"Ketimbang jadi sadboy, mending ajarin aku caranya bercinta."
Guyonan Alessa yang tak seharusnya terucap itu membawa petaka.
Wanita sebatang kara yang nekat ke Berlin itu berteman dengan Gerry, seorang pria sadboy yang melarikan diri ke Berlin karena patah hati.
Awalnya, pertemanan mereka biasa-biasa saja. Tapi, semua berubah saat keduanya memutuskan untuk menjadi partner bercinta tanpa perasaan.
Akankah Alessa dapat mengobati kepedihan hati Gerry dan mengubah status mereka menjadi kekasih sungguhan?
Lanjutan novel Ayah Darurat Untuk Janinku 🌸
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sheninna Shen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20. Melarikan Anak Perempuan Luther
...“Takutnya ntar Luther melempar aku dengan kayu api karena melarikan anak perempuannya malam tadi.” — Gerry Anderson...
Malam itu Alessa dan Gerry resmi menjadi sepasang kekasih.
Wanita berambut panjang berwarna coklat itu melepaskan pelukannya begitu kedua bibir mereka terlepas. Ia menarik tangan Gerry dengan penuh suka cita. Tapi ia menarik pria itu ke arah yang berbeda. Bukan ke arah jalan pulang.
“Kita kemana?” tanya Gerry dengan wajah yang bahagia dan tentunya ceria.
Alessa meletakkan tangan kanannya ke samping bibir, kemudian ia berkata dengan suara perlahan. “Bercinta. Aku membutuhkan pria ku saat ini.”
Mendengarkan ucapan Alessa, Gerry terdiam di tempat sejenak. Kemudian pria itu menghela nafas pelan sambil menggelengkan kepalanya. Lalu ia menatap Alessa dengan tatapan nakalnya. “Pria … ku? Bukan partner?”
Alessa menggeleng dengan ekspresi manja. “No. Selama ini … partner bercinta itu hanya alasan. Yang ku butuhkan itu pasangan seutuhnya.”
Mendengarkan ucapan Alessa, Gerry dibuat semakin tak karuan. Hatinya mendadak ingin meledak saking bahagianya dia saat ini. Ada perasaan yang terus meluap-luap di dada. Perasaan menggelitik yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Rasa bahagia dan haru karena kali ini, cintanya berbalas.
Gerry berbalik menarik Alessa dan membawa wanita itu menuju ke campervan. Mereka berlari menuju campervan sambil bergandengan dan senyum yang sangat lebar.
Malam itu, di dalam campervan yang disewa oleh Gerry, dua orang itu memadu kasih di tengah parkiran dan di tengah dinginnya hujan salju. Meskipun mereka belum sempat menghidupkan penghangat, tapi udara di dalam sana sudah sangat panas.
“Ger—”
“Sayang,” potong Gerry sambil bibirnya menciumi telinga Alessa. “Panggil aku ‘Sayang’.”
Alessa bergidik saat Gerry menggigit gemas telinganya. Tangannya mencengkeram erat lengan keras pria itu. “S—sa … sayang ….”
Haaa … mendengarkan dipanggil ‘Sayang’ saja sudah cukup membuat Gerry bahagia. Apalagi saat ia menyatu dengan tubuh wanita itu? Tak sabar rasanya untuk bercinta dan membuat wanita itu berteriak memohon-mohon padanya dengan panggilan ‘Sayang’.
Pergumulan panas dua orang itu berlangsung di saat malam sudah sangat sunyi. Tak ada lagi yang masih berkeliaran di sekitar mereka. Hanya ada mereka berdua yang sedang berkeringat di tengah-tengah musim dingin itu.
“Sayang ….” Panggil Alessa sambil meraih tengkuk Gerry. Kemudian ia mendekatkan bibirnya ke telinga pria itu. “I love you.”
“I love you too,” balas Gerry sambil terus memegang kendali saat olahraga panas itu berlangsung.
Sebelumnya, mereka bercinta dengan perasaan takut karena pasangan yang saat itu menemaninya berkeringat bersama, bukanlah seseorang yang kelak akan menjadi kekasih hati mereka. Tapi sekarang, di saat mereka sudah seutuhnya menjadi pasangan, tak ada lagi ketakutan dan kesedihan. Semua hormon bahagia yang ada di tubuh mereka terus menerus bekerja dan memberikan efek bahagia pada dua orang itu.
Tak ada lagi kesedihan dan tak ada lagi kesepian. Mereka telah menemukan cinta yang selama ini mereka cari-cari.
“Argh!” Alessa berteriak dengan nafas terengah-engah saat merasakan sesuatu yang hangat keluar dari tubuh pria itu. Apalagi kalau bukan cairan cinta milik pria itu? Karena saat itu sekujur tubuh pria itu menegang dengan suara khasnya karena telah mencapai puncak kenikmatan. “Kenapa keluar di dalam?! Nanti aku hamil, Gerry!!!”
“Itu yang ku inginkan,” lirih Gerry sambil menjatuhkan tubuhnya ke atas tubuh Alessa.
