Annette seorang bangsawan miskin yang tinggal jauh dari kekaisaran. Hidupnya terbilang sederhana akan tetapi penuh kebahagiaan. Hingga suatu hari masalah muncul di hidupnya.
Utusan kekaisaran tiba-tiba datang kerumahnya dan mengatakan jika dirinya telah menikah dengan kaisar dengan cara yang tidak diduga.
"Aku tidak mau! Aku mau cerai!"
Bagaimanakah kelanjutannya? Apakah Annette bisa bercerai atau tidak? Ayo pantengin terus ceritanya di "KAISAR AYO BERCERAI!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aif04, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ruang rahasia
Akhirnya kini mereka memutuskan untuk pergi ke penjara bawah tanah milik Baron Johan. Sepanjang perjalanan keadaan benar-benar sunyi tanpa ada seorangpun yang ingin membuka suara.
"Kau bisa melihatnya sekarang," pinta Baron Johan. Tapi entah mengapa menurut Bina kali ini ekspresi Baron Johan seperti menghina.
"Baiklah terimakasih tuan baron."
Annete melangkahkan kakinya lebih dahulu dari yang lain menuju tempat dimana kakek dan nenek Bina di tahan tadi malam.
Akan tetapi saat tiba di depan sel tersebut badan Annete menjadi kaku dengan ekspresi yang sulit di jelaskan.
"Kak ada apa?" tanya Bina yang berlari kearah Annete mendahului yang lainnya.
'Tidak ada seorang pun disini.'
Gadis kecil itu menatap Annete dengan penuh kekhawatiran.
"Saya tidak ingin mengatakan ini. Tapi bukankah Anda sudah keterlaluan nona?"
Jelas sekali Baron Johan sedang menghina Annete. Untung saja ia memang sudah memindahkan dua orang itu ketempat yang lebih aman. Jujur saja awalnya pria itu hanya ingin memiliki lahan mereka akan tetapi karena kedua orang tua itu tidak setuju, membuatnya harus menggunakan cara paksa.
Disisi lain Aldrich hanya terus menonton tanpa berniat mengatakan sesuatu. Walau dalam hatinya merasa jika wanita ini memang cukup bodoh.
"Kak..."
Bina bergumam pelan dengan menarik baju Annete.
Tapi siapa sangka sedetik kemudian Annete justru tersenyum lalu menghela nafas kasar.
"Maaf mengecewakan Anda tuan, akan tetapi saya belum selesai."
Tanpa menunggu jawaban Baron Johan, wanita itu mengeluarkan sebuah benda dari sakunya.
"Ini adalah bekas tinta yang saya berikan pada kedua orang itu, saya mengatakan jika mereka dipindahkan maka tinggalkan jejak untuk saya."
Mendengar hal tersebut sontak Baron Johan membulatkan matanya.
"I-itu hanya alasanmu saja!" jelas ia tidak terima dengan perkataan Annete.
"Mari kita lihat itu hanya sebuah alasan atau fakta yang sebenarnya?" tantangnya.
"KAU!"
"Stts! Saya minta Anda untuk diam di tempat saja ya... jika merasa tidak bersalah maka silahkan tonton dan saksikan saja."
"Baiklah jika kau tidak bisa menemukannya maka kau tidak akan bebas dari tiang gantung nona."
'Lagipula itu adalah ruang rahasia, hanya aku dan beberapa orang saja yang mengetahui bagaimana cara membukanya.'
Dia tampaknya cukup senang saat mengetahui fakta itu.
"Kak..." cicit Bina. Sebagai anak kecil sudah pasti ia akan merasa takut dengan ancaman dari Baron Johan. Akan tetapi Annete yang peka segera mengusap rambut gadis kecil itu dengan lembut.
'Aku akan baik-baik saja.' Dari mata Annete, Bina bisa merasakan rasa lega.
Tanpa menunggu apapun lagi, kini Annete mengikuti jejak tinta yang di tinggalkan. Hingga beberapa saat jejak tinta tersebut berakhir pada jalan buntu. Tepatnya sebuah dinding berada di hadapannya saat ini.
"Bagaimana sekarang? Apa kau puas?"
"Saya belum selesai tuan, jadi Anda masih harus tetap diam."
