Dia Juga Anakku

Dia Juga Anakku

BERTEMU KEMBALI

"Perfect!" Ara tersenyum, memuji cake ulang tahun yang baru saja rampung ia buat. Kali ini butuh waktu yang lumayan cukup lama untuk membuatnya, karena setiap detail, ia buat semirip mungkin dengan tokoh aslinya. Ada kepuasan tersendiri saat apa yang ada dalam imajinasinya bisa ia wujudkan. Namun senyum itu tak bisa bertahan lama, karena beberapa detik kemudian, senyumnya berubah menjadi tangis.

Hari ini, adalah hari ulang tahun ke tujuh putri Ara. Sayangnya, ia tak bisa bertemu dengan Cilla, putrinya itu. Terakhir kali mereka bertemu, saat Cilla masih usia 2 bulan, sekarang, entah seperti apa rupa Cilla.

"Mama kangen Cilla," gumam Ara di sela-sela isakannya. Bersama air mata yang terus mengalir melewati pipi, dadanya terasa amat sesak.

Dengan tangan yang sedikit gemetar efek menangis, Ara merogoh saku apron yang dipakainya. Mengambil ponsel dan melihat foto-foto Cilla saat masih bayi, karena hanya itu yang ia punya. Disentuhnya salah satu foto Cilla, sementara sebelah tangannya mengurut dada yang terasa sesak dan tak kunjung reda. "Sekarang kamu pasti sudah jadi gadis kecil yang sangat cantik. Happy Birthday sayang, Cilla. Mama sayang Cilla."

Setiap tahun, hanya itu yang bisa dilakukan Ara, membuat cake ulang tahun, dan mengucapkan selamat ulang tahun serta mendoakan segala yang terbaik untuk Cilla, meski Cilla tak bisa mendengarnya.

Seperti biasa, Ara akan membagikan kue tersebut gratis pada siapa saja yang berminat, dan kebetulan sedang berulang tahun hari ini.

"Sayang banget kue sebagus ini gratis, Mbak," Yanti menatap kue dua tingkat dengan tema frozen yang sangat cantik tersebut. "Kalau dijual bisa laku lima ratus ribu," ia berucap dengan kedua bola mata melebar sempurna, berusaha meyakinkan si bos, jika kue tersebut terlalu sayang jika digratiskan.

"Gak papa, kasih gratis saja pada yang tertarik dan sedang ulang tahun hari ini," Ara tetap pada pendiriannya.

Yanti menghela nafas panjang, memasukkan cake tersebut ke dalam display, disandingkan dengan cake-cake yang lain. Cake tersebut sangat cantik, sehingga terlihat menonjol dibanding yang lainnya.

Ara memiliki sebuah toko cake and pastry, baru buka 2 tahun ini. Berlokasi di sebuah ruko yang ia sewa sekaligus untuk tempat tinggal. Ini untuk kedua kalinya ia membagikan kue gratis saat ulang tahun Cilla. Dulu sebelum punya toko kue, ia juga selalu membuat kue ulang tahun untuk Cilla, yang endingnya ia makan bersama teman kos, teman kuliah, atau teman kerja. Sebelum membuka toko kue di Jakarta, ia sempat bekerja selama setahun di Yogja, kota tempat ia kuliah.

Ara menatap kue buatannya untuk Cilla yang ada di display. Pelupuk matanya kembali berair, buru-buru ia seka lalu tersenyum, meski dipaksakan. Tak mau terus sedih karena menatap cake tersebut, ia melangkah menuju dalam, berniat membantu karyawannya membuat kue.

"Siang, Tante."

Langkah kaki Ara terhenti mendengar suara itu. Ia menoleh, mendapati seorang gadis kecil berseragam SD bermata bulat ada di dalam tokonya, berdiri di depan etalase cake ulang tahun. Gadis kecil berambut panjang tersebut membuat Ara urung masuk ke dalam meski sudah berada di dekat pintu pembatas antara toko dan dapur. Ara membalikkan badan, seperti ada yang menuntun, melangkah mendekati gadis kecil tersebut.

"Siang adek cantik," balas Yanti yang berdiri di balik meja kasir. "Kamu sama siapa?" celingukan, tak melihat orang dewasa masuk bersama anak tersebut.

"Sama Papa, tapi Papa masih sibuk telepon di mobil, jadi aku disuruh masuk dan pilih cake dulu." Gadis kecil itu mulai melihat kearah etalase tempat display cake ulang tahun. Matanya memindai satu persatu cake yang hampir semuanya bagus-bagus.

"Adek nyari cake ulang tahun ya?" tanya Yanti yang langsung bisa menebak.

