NovelToon NovelToon
Mahira

Mahira

Status: sedang berlangsung
Genre:Berondong / Pengganti
Popularitas:8.5k
Nilai: 5
Nama Author: santi damayanti

“Aku kecewa sama kamu, Mahira. Bisa-bisanya kamu memasukkan lelaki ke kamar kamu, Mahira,” ucap Rangga dengan wajah menahan marah.
“Mas Rangga,” isak Mahira, “demi Tuhan aku tidak pernah memasukkan lelaki ke kamarku.”
“Jangan menyangkal, kamu, Mahira. Jangan-jangan bukan sekali saja kamu memasukkan lelaki ke kamar kamu,” tuduh Rukmini tajam.
“Tidak!” teriak Mahira. “Aku bukan wanita murahan seperti kamu,” bantah Mahira penuh amarah.
“Diam!” bentak Harsono, untuk kesekian kalinya membentak Mahira.
“Kamu mengecewakan Bapak, Mahira. Kenapa kamu melakukan ini di saat besok kamu mau menikah, Mahira?” Harsono tampak sangat kecewa.
“Bapak,” isak Mahira lirih, “Bapak mengenalku dengan baik. Bapak harusnya percaya sama aku, Pak. Bahkan aku pacaran sama Mas Rangga selama 5 tahun saja aku masih bisa jaga diri, Pak. Aku sangat mencintai Mas Rangga, aku tidak mungkin berkhianat.”

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi damayanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

mh 11

Tamu terus berdatangan, memberi ucapan selamat kepada Ratna dan Rangga. Banyak yang terharu, bahkan ada yang menitikkan air mata menyaksikan pernikahan mendadak itu.

Setelah salat Isya, orkes dangdut mulai dimainkan. Suasana semakin ramai. Namun di tengah keramaian, wajah Ratna tampak makin pucat. Ia memegangi kepalanya yang terasa berat.

“Lihat, Ratna kok pucat banget,” bisik seorang tamu. “Kayaknya dia lagi tekanan banget.”

Belum sempat komentar lain muncul, Ratna tiba-tiba ambruk.

“Bruk!”

“Ratna!” Rangga memekik kaget. Ia segera menubruk ke samping Ratna dan menggoyang tubuh istrinya itu. “Ratna! Sayang, bangun!” Namun Ratna tetap tak merespons.

Pak Harsono berlari tergopoh ke pelaminan.

“Ada apa ini, Nak Rangga?” tanyanya panik.

Rangga menggeleng putus asa.

“Aku nggak tahu, Pak…”

“Ya ampun… mungkin anak ini terlalu banyak tekanan sampai badannya drop,” isak Bu Rukmini, tampak sangat panik.

Tapi jauh di balik wajahnya yang khawatir, terselip gerutuan kecil dalam hatinya.

“Ih, pakai acara pingsan segala… lebay amat sih,” omelnya dalam hati.

Pak Dasuki ikut mendekat, wajahnya tegang.

“Ada apa ini?” serunya.

“Sepertinya pingsan, Pak,” jawab Rangga gugup.

“Kenapa kalian diam saja? Cepat bawa dia ke dalam!” perintah Pak Dasuki tegas.

“bu cepat cari arum, diakan dokter, tolong suruh periksa arum, takut dia ke buru pulang” lanjut pa dasuki memberi perintah

Rangga segera mengangkat tubuh Ratna, membopongnya masuk ke dalam rumah. Sementara itu, sepupu-sepupu Ratna dan Mahira mengamankan jalannya pesta.

“Kasihan banget… kalau memang terpaksa nikah, jangan dipaksa begini lah. Sampai pingsan kayak gitu,” bisik beberapa tamu.

Bu Wati berlari ke arah luar, mengejar adiknya Arum yang hendak pulang.

“Arum! Tolong dulu Ratna, dia pingsan,” pintanya cemas.

“Ya ampun, Mbak… aku habis operasi caesar tadi, capek banget. Mau istirahat,” gerutu Dr. Arum, seorang dokter obgyn.

“Please, Rum… tolong dulu. Ini keponakan kita,” bujuk Bu Wati.

