Pernikahan yang terjadi karena hamil duluan saat masih SMA, membuat usia pernikahan Ara dan Semeru tidak berjalan lama. Usia yang belum matang dan ego yang masih sama-sama tinggi di tambah kesalah pahaman, membuat Semeru menjatuhkan talak.
Setelah 7 tahun berpisah, Ara kembali bertemu dengan Semeru dan anaknya. Namun karena kesalah fahaman di masa lalu yang membuat ia diceraikan, Semeru tak mengizinkan Ara mengaku di depan Lala jika ia adalah ibu kandungnya. Namun hal itu tak membuat Ara putus asa, ia terus berusaha untuk dekat dengan Lala, bahkan secara terang-terangan, mengajak Semeru rujuk, meski hal itu terkesan memalukan dan mudahan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
I LOVE YOU, MY WIFE
Meru langsung menjatuhkan bobot tubuhnya ke atas ranjang begitu sampai di Kamar. Pria itu terlihat begitu lelah. Beda dengan Ara, ia malah sibuk mengedarkan mata, setiap sudut kamar Meru, tak luput dari perhatiannya. Maklum, tempat baru, penasaran seperti apa. Kamar tersebut begitu luas, namun isinya tak terlalu banyak, mungkin karena laki-laki, tak suka banyak perintilan seperti perempuan.
"Ra, sini!" Meru menepuk sisi kasur sebelahnya.
"Aku mau lepas sanggul, bersihin make up, mandi dan ganti baju."
"Sini dulu," Meru melambaikan tangannya.
"Apaan sih," Ara memutar kedua bola matanya malas. "Aku mau mandi," sadar akan bahaya jika dekat-dekat Meru. Suaminya itu gak bisa ditempelin dikit.
"Sini!"
Ara menghela nafas panjang, mendekati Meru yang rebahan di atas ranjang. Cowok itu bangun, menarik tangan Ara, menempelkan telapak tangannya di dada.
"Kenapa?" Ara mengerutkan kening.
"Kamu percaya gak, tadi jantungku berdebar kencang sekali pas detik-detik mau ijab kabul. Deg, deg, deg," Meru menirukan suara detak jantungnya. "Rasanya seperti mau copot."
Ara auto tergelak, tak menyangka jika laki-laki seperti Meru, bisa nervous juga. Sesakral itu memang momen ijab kabul. Bahkan katanya, Arsy sampai bergetar saat janji suci itu diikrarkan.
"Dih malah ketawa," Meru melepas tangan Ara. "Gak percaya?"
"Bukan gak percaya, cuma aneh aja," Ara duduk di sebelah Meru. "Kirain orang sombong kayak kamu, gak pernah ngerasain takut."
Meru mencebik, menjentik pelan kening Ara. "Orang sombong juga manusia kali. Tumben hari ini cantik," menahan senyum, memperhatikan wajah Ara.
"Dih, tumben katanya. Tiap hari kali," Ara melotot, tak terima.
"Enggak, biasanya B aja," Meru menarik dagu Ara. Malam ini, wanita yang baru ia nikahi itu, memang terlihat sangat menawan. Apalagi saat tersenyum malu-malu seperti ini, pipinya merona, membuat Meru semakin gemas.
"Halah, bilang B aja, tapi bucin sama aku."
"Pede banget," Meru langsung ketawa. "Yang ada kamu yang bucin sama aku. Gak bisa hidup tanpa aku."
Bugh
"Kepedean," Ara memukul bahu Meru dengan bantal. Beranjak meninggalkan ranjang.
"Mau kemana?" tanya Meru.
"Yaelah, takut banget ditinggal istrinya," cibir Ara. "Istri yang katanya B aja itu," tersenyum mengejek, lalu menjulurkan lidah. "Mau mandi." Ia bercermin di depan almari, melepas hiasan di rambut juga beberapa jepitan hitam kecil. Tak lupa, membersihkan make up menggunakan kapas dan micelar water.
