NovelToon NovelToon
Sistem Kultivasi Dewa Jahat

Sistem Kultivasi Dewa Jahat

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Reinkarnasi / Sistem / Kelahiran kembali menjadi kuat / Budidaya dan Peningkatan / Toko Interdimensi
Popularitas:4.5k
Nilai: 5
Nama Author: SuciptaYasha

Wang Cheng, raja mafia dunia bawah, mati dikhianati rekannya sendiri. Namun jiwanya bereinkarnasi ke dalam tubuh seorang tuan muda brengsek yang dibenci semua orang.

Tapi di balik reputasi buruk itu, Wang Cheng menemukan kenyataan mengejutkan—pemilik tubuh sebelumnya sebenarnya adalah pria baik hati yang dipaksa menjadi kejam oleh Sistem Dewa Jahat, sebuah sistem misterius yang hanya berkembang lewat kebencian.

Kini, Wang Cheng mengambil alih sistem itu bukan dengan belas kasihan, tapi dengan pengalaman, strategi, dan kekejaman seorang raja mafia. Jika dunia membencinya, maka dia akan menjadi dewa yang layak untuk dibenci.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SuciptaYasha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

19 Malam Tanpa Poin

Cahaya mentari pagi menyelinap lewat celah-celah tirai kamar pribadi Wang Cheng, membentuk pola-pola halus di atas ranjang berlapis kain sutra merah gelap. Suasana hening, hanya terdengar napas lembut dari sosok yang masih tertidur di sisi ranjang.

Wang Cheng membuka matanya perlahan, kelopak matanya terasa berat, tapi pikirannya langsung aktif seperti biasa. Ia menoleh ke samping.

Lishan, pelayan pribadinya, masih terlelap. Wajahnya yang damai dan polos tampak begitu kontras dengan fakta bahwa tubuh mereka berdua tak terbalut sehelai kain pun.

Wang Cheng menghela napas pelan, duduk di tepi ranjang sambil mengucek matanya. Bukan karena ia menyesal, bukan juga karena tubuhnya kelelahan. Tapi karena sesuatu yang lebih mengganggu dari itu—sesuatu yang tidak terjadi.

Tidak ada notifikasi.

Tidak ada suara keras di benaknya.

Tidak ada Poin Kebencian.

“Jiulei bahkan tidak muncul semalaman,” gumamnya datar, nada suaranya mengandung rasa kesal yang tertahan. “Padahal aku sudah menyiapkan tontonan yang menarik untuknya...”

Ia berdiri dari tempat tidur dan menarik jubah hitam tipis dari gantungan. Baru saja ia mengenakannya, suara pelan terdengar dari balik ranjang.

“Maaf, Tuan Muda…” Lishan terbangun, wajahnya memerah, rambut panjangnya terurai berantakan namun tetap indah. Ia buru-buru menarik selimut menutupi tubuhnya, lalu menunduk dalam-dalam. “Seharusnya aku bangun lebih awal dan menyiapkan pakaian Anda…”

Wang Cheng menoleh, matanya dingin seperti biasa, tapi ada sedikit senyum di ujung bibirnya.

“Tidak apa-apa, Lishan. Aku bukan tuan yang kejam.” Ia mendekat, menatap gadis itu yang masih menunduk dengan malu. “Lagipula, kau sudah memberikan cukup ‘pelayanan’ semalam, bukan?”

Wajah Lishan makin memerah, tapi ia hanya mengangguk pelan. Setelah itu, ia segera turun dari tempat tidur, mengambil pakaian pelayannya, dan mulai mengenakannya dengan gerakan cepat tapi rapi.

Wang Cheng memperhatikan dalam diam, lalu bertanya santai, “Ngomong-ngomong, bagaimana dengan Jiulei? Apakah dia bekerja dengan baik akhir-akhir ini?”

Lishan terdiam sesaat, lalu menjawab pelan. “Saya… saya jarang melihatnya sejak kemarin, Tuanku. Bahkan saat tugas bergantian, dia selalu menghilang lebih cepat dari biasanya. Seperti sedang berusaha untuk menghindari sesuatu…”

Wang Cheng mengangkat alis, mengerti arah maksud Lishan. “Menghindar darimu, maksudmu?”