"Hem, iya Tante. Hari ini aku ulang tahun," sahutnya tanpa melihat Yanti, masih sibuk memperhatikan deretan cake yang membuat ia bingung harus memilih yang mana.

Ara terus memperhatikan gadis kecil tersebut. Ini pertama kalinya ia bertemu dengannya, tapi entah kenapa, ia merasa sudah pernah bertemu sebelumnya dan sudah kenal dekat.

"Ini bagus," gadis kecil itu menunjuk cake frozen yang dibuat Ara untuk Cilla.

"Gratis buat kamu."

"Hah!" gadis kecil tersebut langsung menoleh mendengar suara dari sebelahnya. Saking fokusnya memilih cake, ia sampai tak sadar jika ada seorang wanita berdiri di sebelahnya, sedikit membungkuk, menyamakan tinggi dengannya.

"Cake itu gratis buat siapa saja yang suka dan kebetulan ulang tahun hari ini," ulang Ara sambil tersenyum pada gadis kecil yang saat ini menatapnya. Mata gadis kecil itu, mirip sekali dengan mantan suaminya, membuat ia kembali teringat pada laki-laki itu. Buru-buru ia membuang bayangan Semeru yang berkelebat di kepalanya. Mungkin hanya sebuah kebetulan saja mereka memiliki mata yang mirip. "Hari ini kamu ulang tahunkan?"

"Iya, Tante."

"Kalau Tante boleh tahu, yang keberapa?"

"Tujuh."

Air mata Ara seketika luruh. Usia gadis kecil itu sama dengan Cilla. Ia semakin merindukan Cilla, entah seperti apa rupanya sekarang, namun ia yakin, Cilla pasti cantik, seperti gadis kecil di depannya saat ini.

"Tante kenapa?"

"Enggak, gak kenapa-kenapa," Ara menggeleng sambil menyeka air mata. "Kenalin, nama tante, Ara. Nama kamu siapa?" mengulurkan tangan ke arah gadis kecil di sebelahnya.

"Aku Lala, Tante." Lala segera menyambut uluran tangan Ara sambil tersenyum.

Ara kembali menangis, saat senyuman Lala lagi-lagi mengingatkan ia pada Semeru, mantan suaminya. Seseorang yang senantiasa ada dalam hatinya, cinta pertamanya. Mungkinkah Cilla, juga berwajah mirip dengan Semeru?

"Tante kenapa, kok nangis lagi?" Lala bingung, takut ia telah melakukan kesalahan. Beralih menatap Yanti, mencari jawaban.

Ara yang sibuk menyeka air mata dan menyusut hidung, hanya menjawab dengan gelengan kepala.

"Lala emang suka ya, dengan karakter frozen?" Yanti yang faham situasi saat ini, memilih mengajak Lala mengobrol topik lain.

Lala mengangguk. "Iya, suka banget. Sebenarnya lebih suka kalau ada olaf nya, tapi ini juga udah bagus kok, mana gratis pula," tertawa ringan, menunjukkan gigi bagian depannya yang bolong satu, namun tak membuat ia terlihat jelek.

"Lala mau olaf?" tanya Ara. "Gimana kalau kita bikin olaf sama-sama di belakang. Stok fondant Tante ada kok untuk bikin olaf."

"Emang boleh, Tante?" Lala mengernyit.

"Boleh dong. Yuk ikut Tante Ara ke dapur, kita bikin olaf disana," Ara langsung saja menggandeng tangan Lala.

Lala mengangguk girang, mengikuti Ara masuk ke dalam.

Aroma roti yang baru keluar dari oven membuat Lala langsung menelan ludah. Di dalam dapur yang tak terlalu luas tersebut, ada dua orang yang terlihat tengah sibuk membuat serta memanggang roti. Ia berdiri di depan sebuah meja besar yang biasanya dipakai untuk membuat roti, menunggu Tante Ara yang sedang mengambil fondant.

"Putih dan oranye," Ara mengangkat dua fondant di tangannya, menunjukkan pada Lala. "Butuh warna lain lagi gak?"

"Em.... itu aja deh Tante."

Keduanya lalu membuat olaf bersama-sama. Sebenarnya Ara bisa saja membuat olaf dalam waktu singkat, tapi kali ini, ia rela membuang waktunya percuma untuk berlama-lama mengajari Lala membuat Olaf. Entah kenapa, ia merasa senang sekali saat dekat dengan Lala.

Seorang laki-laki yang baru memasuki toko, panik saat tak mendapati anaknya ada di dalam. Sebelum ia sempat bertanya, Yanti sudah lebih dulu bertanya karena merasa aneh dengan gelagat laki-laki tersebut yang tampak panik.

"Ada yang bisa saya bantu, Mas?"

