NovelToon NovelToon
Obsesi CEO Psikopat

Obsesi CEO Psikopat

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintamanis / CEO / Beda Usia / Cinta pada Pandangan Pertama / Mengubah Takdir
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: Mantan Perawat

Aluna gadis yatim piatu berusia 21 tahun, menjalani hidupnya dengan damai sebagai karyawan toko buku. Namun hidupnya berubah setelah suatu malam saat hujan deras, ia tanpa sengaja menyaksikan sesuatu yang tidak seharusnya. Di sebuah gang kecil ia melihat sosok pria berpakaian serba hitam bernama Darren seorang CEO berusia 35 tahun yang telah melenyapkan seorang pengkhianat. Bukannya melenyapkan Aluna yang menjadi saksi kekejiannya, Darren justru membiarkannya hidup bahkan mengantarnya pulang.

Tatapan penuh ketakutan Aluna dibalik mata polos yang jernih menyalakan api obsesi dalam diri Darren, baginya sejak malam itu Aluna adalah miliknya. Tak ada yang boleh menyentuh dan menyakitinya. Darren tak ragu melenyapkan semua yang pernah menyakiti Aluna, entah itu saat sekarang ataupun dari masa lalunya.

Ketika Aluna perlahan menyadari siapa Darren, akankah ia lari atau terjatuh dalam pesona gelap Darren ?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mantan Perawat, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab.13

©Kos Aluna : Kedatangan Darren©

19.05

Aluna masih duduk terpaku di kursinya, jantungnya berdebar kencang. Kak Reta di sebelahnya sudah heboh sejak tadi, matanya berbinar penuh antusias.

"Luna, sumpah ini lebih seru dari drakor!" bisiknya sambil cekikikan, lalu buru-buru mematikan laptopnya. "Kita tonton drakornya kapan-kapan aja. Malam ini tontonan utamanya adalah CEO ganteng yang datang ke kosan!"

Aluna menunduk, wajahnya semakin memerah. "K-Kak Reta... jangan gitu..."

Reta tertawa kecil. "Ayolah, Luna. Coba pikir, cowok sekeren itu bela-belain datang ke kosan cuma buat ngecek keadaan kamu? Duh, kalau aku jadi kamu, udah terbang ke langit ketujuh!"

Aluna semakin tak karuan. Kenapa Darren mau datang? Untuk apa? Dia masih belum bisa memahami jalan pikiran pria itu.

Reta menyenggol lengannya. "Mungkin dia cuma mau memastikan kamu baik-baik aja setelah dia nolongin kamu. Dan sumpah, di video call tadi aja dia ganteng banget, apalagi lihat langsung! Aduh, ini lebih menarik dari drakor mana pun!"

Aluna tidak sempat membalas. Dari kejauhan, suara mesin mobil mendekat, lalu berhenti tepat di depan kos.

19.10

Aluna menegang. Dia tahu itu mobil Darren.

Perlahan, dia menoleh ke Reta yang justru menyeringai menggoda.

"Luna," bisiknya, "dia datang..."

Darren keluar dari mobil dengan kharismanya yang dingin. Dia mengenakan kemeja hitam dengan dua kancing atas terbuka, lengan digulung sampai siku, mantel panjang berwarna hitam tergantung di salah satu tangannya. Langkahnya pelan tapi penuh wibawa, seakan tak peduli pada dunia sekitar.

Matanya langsung tertuju pada satu orang.

Aluna.

Reta hampir menjerit dalam hati. "Gila, auranya beneran kayak mafia di film-film!"

Darren menarik salah satu kursi kecil di dekat Aluna, lalu duduk di depannya tanpa menghiraukan keberadaan Reta.

Tatapannya tajam, ekspresinya tetap dingin, tapi suaranya terdengar lembut ketika dia berbicara."Apa lukamu masih sakit, Baby Chubby?"

Blush!

Aluna langsung merona. Jelas sekali pipinya memerah seperti kepiting rebus. "B-bisa-bisanya dia manggil aku begitu di depan kak Reta..!"

Dengan suara pelan, hampir seperti bisikan, Aluna menjawab, "S-sudah tidak apa-apa..."

Reta yang duduk di sebelahnya hampir melongo. Matanya bergantian menatap Aluna dan Darren.