"Kamu cantikan gak pakai poni kayak gini, Ra."
"Halah, bilang aja kalau kamu takut banyak yang naksir sama aku gara-gara poni yang bikin aku cantik kayak artis Korea." Ara menoleh kearah Meru. Berdecak kesal saat ingin memamerkan poni ala koreanya, malah tak bisa karena kaku akibat tadi di hair spray.
"Udah, gak usah pamer poni," Meru tergelak, bisa membaca gerak gerik Ara. "Iya, iya, cantik kalau ada poninya. Puas?"
"Belum. Belum puas sebelum poninya kembali cantik kayak biasanya," geram Ara.
"Keramas sana, nanti balik lagi poninya. Poni ala koreyah," Meru sengaja bicara agak sedikit lebay.
"Masa malam-malam keramas."
"Ah iya lupa, besok pagi ya keramasnya, sebelum subuh," menaik turunkan alis, menggoda Ara.
"Dih, otaknya ngeres." Ara mengambil peralatan mandi dan baju ganti lalu masuk kamar mandi. Rasa segar setelah mandi, seketika membuat rasa lelahnya berkurang.
Keluar dari kamar mandi, Ara mengambil tas berisi buku-bukunya. Minta izin pada Meru untuk menyusunnya di rak yang ada di sebelah meja belajar, tempat buku-buku Meru yang baru Ara tahu malam ini, jika begitu banyak. Pantas saja pintar, ternyata alat penunjang belajarnya juga banyak, batinnya.
"Mau ngapaian?" Meru yang sudah ganti pakaian dengan kaos oblong dan celana pendek, mengernyit melihat Ara menempati meja belajarnya.
"Gak boleh ya aku belajar disini?" Ara yang baru membuka buku fisika, seketika berdiri.
"Belajar?" Meru menghampiri Ara.
Ara mengangguk, "Besok aku ada ulangan fisika."
"Apa, ulangan?" Meru melotot sambil berdecak. "Ra, kamu tahu gak, malam ini malam apa?"
"Malam Jum'at. Emang kenapa?"
"Emang kenapa?" Meru mulai kesal.
"Kamu kenapa sih, setiap aku ngomong, diulang terus. Udah ah, aku mau belajar," Ara kembali duduk.
"Ara," Meru menggeram tertahan.
"Meru, aku mau belajar," gerutu Ara yang juga kesal karena terus diganggu.
"Belajar, belajar, belajar terus," Meru memutar kedua bola matanya malas. "Belajar mulu tapi pinteran aku dari kamu. Malam ini malam pertama kita," ia sampai menekan kata-katanya demi memberi Ara pemahaman.
Ara seketika tergelak. "Malam pertama? Bangun Ru, bangun! Aku itu udah hamil," memegang perut. "Gimana ceritanya ini malam pertama. Udah jangan gangguin aku, aku mau belajar." Baru juga kembali duduk dan membuka buku, Meru malah menutupnya. "Please Meru, aku harus belajar untuk ulangan besok," dengan wajah mengiba, mengatupkan kedua telapak tangan di dada.
Meru menghela nafas panjang. "Tapi aku lagi pengen, Ra. Beberapa hari terakhir ini, banyak masalah yang kita hadapi, dan aku butuh sesuatu yang bikin tubuh rileks dan pikiran fresh kembali,"
Meru tak kalah memelas.
Ara jadi tak tega, apalagi sekarang status mereka tak seperti kemarin yang bebas nolak. "Ya udah, tunggu 1 jam ya, aku belajar dulu."
Meru berdecak, mengacak rambutnya frustasi. "Sekarang Ra, please.. "
"Kamu tahu sendiri Ru, kalau habis gituan, aku langsung ngantuk. Aku pasti langsung tidur dan gak bisa belajar."
"Ya udah 30 menit aja ya."
