NovelToon NovelToon
Jerat Cinta Gadis Desa

Jerat Cinta Gadis Desa

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa pedesaan
Popularitas:2.7k
Nilai: 5
Nama Author: Ika Dw

Sari, seorang gadis desa yang hidupnya tak pernah lepas dari penderitaan. Semenjak ibunya meninggal dia diasuh oleh kakeknya dengan kondisi yang serba pas-pasan dan tak luput dari penghinaan. Tanpa kesengajaan dia bertemu dengan seorang pria dalam kondisinya terluka parah. Tak berpikir panjang, dia pun membawa pulang dan merawatnya hingga sembuh.

Akankah Sari bahagia setelah melewati hari-harinya bersama pria itu? Atau sebaliknya, dia dibuat kecewa setelah tumbuh rasa cinta?

Yuk simak kisahnya hanya tersedia di Noveltoon. Dengan penulis:Ika Dw
Karya original eksklusif.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ika Dw, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 13. Gelisah

Malam itu Jaka gelisah tak kunjung bisa tidur dengan nyenyak. Dia masih menggenggam kalung yang ditemukannya di sungai. Ia begitu yakin kalung itu miliknya, hanya saja ia masih belum bisa mengingat apa-apa.

"Kurasa kalung ini ada kaitannya dengan masa laluku. Aku harap kalung ini bisa menuntunku untuk bisa mengingatkanku kembali pada masa lalu. Aku tidak memiliki harapan lagi selain mendapatkan bukti mengenai jati diriku, dan keyakinanku begitu kuat bahwa kalung ini bisa kujadikan petunjuk untuk mengungkap identitasku."

Waktu sudah menunjukkan setengah tiga dini hari, bahkan tak sedetikpun dia bisa memejamkan matanya. Akhirnya dia putuskan untuk keluar dari kamar dan menuju dapur untuk membuat kopi.

Seperti biasanya, Jaka mulai menyalakan tungku dan menyiapkan kayu untuk dipanaskan. Di rumah itu masih sangat alami, tidak memiliki kompor gas, bahkan perabotan yang menggunakan listrik, semua dikerjakan secara alami.

"Korek apinya ditaruh di mana ya?"

Jaka kebingungan saat tak mendapati korek api yang akan digunakan untuk menyalakan kayu bakar. Hendak membangunkan Sari rasanya juga kurang sopan, takut gadis itu kembali salah paham dan marah-marah padanya.

"Gimana aku bisa masak air kalau nggak ada korek? Jam segini di warung juga belum buka. Huft...., ternyata repot juga tinggal di desa? Masa megicom aja nggak ada, kompor juga nggak ada. Apa cuma di rumah Sari yang nggak ada apa-apa? Kasihan Sari harus bertandang seperti ini sendirian. Coba kalau ada megicom ataupun kompor gas, kan dia bisa lebih cepat menyelesaikan tugasnya di dapur."

Jaka kembali menuju ruang tamu. Tak disengaja sorot matanya melihat ada korek api yang tergeletak di atas meja. Dia mengambilnya dan kembali ke dapur. "Ini baru betul."

Sembari memasak air Jaka duduk termenung di depan tungku yang mulai menyala. Dia melihat ke sekelilingnya, tak ada kenyamanan sama sekali. Dapur yang reot, barang-barang yang sudah usang, sangatlah tidak layak, namun Sari masih juga menggunakannya. Gadis itu benar-benar sabar nerimo, meskipun sikapnya terkadang cuek.

"Seandainya saja dia tahu niatku yang ingin menikahinya, sekiranya apa tanggapannya?" Jaka menggumam dengan memasukkan kayu bakar ke dalam tungku yang menyala. "Jujur, melihatnya dibully terus sama orang lain membuatku sedih, tapi saat aku berniat untuk melindunginya aku malah disuruh pergi. Aneh juga pemikiran kakek dan juga Sari. Apa sekiranya mereka terpaksa menampungku di sini? Tapi aku khawatir, jika aku sampai pergi dari sini takutnya orang-orang pasti bakalan mencaci dan juga mengejeknya. Sari itu anak baru gede, teman seusianya masih duduk di bangku sekolah, tapi dia~~ dia bahkan harus menerima kenyataan pahit, memilih untuk putus sekolah demi sayangnya pada sang kakek. Di mana hati nurani keluarganya? Seharusnya mereka kasih dukungan, merangkulnya, bukan malah menelantarkannya. Dia bahkan sudah seperti anak yatim piatu."

Pria itu menghela nafas panjang, bingung harus dengan cara apa memberinya penjelasan agar gadis itu mengerti maksud tujuannya.

