Ingin berbuat baik, Fiola Ningrum menggantikan sahabatnya membersihkan apartemen. Malah menjadi malam kelam dan tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Kesuciannya direnggut oleh Prabu Mahendra, pemilik apartemen. Masalah semakin rumit ketika ia dijemput paksa orang tua untuk dijodohkan, nyatanya Fiola sedang hamil.
“Uang yang akan kamu terima adalah bentuk tanggung jawab, jangan berharap yang lain.” == Prabu Mahendra.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21. SAH
“Fiola,” hardik Rosma.
Semua terkejut mendengar pernyataan Ola. Tidak terkecuali pria disampingnya. Ikut berdiri dan langsung mendorong bahu Ola.
“Hei, bicara yang jelas. Apa benar kamu sedang hamil?” tanyanya dengan nada tinggi.
“Iya. Kalaupun aku tidak hamil, tidak sudi menikah denganmu.”
“Dasar l0nte,” teriaknya dengan wajah bengis lalu mengangkat tangan dan ….
Tangan yang mengayun itu terhenti karena dicengkram oleh seseorang. “Jangan sentuh dia dengan tangan kotormu.”
“Pak Prabu,” ucap Ola.
Rosma yang terkejut langsung berpindah, sembunyi di belakang tubuh suaminya. Prabu menghempas tangan pria bod0h yang akan memaksa menikahi Ola lalu menarik pelan pinggang wanita itu agar mendekat dengannya.
“Kamu nggak pa-pa?” tanya Prabu menatap wajah Ola.
Ola menggeleng.
“Ola, ya ampun. Untung kita nggak terlambat. Kalau udah ada kata Sah, bisa gue hajar nih majikan gue sama asistennya,” seru Maya.
Gama yang berdiri di samping Maya lalu menoleh dan berdecak. “Bahkan di saat genting pun, masih saja berani bicara,” ujar Gama lirih.
“Beraninya kamu mengacau,” ujar Marta.
Ketiga pria asing yang ada di rumah Ola dan mengikuti sampai ke tempat itu ternyata orang-orang Marta, bergerak cepat hendak menyerang ketiga orang yang datang mengacau.
Nyatanya kedua orang kepercayaan Prabu, menyerang dari belakang. Akhirnya terjadi baku hantam. Prabu mengajak Ola menyingkir menjauh dari meja ijab qabul. Begitupun dengan Gama dan Maya.
“Bantuin dong, lawan mereka tidak seimbang,” seru Maya memukul pelan lengan Gama.
“Tidak perlu, kita pasti menang. Cecunguk itu bukan lawan mereka.” Gama bersedekap mengawasi perkelahian tersebut. Benar saja ketiga orang Marta, sudah berhasil dilumpuhkan dan sudah terkapar sambil merasa nyeri di tubuhnya.
“Gobl0k!” teriak Marta. Bahkan putranya yang tadi sombong, merapat pada bapaknya.
“Fiola, beraninya kamu mengacau. Mau jadi anak durhaka hah,” hardik Samin.
“Pernikahan ini gagal. Aku tidak sudi punya menantu sudah hamil dengan pria lain. Aku tunggu pembayaran hutangmu, besok.”
“Juragan, jangan begitu. Ini pasti akal-akalannya Fiola agar pernikahan batal. Tolong lanjutkan saja.” Samin memohon pada Marta.
“Jangan berani menikahkan Fiola dengan pria lain, saya yang akan menikahinya,” seru Prabu. “Kalian sudah dengar kalau dia sedang hamil dan itu benar, Fiola sedang hamil anakku. Karena kita sudah di sini, sekalian saja aku melamar dan menikahi Fiola,” tutur Prabu.
“Kau dengar, Samin! Dia akan yang menikahi putrimu, siapkan pembayaran hutang-hutangmu besok pagi.” Pria yang dipanggil Juragan Marta pun melangkah pergi, Samin memohon dan mehana lengan Marta, tapi ditepis. Ketiga pria yang hampir semaput berusaha berdiri dan mengkor langkah majikannya.
Samin menatap tajam Ola dan Prabu.
“Kamu pikir aku akan biarkan kalian menikah dengan mudah,” ucap Samin.
“Saya tidak bermaksud kurang ajar, tapi kejadian tadi anda lihat sendiri. Dengan cara baik-baik atau kasar, pernikahan kami harus terjadi,” ungap Prabu lalu meraih tangan Ola dan menggenggamnya. Harus hari ini, keyakinan dalam benak Prabu. selain keluarga Ola sudah tahu kondisinya, banyak hal yang mungkin terjadi kalau dia menunda lagi.
“Dengan menjadi menantu juragan Marta, hutang keluarga kita akan lunas. Dari mana ayah bisa lunasi. Bahkan rumah kita walaupun dijual tidak akan cukup untuk melunasi.”
Prabu berdecak.
“Pak,” panggil Ola lirih. Keadaan kacau, dia tidak yakin Prabu bersedia menyelesaikan masalah ayahnya.