“Kita belum nikah, Sayang! Belum juga sehari kita pacaran!” gerutu Alessa ketakutan. “Kita belum saling kenal dan—”
“Kamu meragukanku? Atau … kamu tak berniat menikah denganku?” Gerry mengangkat wajahnya dan menatap Alessa dengan tatapan menyelidiki.
Saat itu Gerry kembali berspekulasi sendiri. Jangan-jangan wanita itu belum menginginkan hubungan yang sakral? Apa hanya dia yang terlalu menggebu-gebu ingin memiliki wanita itu seutuhnya?!
“Aku mau. Tapi ‘kan … menikah itu harus dipikirkan dengan matang. Memangnya, kamu yakin aku akan menjadi istri yang baik?”
“Of course, yes!” sahut Gerry tanpa jeda.
“Aku … aku takut mengecewakanmu, Gerry.”
Gerry merebahkan badannya, kemudian ia membawa tubuh wanita itu ke dalam pelukannya. “Kamu tak akan pernah mengecewakanku, selama kamu tetap berada di sisiku, Alessa.”
“Tetaplah di sisiku sampai kita tua nanti, itu sudah cukup membuatku bahagia.”
“Karena sejak dulu, aku merasa … untuk memiliki seseorang yang tulus berada di samping ku saja, rasanya begitu sulit. Aku harap, kamu adalah orangnya.”
...🌸...
Keesokan harinya, Alessa dan Gerry pun terbangun dari tidurnya. Sebenarnya Gerry sudah lebih dulu bangun sejak tadi. Hanya saja, ia menunggu wanita di depan matanya bangun dengan sendiri. Rasanya tak sampai hati merusak mimpi indah wanita yang sekarang berstatus kekasihnya.
“Good morning, Sayang,” lirih Gerry bahagia saat Alessa mulai mengerjap-ngerjapkan matanya.
Alessa tersenyum mendengarkan kalimat hangat itu menjadi penyambut paginya. Wanita itu menatap ke arah Gerry, kemudian ia tersenyum dengan wajah cantiknya. “Morning too, Sayang.”
Dunia serasa milik mereka berdua pagi itu!
“Ayo pulang ke rumah?” ajak Gerry sambil duduk dari tidurnya. “Takutnya ntar Luther melempar aku dengan kayu api karena melarikan anak perempuannya malam tadi.”
Alessa terkekeh mendengarkan guyonan Gerry. Ia pun bangun dari duduknya. Kemudian kini wanita itu mendekatkan dahinya ke bibir Gerry. “Mana morning kiss-nya?”
Gerry tersenyum girang dengan tingkah manja Alessa. Bukannya mencium dahi, pria itu malah mencium bibir Alessa.
“Sayang!” Alessa merenggut manja.
“Dahi,” Alessa menunjuk dahinya dengan bibir melengkung ke bawah. Matanya mengibas-ngibas manja. “Kan aku bilang dahi.”
Gerry tertawa geli. Ia pun mengecup lembut dahi wanita itu. Kemudian ia mendekap tubuh wanita itu beberapa saat sekedar untuk meyakinkan, bahwa saat ini wanita itu sudah berhasil menjadi miliknya.
“Aku bahagia,” gumam Gerry penuh sukacita.
“Hm, aku juga,” sahut Alessa sambil tersenyum.
Usai berpelukan, keduanya memutuskan mengenakan pakaian hangat khusus musim dingin. Gerry memakaikan Alessa topi rajut yang hangat, kemudian ia melilitkan shawl rajut di leher wanita itu.
“Apa sih yang kamu pikirkan? Sampai-sampai membeli barang sebanyak ini untukku?” tanya Alessa penasaran. Sebelumnya ia sudah penasaran, karena Gerry sudah mempersiapkan semua pakaian untuknya, bahkan pakaian dalam pun sudah pria itu siapkan.
“Aku ingin terlihat dapat diandalkan ketimbang calon suami kamu. Masa nggak bisa beliin kamu mantel dan biarin kamu pake mantel itu itu aja?” Gerry mendengus sebal. Kemudian pria itu berjongkok dan memakaikan kaos kaki ke kaki wanita itu.
“Kalau kamu jadi pasangan aku, akan aku belikan ratusan mantel buat kamu pakai setiap harinya!” beber Gerry mengeluarkan kekesalannya pada pria yang ternyata tak berwujud itu.
“Tapi nyatanya? Pria itu nggak ada, ‘kan?” kekeh Alessa tertawa geli.
Gerry mendongak ke atas, menatap ke arah kekasihnya sambil tersenyum. “Hm. Aku bersyukur pria itu nggak ada.”
“Jadi, tolong belikan aku mantel yang banyak ya, Sayangku,” goda Alessa mengusili kekasihnya.
“Ck! Jangankan mantel,” Gerry berdecak sebal sambil memakaikan sepatu boot Alessa. “Rumah dan mobil pun akan aku belikan untukmu, Sayang.”
...🌸...
...🌸...
...🌸...
...Bersambung …....
Alessa kan kak??
❤❤❤❤❤
ampuuunnn..
manis sekali lhoooo..
jadi teehura..
berkaca2..
❤❤❤❤❤❤
akhirnya mumer sendiri..
😀😀😀😀😀❤❤❤❤
berjanggut ya jadi pangling gonk..
😀😀😀❤❤❤❤❤