"Tunggu, tunggu. BABY CHUBBY?!"

"Darren memanggil Aluna begitu... di depan orang lain?!"

Reta menutup mulutnya, menahan diri agar tidak berteriak. Tapi dalam hatinya, dia ingin menjerit. "Kenapa Darren kelihatan santai banget manggil Aluna begitu?!

"Apakah... apakah mungkin..."

"Darren yang mengirimkan hadiah sneakers mewah itu?!"

Tapi sebelum Reta bisa bertanya lebih jauh, sesuatu terjadi.

Grroooookkk...

Aluna membeku.

Reta menahan tawa.

Darren? Dia hanya menyunggingkan senyum tipis.

Perut Aluna berbunyi.

Aluna langsung ingin menghilang dari muka bumi. Wajahnya semakin merah, tangannya buru-buru menutupi perutnya. " Kenapa harus sekarang ? Aduh..memalukan !!"

Darren masih menatapnya, tapi kini dengan ekspresi yang sulit dijelaskan. Ada ketertarikan, ada sedikit hiburan, tapi yang paling jelas,obsesi itu masih ada.

Tiba-tiba, dia mengulurkan tangan, lalu mencubit pipi Aluna dengan lembut.

"Gemes," gumamnya pelan. "Pakai piyama beruang dan bando lucu, lalu pipi chubby ini... terlalu menggemaskan."

Aluna membeku.

Reta?

Dia langsung berdiri. OKE. SAATNYA PERGI.

"Aku... masuk dulu, ya!" seru Reta buru-buru, nyaris tertawa. Tanpa menunggu jawaban, dia langsung melesat masuk ke kamarnya.

Aluna masih belum bisa berkata-kata. Pipinya masih hangat akibat cubitan Darren.

Pria itu kini menatapnya serius.

"Kamu lapar?" tanyanya, suaranya lebih lembut dibanding biasanya.

Aluna menunduk. " Aku gak nafsu makan."

Darren diam sesaat. "Kenapa?"

Aluna menggigit bibirnya, lalu menjawab dengan suara pelan."Karena kejadian tadi..."

Darren terdiam. Tapi di matanya, terlihat kilatan berbahaya.Orang-orang yang menyakiti Aluna... akan membayar mahal.Lalu, tiba-tiba, Darren berdiri. Dia mengulurkan tangannya ke arah Aluna.

"Baby Chubby, berdiri."

Aluna menatapnya bingung. "U-untuk apa?"

Darren menatapnya dalam. "Kita pergi makan."

Aluna terkejut. "T-tapi aku..."

"Aku juga belum makan," potong Darren.

"Kamu ikut. Sekarang."

Aluna menggigit bibirnya, ragu-ragu. "A-aku harus ganti baju dulu..."

Darren tiba-tiba mendekat. Sangat dekat.

Dia membungkuk sedikit, lalu berbisik di telinga Aluna.

"Tidak usah. Begini saja cukup. Tempat yang akan kita datangi hanya ada kita berdua. Cukup kunci pintu saja."

Suara itu... terlalu dekat. Terlalu dalam.

Aluna menelan ludah. Wajahnya semakin panas.Tapi tanpa banyak bicara lagi, dia akhirnya mengunci pintu kamar kosnya.

Saat dia berbalik, Darren sudah berdiri di sana, lalu dengan tenang,Dia menyampirkan mantel panjang hitamnya ke tubuh Aluna.Mantel itu... terlalu besar. Sangat besar. Bahkan panjangnya melewati kakinya.Darren menatapnya. Matanya gelap, tapi sudut bibirnya sedikit terangkat.

"Menggemaskan."

Darren akhirnya meraih tangan Aluna. Genggamannya erat, seakan tak ingin melepaskan.

"Ikut aku," katanya singkat.

Aluna hanya bisa menurut, membiarkan dirinya dibawa ke mobil. Darren membukakan pintu samping kemudi untuknya, menunggunya masuk sebelum akhirnya duduk di balik kemudi.

Tanpa banyak bicara, Darren menyalakan mesin, lalu menginjak pedal gas, meninggalkan kos.

© Kamar Reta : Reta Mengintip © Sementara itu...