"Kau..." geramnya yang telah kehilangan hampir seluruh kesabarannya.
Annete kembali melanjutkan pekerjaannya dengan seksama.
'Apa yang terjadi? Kenapa ini hanya dinding kosong?'
Jujur saja jantungnya tidak setenang ekspresi wajahnya. Bagaimanapun jika dia gagal maka dia akan mati dan Annete jelas ingin hidup.
'Huh, ini gila!'
Lama gadis itu mencari jawaban tapi tidak kunjung mendapatkannya.
"Kak, tidak ada apapun disana. Bahkan tidak ada ruangan lagi yang bisa kita lihat."
Bina benar-benar merasa bersalah jika Annete harus gagal. Tapi siapa sangka perkataannya justru membuat Annete menyadari satu hal penting.
"Ruangan yang bisa dilihat? Ternyata begitu, terimakasih Bina!"
Setelahnya Annete mendekati dinding itu lalu mengambil obor yang tergantung disana.
'Tunggu sebentar...'
Annete memperhatikan tempat obor yang sedikit aneh. Rasanya itu seperti sebuah kuas yang bisa di tarik.
"KRAK!" benar saja ketika Annete menariknya membuat dinding yang ada di depannya perlahan terbuka.
'Hahaha ternyata begitu, aku memang pintar hehehe.'
"Apa yang kalian tunggu? Ayo kita lihat apa yang ada di dalam."
Ajak Annete dengan menatap kebelakang dimana semua orang jelas memiliki ekspresi terkejut saat dinding terbuka.
Melihat ekspresi mereka membuat Annete cukup merasa bangga dengan dirinya sendiri. Tanpa menunggu mereka gadis itu melangkahkan kakinya.
'Ini benar-benar lembab dan dingin.'
"si-siapa pun tolong kami..."
"Itu suara nenek!" Bina dengan cepat berlari membelah kegelapan.
"Nenek! Kakek! ini Bina!" panggilnya di ujung ruangan tersebut.
Hingga akhirnya mereka bisa bertemu walau kondisi kedua orang itu cukup menyedihkan.
"Nenek! Kakek! Hiks" tangis Bina dengan memegang pembatas besi diantara mereka.
"Dimana kuncinya?" tanya Annete pada Baron Johan. Sata ini ia benar-benar sangat muak dengan Baron Johan. Bagaimana mungkin seseorang begitu tamak hingga berbuat jahat pada orang yang tidak bersalah.
"Itu..."
"Berikan!" pinta Annete yang berjalan mendekat pada pria tersebut. Beberapa pengawal dengan sigap berdiri di depan Baron Johan untuk menahan Annete.
"Kau jangan kurang ajar padaku! Aku tetaplah seorang bangsawan. Lagipula ini hanya masalah kecil."
"Masalah kecil kau bilang?" geram Annete.
"Memang masalah kecil, aku akan membayar kalian setelah ini."
Annete benar-benar merasa darahnya telah mendidih mendengar perkataan Baron Johan.
"Anda memang seorang bangsawan, tapi bukankah seorang bangsawan berpegang ada moral? Tapi...ketika saya melihat Anda tampaknya Anda sama sekali tidak memiliki MORAL."
Kata-kata Annete benar-benar seperti pisau bagi pria tersebut.
"KAU! WANITA JALANG!" teriak Baron Johan dengan menunjuk Annete.
Wanita itu sama sekali tidak gentar, ia bahkan mengangkat kepalanya di depan pria itu.
"Baiklah, anggap saja aku bangsawan tidak bermoral, tapi siapa yang akan perduli di tambah setelah ini tidak akan ada yang tahu apa yang aku lakukan jika kalian semua berakhir disini."
Perkataan pria tersebut bergema di antara dinding.
"Dasar gila!" gumam Annete.
'Eh tapi kenapa kaisar gila ini hanya diam? Huh jika begini maka aku benar-benar akan mati.'
Wanita itu menatap Aldrich yang tidak bergeming sedikitpun.
"Prajurit habisi mereka semua!"
"Baik tuan." patuh mereka.
Annete menggenggam erat bajunya saat melihat bagaimana pedang mulai di arahkan untuknya.
"DASAR BAJINGAN!" umpat Annete dengan menutup matanya.