Cole Han, gangster paling ditakuti di Shanghai, dikenal dingin dan tak tersentuh oleh pesona wanita mana pun. Namun, semua berubah saat matanya tertuju pada Lillian Mei, gadis polos yang tak pernah bersinggungan dengan dunia kelam sepertinya.
Malam kelam itu menghancurkan hidup Lillian. Ia terjebak dalam trauma dan mimpi buruk yang terus menghantuinya, sementara Cole justru tak bisa melepaskan bayangan gadis yang untuk pertama kalinya membangkitkan hasratnya.
Tak peduli pada luka yang ia tinggalkan, Cole Han memaksa Lillian masuk ke dalam kehidupannya—menjadi istrinya, tak peduli apakah gadis itu mau atau tidak.
Akankah Lillian selamanya terjebak dalam genggaman pria berbahaya itu, atau justru menemukan cara untuk menaklukkan hati sang gangster yang tak tersentuh?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21
"Tuan Han, apa hubungan Anda dengan Nona Mei?" tanya salah satu reporter yang paling berani.
Cole menatap tajam orang itu, wajahnya dingin namun tegas. Ia kemudian menggenggam tangan Lillian erat.
“Lillian Mei adalah tunanganku,” ucapnya dengan suara berat dan mantap. “Tidak lama lagi kami akan menikah.”
Kerumunan reporter langsung gaduh, kilatan kamera menyambar-nyambar wajah pasangan itu.
“Bagaimana tanggapan Anda mengenai masalah ini, Tuan Han?” tanya reporter lain cepat-cepat. “Tunangan Anda disebut-sebut sebagai putri dari hasil perselingkuhan. Apa Anda tidak keberatan dengan itu?”
Cole mendengus pelan, senyum sinis menghiasi wajahnya. “Tidak ada hal seperti itu,” katanya sambil menatap mereka satu per satu. “Siapa pun Lillian, dia tetap akan menjadi istriku. Dan untuk kalian semua,” suaranya meninggi penuh wibawa, “jaga sikap kalian. Jangan bertindak seenaknya. Kalau kalian masih ingin bekerja di perusahaan media kalian, berhenti membuat berita palsu.”
Suasana mendadak hening. Namun satu reporter wanita yang tak gentar tetap berbicara lantang.
“Lucy Wen adalah wanita yang menghancurkan rumah tangga orang, sedangkan putrinya ini—seorang fotografer terkenal—telah mengecewakan banyak masyarakat yang selama ini mengaguminya.”
Lillian yang berdiri di samping Cole akhirnya angkat bicara. Meski wajahnya pucat, matanya menatap lurus dengan ketegasan yang tak bisa diabaikan.
“Kecewa?” ucapnya, nada suaranya tenang namun tegas. “Aku justru ingin bertanya, apakah latar belakang seseorang begitu penting? Sejak aku menekuni profesiku, aku tidak pernah merugikan siapa pun. Semua hasil karyaku lahir dari kerja keras, bukan dari nama keluarga. Siapa pun aku, itu tidak akan mengubah apa yang sudah kuhasilkan.”
Ia melangkah setapak maju, pandangannya menusuk kerumunan. “Jadi, kenapa kalian harus menghinaku hanya karena keyakinan kalian yang sempit dan pikiran yang kotor?”
Beberapa orang di barisan masyarakat mulai bersuara lagi.
“Anak hasil selingkuh tidak layak dihargai!” teriak seseorang dengan nada jijik.
“Tidak pantas dihormati!” sahut yang lain.
Cole menatap tajam ke arah suara-suara itu, matanya memerah oleh amarah. Ia maju satu langkah dan suaranya menggelegar.
“Kau yang di sana!” serunya keras. “Apakah kau lahir di keluarga suci? Lillian Mei bekerja dengan darah dan keringatnya sendiri. Dia tidak pernah meminta belas kasihan siapa pun, apalagi menumpang nama orang tuanya!”
“Sedangkan kalian,” lanjut Cole dengan suara tajam seperti cambuk, “berdiri di sini hanya karena termakan gosip murahan. Kalian menghakimi tanpa tahu kebenarannya. Apa tindakan seperti itu layak disebut terhormat?”
Ia menatap berkeliling, menatap satu per satu wajah orang yang kini tampak ragu.