Arum menghela napas. Ia tahu, sebagai dokter, mau tak mau ia harus bertindak. Ia mengambil kotak medis dari mobil dan ikut masuk bersama Bu Wati.

Saat masuk ke rumah, Ratna masih belum siuman. Rukmini yang semula curiga bahwa Ratna hanya berpura-pura pingsan, kini panik setengah mati.

“Ratna…” isaknya sambil menggoyang tubuh anaknya.

“Bu, minggir dulu. Ini dokter mau periksa,” ujar Bu Wati dengan nada bangga, seolah ingin menegaskan kalau keluarganya bukan orang sembarangan.

Dr. Arum menatap sekeliling, lalu berkata dengan lembut tapi tegas,

“Tolong menjauh semua. Pasien sulit bernapas kalau dikerubungi begini.”

Orang-orang pun perlahan menjauh dari Ratna, meninggalkan ruang agar Dr. Arum bisa memeriksa keadaan Ratna yang sekarang jadi keponankannya karena menikah dengan rangga

Dr. Arum berlutut di samping Ratna. Ia menepuk-nepuk pipi keponakannya pelan.

“Ratna… Nak, dengar suara Tante? Ratna?”

Tidak ada respons.

Arum memeriksa denyut nadi di pergelangan tangan.

“Nadinya cepat, tapi lemah… tekanan darahnya kemungkinan turun,” gumamnya.

Ia lalu menatap Bu Wati.

“Tolong, ambilkan air hangat dan gula, cepat.”

Wanita paruh baya berlari mengambil air hangat.

Arum membuka tudung kepala Ratna, mengusap peluh yang membasahi pelipisnya.

“Ratna… Nak, dengar Tante? Ratna?”

Ratna tak juga merespons.

Arum memegang pergelangan tangan Ratna, menghitung nadinya dengan cepat.

“Nadinya cepat tapi lemah… tekanan darahnya pasti turun,” gumamnya.

“Gula hangatnya mana?” tanya Arum tanpa mengalihkan pandangan.

“Ini, Rum,” Bu Wati datang buru-buru membawa segelas air gula.

Arum mengusap peluh di pelipis Ratna, menahan kepala Ratna dengan satu tangan.

“Angkat sedikit badannya, jangan dibiarkan telentang penuh,” perintahnya pada Rangga.

Rangga segera menopang punggung Ratna dengan bingung dan panik.

Arum menempelkan gelas ke bibir Ratna.

“Ratna… ayo sayang, minum sedikit.”

Tetesan pertama masuk. Ratna masih lemah, tapi refleks menelan.

“Bagus… sedikit lagi…”

Arum lalu membuka tas medisnya, mengambil alat pengukur tekanan darah.

Ia memasang manset di lengan Ratna dan memompanya.

“Berapa, Rum?” tanya Pak Dasuki.

“Rendah… banget.” Arum menggeleng. “Drop seperti ini biasanya karena kurang makan, kelelahan berat… atau…”

“atau apa Rum?” tanya Ibu Wati penasaran.

Arum mengangkat tangan dan menggelengkan kepala, dia takut dugaan dia kurang tepat.

Ia memegang perut bagian bawah Ratna secara halus, menekan sedikit untuk memeriksa reaksi.

Ratna mengerut pelipis, mengeluh lirih.

“…aduuh…”

Arum mengambil alkohol swab dari tas, mengoleskannya di pelipis dan tengkuk Ratna untuk merangsang kesadaran.

“Ratna, dengar Tante… tarik napas… pelan… ayo sayang…”

Detik-detik terasa panjang.

Orang-orang menahan napas.

Tiba-tiba jari Ratna bergerak. Kelopak matanya bergetar.

“Ratna!” Rukmini menjerit kecil.

Perlahan, Ratna membuka mata setipis garis. Pandangannya buram, mengembun karena cahaya lampu.

“aduh…” bisiknya lemah.

Arum segera menahan bahunya.

“Ya, sayang. Kamu pingsan. Tenang dulu, jangan bangun.”

Rangga menghela napas lega, bahunya turun drastis.

“Ratna… kenapa dengan kamu?” tanya Rangga panik.

Ratna masih terlihat bingung. “Kepalaku… berat sekali…”

Arum memegang keningnya.

