini membentuk sosok bayangan kecil, menyerupai bayi yang menangis dengan wajah iblis—representasi visual dari Kutukan Anak Pembawa Kematian.
“Kau... tidak akan mengambil jiwaku!” Ling Yuan mengerang, suaranya serak dan menyakitkan.
Dengan sekuat tenaga, ia mulai mendorong kembali energi hitam itu, menggunakan Pedang Kutukan sebagai fokus. Pedang itu mulai menyerap racun spiritual, tetapi racun itu terlalu banyak, terlalu kental. Bilah pedang bergetar hebat, hampir tidak mampu menahannya.
HIIIIISSSSSS!
Sosok bayangan bayi iblis itu berteriak, sebuah suara melengking yang tidak terdengar di telinga, tetapi langsung menusuk kesadaran Ling Yuan. Itu adalah suara kutukan yang tidak ingin dilepaskan, suara takdir yang menuntut pemenuhan ramalan palsu.
Saat Ling Yuan mencoba menarik energi Pedang Kutukan untuk menetralkan racun, energi hitam itu berbalik menyerang, mengalir kembali ke dalam tubuhnya dengan kekuatan sepuluh kali lipat. Itu bukan sekadar energi, itu adalah kemarahan kosmik yang tertanam dalam darahnya.
Jalur kultivasinya yang telah ia pertahankan mulai robek. Rasa sakit itu melampaui batas yang bisa ditanggung manusia. Ling Yuan merasa otaknya terbakar, seolah-olah jiwanya sedang dipanggang di neraka.
BRRRUUUMMM!
Energi kutukan yang baru saja dilepaskan meledak, bukan ke luar, tetapi ke dalam. Ling Yuan terlempar dari posisi meditasinya. Ia ambruk, Pedang Kutukan terlepas dari tangannya, mendarat di atas Kitab Seribu Kutukan.
Di sekeliling Ling Yuan, energi hitam itu berputar seperti tornado kecil. Matanya setengah terbuka, dan ia hanya bisa melihat wajah Jendral Mao yang kini terlihat panik. Kegagalan berarti pemusnahan total.
“Yuan'en! Kau tidak bisa menyerah! Energi hitam itu mengancam merobek jalur kultivasimu! Jika kau tidak menguasainya, kau akan menjadi cangkang kosong, atau lebih buruk, boneka yang dikendalikan oleh kutukan itu sendiri!” teriak Mao, suaranya penuh urgensi, untuk pertama kalinya menunjukkan emosi.
Ling Yuan mencoba mengangkat tangannya, tetapi tubuhnya tidak merespons. Ia merasakan kesadaran spiritualnya ditarik ke dalam pusaran kegelapan. Kutukan Anak Pembawa Kematian telah dilepaskan, dan kini ia menghadapi keagungan kehancuran yang ditimbulkannya. Ia harus segera mencari jalan untuk menyerapnya kembali, atau ia akan binasa di ambang pintu kultivasi Dewa. Kegelapan menelan kesadarannya.