Di balik jendela kamarnya, Reta mengintip dengan mata berbinar.

Dalam hati, dia kegirangan. "ALUNA DAPAT COWOK MACAM SPEK MAFIA GANTENG! CEO KAYA RAYA! COOL, BADAN OK! ASTAGA, INI TERLALU SEMPURNA!"

Reta menutup mulutnya, hampir tidak bisa menahan teriakannya.

"Astaga... ini kayak cerita novel mafia dan gadis polos..." bisiknya penuh semangat.

© Di Dalam Mobil : Perjalanan Malam©

Sementara itu, di dalam mobil yang melaju di jalanan kota yang mulai lengang, Aluna duduk diam, sementara Darren menyetir dengan satu tangan."Apa yang kamu pikirkan?" suara Darren terdengar, memecah kesunyian.

Aluna menggigit bibir. " Kenapa kak Darren mau datang ke kos?"

Darren terdiam sejenak, lalu menoleh sekilas ke arah Aluna."Tidak bisakah aku memastikan Baby Chubby-ku baik-baik saja?" tanyanya pelan, tapi ada ketegasan yang tidak bisa dibantah di dalamnya.

Aluna menunduk, pipinya memanas lagi.

Darren mengembalikan pandangannya ke jalan. Bibirnya melengkung sedikit, tapi matanya tetap tajam.

©Di Dalam Mobil : Perjalanan Malam Menuju Villa ©

Mobil melaju dengan tenang di jalanan yang mulai sepi. Aluna masih memandangi kelap-kelip lampu kota dari balik jendela, sesekali tangannya menggenggam ujung bajunya sendiri. Pikirannya masih dipenuhi kebingungan tentang Darren, tentang semua yang terjadi hari ini.

Darren, yang masih menyetir dengan satu tangan, melirik sekilas ke arahnya.

"Baby Chubby, kau masih memikirkan sesuatu?" suaranya terdengar datar, tetapi ada ketegasan yang tak bisa diabaikan.

Aluna menelan ludah. "Aku hanya... masih tidak percaya dengan semua yang terjadi."

Darren tidak menjawab langsung. Sebaliknya, dia menarik napas pelan, lalu mobil berhenti di lampu merah. Saat itulah ponselnya bergetar di dashboard. Dia melihat layar sekilas,sebuah pesan dari pelayan di villa pribadinya di pantai.

"Semua sudah siap, Tuan. Makan malam telah disiapkan sesuai instruksi Anda."

Darren tersenyum kecil, kemudian membalas singkat:

"Aku dalam perjalanan."

Setelah itu, dia meletakkan kembali ponselnya dan melirik ke arah Aluna yang masih memandang keluar jendela.

"Kau suka makan malam di tempat tenang, kan?" tanyanya tiba-tiba.

Aluna menoleh. "Hah?"

Darren tidak menjelaskan lebih lanjut. Lampu hijau menyala, dan mobil kembali melaju.

© Markas Darren : Kengerian Di Ruang Bawah Tanah ©

Di ruang bawah tanah yang lembap dan pengap, suara tangisan dan teriakan menggema. Dua sosok pria berpakaian hitam berdiri di depan jeruji besi, menatap sepasang suami istri yang berlutut di lantai, wajah mereka dipenuhi ketakutan.

Ibu Yasmin terisak keras, tubuhnya gemetar. Ayah Yasmin, yang selama ini dikenal tegas, kini terlihat hancur.

"D-Demi Tuhan... kenapa kami dibawa ke sini?!" suara Ibu Yasmin pecah dalam ketakutan.

Arga, yang berdiri tegak dengan belati kecil berputar di jarinya, hanya terkekeh dingin.

"Ah... kalian benar-benar tidak mengerti?" Arga mendekat ke jeruji, membiarkan cahaya remang-remang menyorot wajahnya yang penuh sinisme. "Bukankah malam sebelumnya kami sudah memberi peringatan? Jangan sentuh kesayangan bos kami, atau yang akan kalian kubur bukan hanya bangkai kucing."

Ayah Yasmin menegang. Pikirannya berputar cepat, mengingat kejadian malam itu,tiga pria bertopeng yang meneror keluarganya. Wajahnya memucat seketika.