"Aku seminggu gak masuk sekolah, ketinggalan pelajaran. 30 menit mana cukup. 1 jam ya, please... "
Kepala pusing, membuat Meru tak ada tenaga untuk debat. Memilih mengalah meski itu tak seperti dirinya. "Ya udah deh," kembali ke ranjang, nunggu Ara sambil bermain ponsel.
Ara menghela nafas lega, meski di sudut hatinya yang paling dalam, ada rasa kasihan pada Meru.
"Sayang, udah belum?" panggil Meru, menoleh ke arah Ara yang duduk di kursi belajar dengan posisi memunggunginya.
Ara mencebikkan bibir. Manggil sayang cuma kalau ada maunya, ia membatin.
"Udah belum?" ulang Meru.
"15 menit juga belum. Aku kan bilang 1 jam."
"Masa sih, perasaan udah lama banget loh."
Ara geleng-geleng, tak menggubris ucapan Meru, lanjut belajar. Namun baru sekitar 5 menit kemudian, Meru kembali bertanya hal yang sama, bikin Ara kesal. Begitu terus, hingga Ara jengah dan mau tak mau, menutup buku dan memberikan apa yang Meru mau. Belajar juga percuma, gak bisa fokus.
Setelah melakukan tugas sebagai istri, Ara kembali belajar. Namun rasa kantuk sekaligus lelah, membuat ia bukannya latihan soal fisika, malah tertidur dengan berbantal lengan yang dilipat di atas meja.
Meru yang bahkan belum tidur, masih asyik main game, menghampiri Ara. Menutup buku di atas meja. "Maafin aku ya, kamu jadi gak bisa belajar." Mengangkat tubuh Ara, memindahkan ke atas ranjang. Namun baru saja tubuh itu mendarat di kasur, Ara terbangun.
"Aku ketiduran ya," ia hendak kembali bangun, namun Meru menahan tubuhnya.
"Udah malam, tidur!"
"Besok aku ulangan."
"Belajar besok pagi aja, habis subuh. Aku ajarin, garansi dapat nilai diatas 90."
Ara tersenyum mendengar itu. "Aku gak percaya."
"Serah. Pokoknya sekarang harus tidur. Dosa ngelawan suami." Meru kagum dengan semangat belajar Ara yang tinggi. Namun memaksakan belajar dalam kondisi lelah sekaligus ngantuk, hasilnya gak akan maksimal, malah bisa-bisa gak ada yang masuk sama sekali. Kegigihan, semangat, kesederhanaan, dan masih banyak hal lagi yang ia kagumi dalam diri Ara yang membuat ia jatuh cinta.
Ara yang memang ngantuk berat sampai matanya susah dibuka, akhirnya menurut, menarik guling, memeluknya lalu tidur. Baru beberapa saat, wanita itu tampak sudah terlelap.
"Aku jadi iri sama guling," Meru senyum-senyum sendiri, menatap Ara yang cantik natural. Meski tanpa make up, gadis itu terlihat cantik. Meminggirkan poni Ara, lalu mengecup keningnya. "I love you, my wife."
"Hah, kamu ngomong apa?"
Meru gelagapan saat tahu Ara mendengar ucapannya. Ia memang segengsi itu untuk menyatakan cinta. Setahun lebih pacaran, hanya sekali bilang cinta, saat jadian. "Se-selamat tidur."
"Enggak, tadi kamu gak ngomong gitu," Ara bicara dengan mata tertutup saking ngantuknya.
"Udah ah, ngantuk." Meru buru-buru rebahan, menarik selimut, menutupi tubuhnya sekaligus Ara, lalu memejamkan mata.
"I love you too, my handsome husband."
Bibir Meru terangkat ke atas, menyunggingkan senyum meski matanya tertutup.
nenjadi satu keluarga yg saling menghargai...
thor...
masih ngikut..
ngakak jgaa gara2 rujak .
masih ngikut..
eh akhirnya senyum2..
teeerharu...
bisa diambil pelajarannya
berat deh klau punya ipar kyak imel
semeru.....
semangat terus thor...
aq berusaha mbaca maraton ini cerita?