“Kita semua manusia berpendidikan, bukan? Tapi kalian berperilaku seperti penyebar fitnah yang haus sensasi. Jadi dengarkan ini baik-baik, aku telah mengenali wajah kalian semua. Tunggu saja surat dari pengadilan. Aku akan menuntut setiap orang yang berani mencemarkan nama baik tunanganku!”
Tak lama kemudian, suara deru mesin mobil mewah terdengar mendekat. Sebuah sedan hitam berhenti tepat di depan kerumunan. Para reporter yang masih menunggu di luar studio langsung menoleh, kamera mereka serempak terangkat ketika Anthony Mei turun dari mobil dengan wajah tegang, ditemani oleh asistennya.
“Tuan Mei!” teriak salah satu reporter yang langsung berlari mendekat.
“Mohon beri penjelasan mengenai perselingkuhan Anda yang selama ini ditutupi dari publik!”
“Seorang pengusaha sukses menelantarkan anak laki-lakinya demi wanita lain!” teriak seorang warga, suaranya menggema di antara kerumunan yang semakin liar.
Beberapa anggota Cole segera membentuk barikade, menahan massa dan reporter agar tak mendekat terlalu dekat. Anthony berjalan dengan langkah berat melewati barisan itu, matanya langsung tertuju pada Lucy dan Lillian.
“Lucy, Lillian… kalian tidak apa-apa?” tanyanya dengan nada penuh kekhawatiran.
Lucy mencoba tersenyum menenangkan meski wajahnya tampak cemas. “Kami baik-baik saja. Untung saja Cole tiba tepat waktu,” jawabnya pelan.
Anthony menatap Cole yang berdiri tegak di sisi Lillian, melindunginya tanpa ragu. Ada rasa lega sekaligus hormat yang terpancar dari matanya.
“Cole, terima kasih karena sudah melindungi mereka,” ucap Anthony tulus.
Cole menatapnya dengan pandangan tegas namun sopan. “Paman, melindungi Bibi Lucy dan Lillian adalah bagian dari tanggung jawabku,” ujarnya mantap. “Tapi masalah ini tidak bisa kita biarkan berlarut. Kita harus menyelesaikannya hari ini, di sini.”
Anthony menarik napas dalam, wajahnya menegang. “Semuanya adalah ulah dari Fuya dan Andy. Aku tidak tahu di mana mereka sekarang, tapi akulah yang seharusnya disalahkan, bukan Lucy dan Lillian.”
Cole mengangguk pelan, ekspresinya berubah dingin. “Tenang saja, Paman,” katanya, suaranya rendah namun penuh tekanan. “Orang-orangku sedang bergerak mencari mereka. Mereka tidak akan bisa bersembunyi lama. Hari ini juga, mereka akan kubawa ke sini untuk mempertanggungjawabkan perbuatan mereka.”
“Semua yang ada di sini,” suara Anthony Mei menggema melalui pengeras suara yang dibawa salah satu asistennya. Ia berdiri tegak di depan studio, diapit oleh Lucy, Lillian, dan Cole yang berdiri sedikit di belakangnya dengan ekspresi tegas.
“Saya, Anthony Mei, akan mengklarifikasi sesuatu di hadapan publik. Mengenai hubungan saya dan istri saya, Lucy Wen.
Saat itu, saya dan mantan istri saya, Fuya, telah bercerai. Setelah perceraian itu, barulah saya menikahi Lucy Wen. Jadi, Lucy bukan selingkuhan saya, melainkan istri sah yang saya nikahi secara resmi dan diakui oleh hukum.”
Suasana sempat hening sesaat. Beberapa reporter menunduk, sebagian menatap layar kamera mereka, seolah menimbang kebenaran ucapan Anthony. Namun, sebelum ketenangan itu benar-benar terasa, terdengar suara teriakan dari arah belakang kerumunan.
“Dia berbohong!”
Semua kepala menoleh. Dua sosok, Fuya dan Andy, muncul dengan wajah kacau dan pakaian berantakan, digiring oleh dua pria berpakaian hitam, anak buah Cole. Reporter langsung bergerak cepat, mikrofon dan kamera diarahkan ke arah mereka.
“Kami belum bercerai!” teriak Fuya dengan suara serak, matanya merah menatap Anthony dengan kebencian. “Aku masih punya bukti pernikahan kami, dan aku belum pernah menandatangani surat perceraian itu!”
Kerumunan mulai berbisik-bisik. Beberapa reporter mendekat, sementara Cole memberi isyarat pada anak buahnya untuk menjaga jarak aman.