"Tiga pria bertopeng malam itu..." suaranya tercekat.

Hernan, yang berdiri bersandar di dinding, hanya menghela napas malas sebelum memotongnya dengan suara rendah yang dingin.

"Ya, itu kami," katanya santai, seolah membicarakan cuaca. "Dan hari ini, putri kecil kalian melakukan hal yang lebih bodoh."

Ayah Yasmin menatap Hernan dengan ekspresi putus asa. "M-Maksudmu...?"

Arga menyeringai, lalu merogoh sakunya dan mengeluarkan sebuah ponsel,ponsel milik Yasmin. Dia menyalakan layar, membuka pesan-pesan di dalamnya, lalu memperlihatkan percakapan Yasmin dengan dua pria bayaran yang disewanya.

Tatapan Ayah Yasmin jatuh ke layar itu, membaca setiap kata dengan mata melebar. Tubuhnya seakan lumpuh."Tidak... tidak mungkin..."

"Sayangnya, itu kenyataan," Hernan menambahkan dengan suara sinis. "Gadis kecil kesayangan bos kami hampir mati di tangan dua orang bodoh ini."

Dia melirik ke arah sel di sebelah, tempat dua pria bayaran Yasmin meringkuk dengan kondisi mengenaskan. Tangan dan kaki mereka tak lagi utuh, tubuh mereka berlumuran darah. Mereka gemetar, bibir mereka bergetar saat memohon.

"T-Tolong... b-bunuh saja kami..."

Arga hanya terkekeh. "Oh, tidak. Bos kami belum selesai bermain dengan kalian."

Ibu Yasmin semakin menangis keras. "Di mana Yasmin?! Kalian apakan putriku?!"

Arga melirik Hernan, lalu menoleh kembali ke wanita yang menangis itu dengan seringai mengerikan.

"Tenang saja. Putri kesayangan kalian berada di tempat yang sangat 'eksklusif.'"

Dia berbalik, berjalan santai ke koridor, Hernan mengikutinya. Mereka berhenti di depan sebuah ruangan khusus yang hampir tanpa pencahayaan. Hanya ada lubang kecil untuk udara, membuat tempat itu terasa sesak dan panas.

Di dalamnya, Yasmin terikat di kursi.

Tubuhnya gemetar hebat, wajahnya pucat, rambutnya berantakan, dan matanya membengkak karena menangis terlalu lama.

Tak ada lagi kebencian dan amarah di matanya,hanya ketakutan yang mendalam.

Hernan melangkah masuk, duduk di kursi dengan kaki disilangkan, menatap Yasmin dengan ekspresi bosan.

"Kau benar-benar gadis bodoh," katanya datar.

Arga bersandar di dinding, masih memutar belatinya. "Kami sudah memberimu peringatan dengan teror, tapi kau malah makin nekat. Sewa pembunuh bayaran? Kau pikir ini permainan? Kau pikir kami tidak akan mengawasi ?"

Yasmin menggigit bibirnya, tubuhnya gemetar semakin hebat. Air matanya mengalir deras.

"A-Aku... a-aku tidak tahu... ... aku tidak tahu..." suaranya bergetar, hampir tidak terdengar.

Arga tiba-tiba melangkah mendekat, lalu membungkuk di sampingnya, membisikkan sesuatu tepat di telinganya.

"Tenang saja, kau tidak akan mati sekarang."

Yasmin menahan napas, tubuhnya seakan membeku.

"Oh ya," Arga melanjutkan dengan nada santai yang menusuk. "Orang tuamu juga sudah ada di sini. Mereka juga akan mendapatkan kejutan kecil dari bos kami."

Yasmin terisak semakin keras, bahunya terguncang hebat. Dia benar-benar hancur.

Hernan dan Arga saling bertukar pandang, lalu berbalik keluar dari ruangan, meninggalkan

Yasmin dalam kegelapan yang lebih menyesakkan dari sebelumnya.

Sementara itu, di tempat lain, Darren masih mengendarai mobilnya dengan tenang, menuju tempat yang telah ia siapkan untuk Aluna. Bibirnya melengkung tipis, matanya penuh dengan obsesi.Malam ini, semuanya akan berjalan sesuai keinginannya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!