Dia pikir, dibuang oleh suaminya sendiri akan membuat hidupnya berantakan dan menderita. Namun, takdir berkata lain, karena justru menjadi awal kebahagiaannya.
Daniza, seorang istri yang bagi suaminya hanya wanita biasa, justru sangat luar biasa di mata pria lain. Tak tanggung-tanggung, pria yang menyimpan rasa terhadapnya sejak lama adalah pria kaya raya dengan sejuta pesona.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mencari Barang Bukti
Alvin sedang membaringkan tubuhnya di sofa sambil memainkan ponsel. Baru saja mendapat laporan dari penjaga tentang Revan yang datang dan memaksa untuk masuk.
"Bagus, lain kali kalau dia memaksa lagi, hajar saja!" Isi pesan balasan Alvin.
Setelah berkirim pesan, ia memejamkan mata. Alvin diserang kantuk luar biasa, sebab sejak semalam ia tidak tidur dengan nyenyak karena terus menjaga Daniza.
"Permisi." Sapaan itu membuat Alvin kembali membuka mata. Seorang perawat baru saja masuk ke ruangan.
"Ada apa, Sus?" Mengurai rasa kantuk, Alvin membenarkan posisi duduk sembari mengucek mata.
"Dokter Allan berpesan agar Bapak segera ke ruangannya. Hasil pemeriksaan lab Ibu Daniza sudah keluar."
"Baik, Sus. Terima kasih."
Setelah menyampaikan pesan dari dokter, sang perawat keluar dari ruangan itu. Alvin bangkit dari duduknya dan berdiri di sisi ranjang pasien. Ia menatap Daniza sebentar. Wanita pujaan hatinya itu masih lelap. Kondisinya sedikit membaik dan dan lebih tenang setelah menangis histeris pagi tadi.
"Aku tinggal sebentar, ya," bisiknya sambil membelai puncak kepala.
Setelah membenarkan selimut yang membalut tubuh wanita yang diakuinya sebagai calon istri itu, ia segera menuju ruangan dokter. Khawatir dengan kondisi Daniza membuat Alvin meminta dokter melakukan pemeriksaan menyeluruh untuk mengetahui penyebab Daniza mengalami pendarahan hebat.
"Selamat pagi, Dokter," sapa Alvin sesaat setelah memasuki ruangan.
Dokter ahli kandungan dengan senyum ramah itu mempersilahkan Alvin untuk duduk di hadapannya. Ia membuka sebuah map yang di dalamnya terdapat hasil pemeriksaan Daniza.
"Pak Alvin, ini hasil pemeriksaan Ibu Daniza."
"Iya, bagaimana, Dokter? Dia baik-baik saja, kan?"
"Untuk sekarang kondisi Ibu Daniza memang sudah stabil. Tapi menurut hasil pemeriksaan lab, dalam darah Ibu Daniza ada kandungan misoprostol yang cukup tinggi. Dan itu yang memicu terjadinya pendarahan."
Ada kerutan pada kedua alis tebal Alvin mendengar nama asing yang disebutkan dokter. "Misoprostol? Apa itu, Dok?"
"Misoprostol itu sebenarnya obat tukak lambung, tapi kalau dikonsumsi ibu hamil, bisa menyebabkan kontraksi dan pendarahan. Dan kandungan misoprostol dalam darah Ibu Daniza ini sangat tinggi. Apakah Ibu Daniza sengaja mengonsumsi obat tersebut?"
Alvin mencoba memikirkan apakah Daniza sendiri yang mengonsumsi obat tersebut ataukah ada hal lain yang terjadi di luar dugaan. Sebab setahunya, Daniza sangat menginginkan anaknya. Ia pasti akan sangat berhati-hati untuk mengonsumsi obat apapun.
"Apa jenis obat itu dijual dengan bebas di apotek?" tanya Alvin penasaran.
"Tidak, Pak! Obat itu hanya bisa didapatkan dengan resep dokter. Kalau pun Ibu Daniza memiliki riwayat tukak lambung, saya rasa dokter manapun tidak akan meresepkan obat jenis ini untuk ibu hamil."
Kerutan di dahi Alvin semakin dalam. Kecurigaan semakin kuat dalam hatinya.
"Saya belum sempat membicarakan tentang hal ini dengan istri saya. Tapi setahu saya, dia tidak punya riwayat penyakit asam lambung."
Dokter Allan tampak ikut terheran. Jika memang pasiennya itu tidak memiliki riwayat penyakit lambung, lalu mengapa sampai ada kandungan misoprostol di dalam darahnya?
"Pak Alvin masih ingat makanan terakhir apa yang dikonsumsi Ibu Daniza?" tanya sang Dokter kemudian.