Gadis itu menunduk lagi, merasa tak enak karena mungkin membuat Jiulei terganggu. “Mungkin… karena saya terlalu dekat dengan Anda, Tuan…”

Wang Cheng menyentuh dagunya sebentar. "Bukankah wajar jika seorang pelayan melayani tuannya?"

"Itu... Benar..." jawab Lishan lirih, merasa tidak enak dalam hatinya.

Setelah mengenakan seluruh pakaiannya, Lishan kemudian membungkuk dalam-dalam. “Kalau begitu, saya permisi sebentar.”

Wang Cheng hanya mengangguk. Lishan melangkah keluar kamar dengan cepat, menutup pintu dengan sopan.

Begitu sendiri, Wang Cheng menyandarkan tubuhnya ke sandaran ranjang, lalu mengangkat tangan kanannya, jari telunjuk dan tengah bersatu.

Sebuah jendela transparan muncul di hadapannya, memantulkan angka-angka yang sudah dikenalnya.

> Poin Kebencian: 50 (Diskon 10% untuk seluruh produk di toko sistem telah berakhir)

Wajah Wang Cheng menggelap. Ia mendengus. “Hanya lima puluh... Setara dengan tatapan sinis dari satu bangsawan murahan. Diskonnya juga sudah habis,” gumamnya sinis.

Dengan jengkel, ia kemudian memanggil: “Mouth…” bisiknya. “Keluar, aku butuh Diskon lagi. Hei, mulut lebar!”

Tidak ada jawaban.

Ia menunggu. Lima detik. Sepuluh. Tiga puluh.

Hening.

“...Mouth,” ulangnya dengan nada dingin.

Tetap sunyi.

Ia memejamkan mata, menahan kesal. “Pergi tanpa berpamitan? Licik juga makhluk sialan itu…”

Akhirnya ia menutup jendela sistem dan bangkit berdiri. “Terserahlah. Hari ini aku akan mengumpulkan poin kebencian lebih banyak lagi.”

...

Pagi itu juga, Wang Cheng keluar dari kamarnya seperti biasa. Langkah kakinya menggaung lembut di lorong marmer kediaman keluarga Wang. Jubah hitam tipisnya melambai seperti bayangan burung gagak, kontras dengan cahaya pagi yang menyinari dinding kediaman utama.

Setiap pelayan yang dilewatinya langsung menunduk dalam-dalam, tubuh mereka gemetar seolah hawa dingin menetes dari udara di sekitarnya.

Wang Cheng hanya melirik mereka satu per satu, namun tak menemukan setitik pun kebencian dalam tatapan mereka—hanya ketakutan, kepatuhan... dan dalam beberapa kasus, rasa hormat yang membingungkan.

"Mereka tidak membenciku, mereka takut padaku, dan itu tidak memberiku poin sama sekali..."

Ia menyeringai kecil, getir.

"Sungguh ironis. Aku berusaha untuk dibenci, sementara orang-orang berusaha mati-matian ingin dicintai..." gumamnya pelan.

Namun, tidak bisa dipungkiri jika mendapatkan kebencian lebih sulit daripada dicintai. Jika dia terlalu kasar pada pelayan, yang ada mereka hanya ketakutan, bukan benci. Harus ada skema yang terjadi agar mereka murni membencinya, pastinya tidak boleh berlebihan agar kebencian itu tidak berubah menjadi ketakutan.

Setidaknya itulah yang ia rasakan.

Wang Cheng berhenti sejenak di depan salah satu pilar besar. Ia teringat pada suatu adegan: Ketika si pemilik tubuh pernah melempar seorang pelayan keluar jendela hanya karena menatapnya terlalu lama.

Anehnya, pelayan itu justru menangis sambil meminta maaf meski beberapa tulang rusuknya patah, bukan memaki.

Ia terlalu takut untuk membenci Wang Cheng...

Dengan napas panjang, ia melanjutkan langkah ke ruang makan.