“Kamu drop berat. Tapi, Ratna… kamu beberapa hari ini sering pusing? Mual? Lemas?”

“ya akhir-akhir ini aku ga nafsu makan, Tan,” jawab Ratna.

“apa sering mual?”

“iya sering mual.”

“Kapan terakhir kamu haidi?” tanya Dokter Arum.

“aku ga inget, kayanya udah lama deh,” jawab Ratna polos.

“jangan-jangan kamu hamil?” geram Ibu Wati.

“Jangan sembarangan kamu ya, anak saya ini sangat menjaga pergaulannya,” kesal Ibu Rukmini.

Ratna sekarang wajahnya pucat. “Ah kenapa sih aku ga memikirkan hal ini, aku terlalu fokus merebut Rangga,” pikir Ratna pusing.

“tidak, Bu…” isak Ratna. “Pacaran saja aku ga pernah, bagaimana aku bisa hamil?”

Ratna menangis tersendu-sendu, melihat hal itu membuat pak Harsono hatinya terasa sakit

“Minggir kalian,” ucap kasar Pak Harsono kemudian memeluk Ratna.

“Tidak mungkin anak saya hamil, Bu,” kesal Pak Harsono.

Ratna semakin terisak dalam pelukan Pak Harsono.

“aku ga hamil, Pak,” Ratna menangis tersedu.

“Ya kamu pasti dokter gadungan,” tuduh Rukmini kesal.

“Hey, jangan kurang ajar kamu ya!” geram Pak Dasuki. “Adik saya ini dokter obgyn di Rumah Sakit Saraswati, apa kalian tidak pernah dengar nama dr. Arum?”

“Oh, itu dr. Arum… anak saya dulu hampir saja meninggal kalau tidak ditangani Dokter Arum,” ucap seorang tamu yang kebetulan mengenal Dokter Arum.

“anda pasti bohong menuduh anak saya hamil,” mata Rukmini nyalang pada Dokter Arum.

“Loh, kapan saya mengatakan anak Anda hamil… tugas saya hanya mendiagnosis berdasarkan ilmu yang saya punya, dari ciri-cirinya memang sepertinya hamil. Kalau tidak percaya silakan gunakan tespek atau bawa ke rumah sakit untuk USG,” jelas dr. Arum tenang.

“tidakkkk…” isak Ratna. “Aku enggak mungkin hamil.”

“Ya kalau ga percaya, lakukan tespek saja. Saya bawa ko alatnya,” ucap dr. Arum.

“Aku mau dia melakukan tes kehamilan,” tegas Pak Dasuki

1
puspa endah
ceritanya bagus thor susah di tebak
puspa endah
teka teki banget ceritanya👍👍👍👍 lanjut thor😍😍😍
Anto D Cotto
menarik
Anto D Cotto
lanjut crazy up Thor
partini
oh seperti itu
puspa endah
lanjut thor👍👍👍
puspa endah
banyak teka tekinya thor😄😄😄. siapa lagi ya itu....
anak buah doni kah?
puspa endah
woow siapakah Leo?
NP
ga jadi mandi di doni
puspa endah
🤣🤣🤣 lucu banget mahira n doni
partini
Leo saking cintanya sama tuh Kunti Ampe segitunya nurut aja ,,dia dalangnya Leo yg eksekusi hemmmm ledhoooooooooo
partini
sehhh sadis nya, guru ga ada harganya di mata mereka wow super wow
partini
hemmm modus ini mah
partini
apa Doni bukan anak SMA,, wah banyak misteri
puspa endah
wah kereen bu kepsek👍👍👍 hempaskan bu susi, bu anggi dan pak marno😄😄😄😄
partini
Reza takut ma bosnya 😂😂
sama" cembukur teryata
puspa endah
bagus mahira👍👍👍 jangan takut klo ga salah
puspa endah
doni kayaknya lagi menyamar
partini
daster panjang di bawah lutut ga Sampai mata kaki ya Thor
tapi pakai hijab apa ga aneh
NP: q kalo dirumah jg sering kayak itu ..to pake legging lengan pendek
total 3 replies
partini
hemmmm Doni ,, kenapa aku berfikir ke sana yah
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!