"Saya juga tidak tahu, Dokter. Soalnya saya ada di tempat lain saat kejadian dan baru datang saat dihubungi. Itu pun Daniza sudah tidak sadarkan diri saat saya datang."
Jawaban yang diberikan Alvin membuat Dokter Allan sedikit heran. Betapa tidak, ia masih ingat semalam suami pasiennya itu datang dengan panik hanya menggunakan setelan piyama. Artinya mereka dalam keadaan akan tidur. Bahkan sampai sekarang Alvin belum mengganti pakaiannya.
Alvin yang mengerti tatapan sang dokter langsung memberi alibi. "Emh, maksud saya ... saat istri saya pendarahan, saya sedang di rumah tetangga." Sambil menerbitkan senyum bodoh.
"Ribet banget jelasinnya," gerutu Alvin dalam hati.
Menghela napas panjang, Dokter Allan hanya menganggukkan kepala. Ngapain ke rumah tetangga pakai piyama? Begitu tatapannya berbicara.
"Kalau begitu saya permisi sebentar, Dok. Nanti saya akan bicarakan dengan istri saya, bagaimana dia bisa meminum obat itu."
"Baik, Pak. Silahkan."
****
Alvin mengedarkan pandangan ke segala penjuru begitu memasuki rumah. Ia berjalan dengan mengendap-endap bak pencuri.
Ah, aman!
Sepertinya mama sedang ke butik. Sebab tak terlihat tanda keberadaan ibunya itu di rumah. Alvin pun boleh bernapas lega. Siang ini, setelah memastikan keadaan Daniza baik-baik saja, ia memutuskan pulang sebentar untuk mandi dan berganti pakaian.
Karena semalam sangat panik, ia sampai tidak sempat mengganti pakaian dan membawa Daniza ke rumah sakit hanya dengan menggunakan piyama. Setelah berganti pakaian, ia akan segera kembali ke rumah sakit.
"Baru pulang, Vin?" Pertanyaan itu membuat tubuh Alvin meremang. Ia menoleh ke sumber suara, tampak Mama Elvira baru keluar dari kamarnya.
"Eh, Mamah! Aku pikir lagi ke butik."
Mama Elvira menatap Alvin yang tampak sudah rapi seperti hendak keluar rumah. "Mau ke mana lagi kamu?"
"Mau ke ...." Ucapan Alvin menggantung. Ia tahu mamanya akan mengomel karena semalam tidak pulang ke rumah. "Mau keluar dulu, Mah." Langsung melipir pergi meninggalkan mama.
"Alvin tunggu! Mama mau bicara!" Mama Elvira segera menyusul.
Ibu dan anak itu terlibat aksi kejar-kejaran di tangga hingga ke teras rumah.
"Sampai jumpa nanti, Mah! Nanti aja ngobrolnya," teriak Alvin langsung tancap gas ke meninggalkan rumah tanpa memerdulikan kicauan sang mama.
Mama Elvira hanya dapat geleng-geleng kepala melihat kelakuan putra semata wayangnya itu.
"Punya anak satu gini amat, ya."
*
*
*
Menempuh perjalanan dari rumah selama 20 menit, Alvin tiba di rumah kontrakan Daniza. Ia ingin memeriksa sendiri apakah Daniza memang memiliki jenis obat yang dimaksud Dokter Allan tadi.
Begitu memasuki kamar, ia menggeledah seisinya. Laci dan tas milik Daniza ia periksa semua. Tidak ada yang aneh di sana. Bahkan Alvin tidak menemukan obat apapun.
"Tidak ada apa-apa di sini. Apa Daniz dapat obat itu dari luar, ya?"
Alvin terduduk sebentar si tepi ranjang. Sempat meringis saat merasakan tempat tidur Daniza yang jauh dari kata empuk. Dan itu membuat hatinya seperti tersayat. Membayangkan beratnya hidup Daniza selama berbulan-bulan di rumah yang sempit dan pengap.
"Setelah kamu keluar dari rumah sakit, aku tidak akan membiarkanmu kembali ke rumah ini."
Meneliti seisi kamar, perhatian Alvin langsung tertuju pada meja kecil yang ada di sudut. Ada sebuah cup minuman yang ia yakini diminum Daniza semalam.
Alvin meraih sisa minuman itu. Sepintas tidak ada yang aneh. Warnanya pun sama sekali tidak berubah.
Namun, saat mengendus aromanya, ia merasakan bau obat yang cukup menyengat menusuk indera penciumannya.
"Jangan-jangan ada orang yang memasukkan obat ke dalam minuman ini."
Alvin mulai menduga dalam hati. Meskipun belum berani menyimpulkan.
...****...
Baca ini ngakaknya ngelebihin dr Allan yg suka modusly. Kereeen...kereen /Kiss/