Hampir setengah jam sembari menunggu air mendidih Jaka  memutuskan untuk menyiapkan gelas dan kopi. Dia tak lagi canggung ataupun takut bertandang di kediaman Rahmat, bahkan sudah dianggap rumah sendiri. Berhubung memiliki waktu luang dan membuatnya sulit untuk bisa tidur dia putuskan untuk menanak nasi, mungkin dengan sedikit bantuannya membuat Sari tak harus kelabakan sendiri.

Dua gelas berisikan kopi hitam dan yang satu gelas berisikan teh anget siap berjajar di meja dapur. Ia senang bisa melakukan hal kecil buat mereka yang sudah banyak membantunya. Kini kondisinya juga sudah mulai membaik, tak ada salahnya jika harus ikut beraktivitas untuk meringankan pekerjaan mereka.

Kriet,, pintu menuju dapur terbuka, nampaklah gadis berusia kurang lebih sekitar tujuh belas tahunan itu melangkahkan kakinya di dapur. Gadis itu lagi lagi dibuat terkejut oleh keberadaan Jaka di dalam dapur.

"Loh, mas Jaka? Mas Jaka lagi ngapain?"

"Em..., ini aku buat kopi sekalian menanak nasi. Ini aku buatin kamu teh hangat, mumpung masih hangat ayo diminum."

"Ya ampun mas, kok repot-repot buatin aku teh, kan seharusnya aku yang buatin untuk kamu. Maaf ya, aku bangun agak kesiangan, tadi malam aku nggak bisa kunjung tidur, kepalaku lagi puyeng."

Jaka terkekeh menanggapinya. "Enggak apa-apa kok, selama aku bisa aku bakalan bantu kamu. Aku juga nggak bisa tidur sama sekali, makanya kuputuskan untuk membuat kopi sekalian menanak nasi. Kalau kamu masih puyeng sebaiknya istirahat saja, atau kalau ada persediaan obat bisa diminum," nasehat Jaka.

"Ini udah lebih baikan mas Jaka, nanti aja kuminum tehnya, aku mau sholat subuh dulu. Terimakasih udah buatin teh dan bantu masak nasi. Sebenarnya ini tugasku, tapi mas Jaka yang ngerjain. Jadi nggak enak kalau gini, masa cewek malas-malasan sedangkan cowok yang ngerjain semuanya."

"Udah, nggak usah dipikirin. Bisa bantuin kamu aku sangat bersyukur kok, setidaknya kehadiranku di sini masih berguna."

***

"Loh, nak Jaka! Kamu sudah bangun rupanya?"

Dengan melepaskan sarung yang dikenakannya Rahmat berjalan ke arah dapur. Setiap bangun tidur dia selalu datang ke dapur untuk menikmati kopi hitam buatan cucu perempuannya. Dia mendapati Jaka yang duduk sembari menggenggam kalung yang berliontinkan huruf A. Dia sangat yakin huruf itu inisial namanya, tapi sungguh sangat kesulitan untuk mengingatnya.

"Kakek, ini aku buatkan kopi untukmu, ayo sini kek, diminum dulu kopinya mumpung masih belum terlalu dingin."

Rahmat melangkahkan kakinya menuju meja di mana Jaka meletakkan secangkir kopi untuk pemilik rumah itu.

"Ini kamu yang buat? Lalu Sari ke mana?" tanya Rahmat.

"Tadi dia bilang mau sholat subuh dulu, ini aku juga buatin dia teh hangat. Katanya semalaman dia susah tidur kek, kepalanya pusing." Jaka menjelaskan mengenai kondisi Sari.

Rahmat mengambil tempat duduk dari kayu dengan ukuran a kecil dan duduk di depan tungku yang masih menyala. "Si Sari sering ngeluh sakit kepala, tapi nggak pernah mau kalau aku suruh periksa ke puskesmas. Bahkan dia dulu pernah pingsan saat berada di kebun, entah sebenarnya apa yang terjadi pada cucuku itu. Aku kasihan padanya. Seandainya saja ayahnya datang, aku akan meminta untuk menjaganya dengan baik. Aku sudah tua, jika aku tiba-tiba mati siapa yang akan mengurusnya. Kalau tinggal bersama ayahnya kan otomatis ada yang ngurus."

"Kalau boleh tahu, ayahnya Sari berasal dari kota mana kek? Atau kakek memiliki fotonya?"

"Dia berasal dari mana aku kurang tahu, bahkan di saat menikah keluarganya tidak hadir di sini. Kalau untuk fotonya aku masih menyimpannya, aku harap suatu saat nanti Sari bisa bertemu dengannya."

Tiba-tiba Sari nyelonong dan mengagetkan mereka. "Kakek ini apaan sih! Kan aku sudah bilang! Sampai kapanpun aku tidak akan pernah mengakuinya! Lebih baik aku mati daripada mengakui ayah brengsek macam dia!"

1
Ika Dw
Halo, author kembali lagi dengan cerita baru...yuk, mampir simak kisahnya 🙂
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!