Namun sesampainya di sana, Wang Cheng menemukan sesuatu yang tidak biasa.

Meja panjang dari kayu cendana yang biasanya dipenuhi para anggota keluarga Wang kini kosong. Sisa-sisa makanan masih tersisa di atas piring emas, dan aroma teh pahit masih menggantung di udara.

Tak ada siapa-siapa.

“Hey... Kemana semua orang?” tanyanya dingin pada pelayan yang kebetulan lewat.

Pelayan itu tersentak, lalu langsung berlutut dengan kepala tertunduk.

“Ma… Maaf, Tuan Muda… Semua anggota keluarga telah memulai aktivitas lebih awal hari ini. Sarapan dilakukan satu jam lebih cepat… atas perintah Tuan Besar Wang.”

Wang Cheng mengerutkan alis. Lebih awal? Tanpa memberitahunya? Ia tidak suka perubahan mendadak, terutama jika ia bukan bagian dari keputusan itu.

'Bagus, sekarang aku tidak bisa mendapatkan poin kebencian dari mereka setiap pagi...' batinnya.

Wang Cheng menatap pelayan itu dengan tatapan tajam, suaranya datar namun jelas menekan.

"Apa ada sesuatu yang spesial hari ini?”

Pelayan itu semakin menunduk, tubuhnya nyaris gemetar. “I-ya... Hari ini, eksekusi umum akan dilakukan, Tuanku. Semua anggota keluarga Wang diundang langsung oleh Tuan Besar untuk hadir di alun-alun kota Wanlong…”

Mata Wang Cheng menyipit. “Eksekusi umum?”

Saat berjalan-jalan di kota, Wang Cheng sering mendengar sesuatu yang berkaitan dengan eksekusi. Namun, ia tidak terlalu menghiraukannya dan menganggapnya tidak penting.

“Iya… Para kriminal dari organisasi ‘Shuilen Gelap’ akan dihukum hari ini, Tuan…”

Sesaat, wajah Wang Cheng tampak tanpa ekspresi. Tapi dalam dadanya, bara kecil menyala. 'Panggung. Kerumunan. Emosi massa. Poin kebencian yang potensial,' batinnya penuh perhitungan.

Tanpa menjawab lagi, Wang Cheng akhirnya pergi dan membuat pelayan itu menghela napas lega, seolah lolos dari kematian.

Di jalanan kota Wanglong, terlihat Wang Cheng dan Shuezan yang tengah berjalan menuju pusat kota.

Suasana kota pagi itu tidak seperti biasanya yang penuh dengan hiruk pikuk dan aktifitas para penduduk, seolah mereka rela meninggalkan pekerjaan mereka demi menyaksikan satu pertunjukan yang dinanti-nantikan.

Shuezan menatap kearah Wang Cheng, masih tidak dapat menebak isi pikiran pemuda itu.

"Apa yang ingin kau lakukan kali ini?" tanyanya datar.

Wang Cheng menoleh sejenak sebelum menjawab. "Hanya melakukan keseharianku sebagai tuan muda yang arogan dan tak berperasaan."

1
Arman Jaya
lanjjjuuuuttttt
sangtaipan
uwayoooo keren lah sangattt
sangtaipan
ditunggu chapter selanjutnya sobat🔥
sangtaipan
mantap thor, tetap semangat
sangtaipan
keren parah sih
Baby Bear
bagus
Baby Bear
lanjut ka semangat 💪💪💪💪💪
sangtaipan
bagusss bangettt
sangtaipan
keren parahhh
Andi Liu
bagus
Andi Liu
lanjutkan
sangtaipan
hahaha sadiss membunuh jiwa dan raga tanpa menyentuh
Hr⁰ⁿ
Thor mantap alur ceritanya,dan kalo bisa MC di percepat jadi kuat biar nambah seru,
sering sering update Thor
M.ARK: kalau kakaknya berkenan, mampir juga kak ke ceritaku ya kak. terima kasih kak🙏
Hr⁰ⁿ: udh gw ksih kopi Thor,smngt update
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!