"Mbak," laki-laki tersebut mendekati Yanti yang berdiri di balik meja kasir. "Lihat anak kecil gak?" tangannya menunjukkan perkiraan tinggi anaknya. "Pakai seragam SD, perempuan, rambut panjang, dikuncir kuda."

"Oh.... Lala ya."

"Iya Lala. Dimana anak saya?"

"Anak?" Yanti malah gagal fokus gara-gara laki-laki itu menyebut Lala anaknya. Laki-laki di depannya itu masih sangat muda, rasanya tak cocok punya anak seumuran Lala. Awalnya ia mengira ponakannya.

"Dimana anak saya?" Laki-laki tersebut kesal karena tak dijawab, kembali bertanya dengan suara lumayan tinggi, sampai-sampai Yanti yang sedang melamun terjingkat kaget.

"Ada, ada," Yanti mengangguk cepat, dengan ekspresi gugup. "Dia ada di dalam, sedang bikin Olaf dengan owner kami."

Seketika laki-laki tersebut bernafas lega. "Tolong panggilkan, suruh cepat. Kami harus segera pulang."

"Ba-baik." Yanti buru-buru masuk ke dalam. Di dalam, melihat Lala yang tampak bahagia sekali membuat Olaf, tak hanya Lala, owner tempat ia bekerja, juga terlihat bahagia, jarang-jarang ia melihat Ara bisa tertawa lepas seperti ini. "Mbak," panggilnya saat sudah berada di dekat Ara. "Lala dicariin papanya."

"Papa aku nyariin Mbak?" tanya Lala, menatap Yanti.

"Iya," Yanti mengangguk. "Lala, Papanya makan apa sih setiap hari, kok bisa ganteng banget gitu?"

Lala langsung tertawa ditanya seperti itu, sementara Ara hanya geleng-geleng sambil senyum-senyum.

"Makan darah Mbak, kayak zombie," laki-laki tertawa cekikikan. Ia sudah sangat sering sekali mendengar orang-orang memuji ketampanan papanya, jadi tidak heran. Kalau pergi berdua, orang selalu mengira dia adik atau keponakan dikarenakan papanya yang terlihat masih sangat muda.

"Papanya Lala masih muda banget loh Mbak. Anaknya udah segede ini, tapi Papanya masih kayak anak kuliahan," Yanti masih belum bisa lepas dari pesona papa Lala.

"Masa sih?" Ara tersenyum sambil geleng-geleng, merasa Yanti terlalu lebay. Emang setampan apa papa Lala, kenapa ia jadi penasaran. Ini tak seperti dirinya, yang bahkan sejak bercerai, tak pernah sekalipun tertarik pada lawan jenis.

"Yuk makanya keluar, biar bisa lihat Papanya Lala, kayak artis, sumpah!"

Ara mengajak Lala mencuci tangan dulu sebelum keluar. Setelah itu, sambil membawa Olaf di tangan kanannya, Lala keluar bersama Ara menyusul Yanti sudah lebih dulu keluar.

"Papa...!" teriak Lala sembari berlari menghampiri laki-laki yang sedang berdiri di dekat sebuah rak roti, biasa sedang teleponan.

"Semeru!" Ara menutup mulutnya yang menganga dengan telapak tangan. Tubuhnya gemetar, tak mengira akan kembali bertemu dengan mantan suaminya tersebut.

Terpopuler

Comments

Hani Ekawati

Hani Ekawati

Aku hadir Thor, aku jatuh cinta sama karya karya mu setelah baca marathon karya karya mu. Sekarang aku lagi baca novel keluarga kang Asep 😁

Ini Semeru anaknya Jovan dan Rara bukan ya Thor? yg novel sleeping with my boss. Kisah Cilla mengingatkanku pada kisah Saga waktu kecil anaknya Elgar dan Milla. Klo Saga ga tau rupa sosok ayah Kandungnya tapi kisah Cilla ga tau rupa sosok ibu nya. Kemaren pas kisah Anyelir dan Sagara aku ngikutin on going nya pas bab nya udah banyak, sekarang dapat notif dari NT jadi langsung cuss kesini 🤗

2025-06-02

2

Hafifah Hafifah

Hafifah Hafifah

semeru kayak kenal deh jadi lupakan itu yg tidur ama bosnya dan vidionya viral kan anaknya dikasih nama semeru ama kakeknya yg meninggal

2025-06-02

2

Alvie Pinyamoenandar

Alvie Pinyamoenandar

aku hadir thor...suka bgt critanya.
kita sefrequensi atau kebetulan thor, ak pecinta dunia hayalan..dan ak punya recomendasi crta sperti ini, hasil anganku sndri. hanya saja aku bukan ahli pmbuatan novel, makanya cuma aku tulis aja buat coret2an. aah jdi seneng 🤭🤭

2025-06-02

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!