“Tenang saja, pak. Beliau akan membereskan masalah hutang bapak,” seru Gama.
“Hah! Jangan sombong, hutang suami saya hampir dua ratus juta,” sahut Rosma.
“Akan saya urus,” seru Gama lagi.
Rosma dan Samin saling tatap. “Restui saja dan nikahkan mereka.” Meski Rosma bicara pelan, tapi masih bisa didengar.
Amel, adik Ola menatap tanpa berkedip semua orang asing yang melindungi kakaknya.
“Ayah, sepertinya mereka bukan orang sembarangan. Jangan hanya melunasi hutang, minta juga seserahan pernikahan.”
“Ah, benar itu,” seru Rosma lagi mendukung ide Amel.
“Astaga,” ucap Prabu lalu menggeleng.
“Pak,” panggil Ola lagi.
“tenang saja.” Prabu mengusap tangan Ola yang memeluk lengannya.
“Loh, berantakan begini.” Penghulu yang sempat kabur saat ada perkelahian, kembali bersama dua orang petugas keamanan desa. Beberapa kursi tamu hancur.
Gama langsung menghampiri. “Maaf pak, biar semua yang rusak kami ganti, bapak tenang saja,” ujarnya sambil mengangguk pelan.
“Benar diganti?”
Gama kembali mengangguk.
“Ya sudah, kita anggap saja tadi hanya salah paham. Pak Samin, ini pernikahannya gimana, jadi atau tidak?”
“Jadi, kami akan menikah. Beliau sudah setuju.” Prabu yang bicara sambil menunjuk Samin.
“Ayo, pak. Keburu ada masalah lagi, mereka harus segera Sah,” cetus Maya. “Penampilan Ola sudah oke, cantik. Pak Prabu, nggak usah ditanya, kayaknya dari lahir juga udah sempurna. Ayo duduk.” Maya mengkondisikan lagi kursi meja yang tadi akan dilaksanakan akad nikah.
Ola dan Prabu sudah duduk bersisian, begitupun penghulu dan Samin. saat ditanyakan identitas, Prabu mengeluarkan kartu penduduk dan kartu namanya. Samin mengambil alih kartu nama Prabu. Rosma dan Amel yang tidak sabar kembali merebut kartu itu.
“Direktur,” ucap Amel.
“Direktur itu, bos bukan ya,” bisik Rosma.
“Ayo, dimulai aja, pak,” ucap Maya. “Nanti ada drama lagi.”
“Maharnya apa?” tanya penghulu.
“Seserahannya gimana?” tanya Rosma juga
Prabu baru kepikiran, ia sempat menoleh ke arah Gama yang dijawab dengan mengedikan bahu. Mereka tidak ada persiapan. Awalnya hanya akan mencari Ola, meskipun pernikahan ini akan tetap dilaksanakan. Namun, karena mendadak jadi tidak ada persiapan apapun.
“Untuk hutang dan seserahan, akan saya urus setelah ini,” usul Gama.
“Maharnya gimana, menikah harus ada mahar,” seru penghulu lagi.
Prabu mengambil dompet dan mengeluarkan semua rupiah yang ada di sana.
“Saya hanya ada uang cash segini, bahkan cincin pun saya belum siapkan,” ujar Prabu lalu menatap Ola.
“Nggak masalah, pak. Nikahi aku, sekarang!”
Samin menghitung uang rupiah yang diletakan di atas meja. “Dua juta.”
“Katanya direktur, masa mahar Cuma dua juta,” ejek Amel sambil tersenyum sinis
“Sudah pak, gas terus. Nggak mungkin Pak Prabu bawa hartanya ke sini. Ayo, cepat salaman,” cetus Maya, tidak sabar dengan akhir drama ini.
“Gama,” panggil Prabu. Gama pun menunduk dan mengangguk ketika Prabu membisikan sesuatu.
Kembali membuka dompetnya dan mengeluarkan salah satu kartu dan Prabu meletakan di atas tumpukan uang. Mengulurkan tangannya pada Samin.
“Kita mulai,” ujar Prabu.
Setelah identitas dibacakan, Maya dan Gama sebagai saksi. Penghulu mengarahkan kedua pria itu dan ijab qabul pun terlaksana.
“Bagaimana, sah?” tanya penghulu
“Sah!” teriak Maya.
“Sah,” ujar Gama.
Sedangkan Samin, Rosma dan Amel masih tidak percaya dengan mahar yang diucapkan Prabu.
Bukan hanya uang tunai dua juta rupiah, tapi kartu yang berisi deposito sebesar Lima ratus juta juga lima persen saham perusahaan tempat Prabu bekerja.
“Belum siapkan cincin ya, nggak pa-pa. Cium tangan dulu,” titah penghulu.
Salah satu orang kepercayaan Prabu sejak tadi mengabadikan momen akad sesuai arahan Maya. Prabu dan Ola saling tatap, kini status mereka sudah suami dan istri. Ola meraih tangan Prabu dan mencium dengan takzim.
“Stop dulu, ayo cepat difoto, mas. Harus diabadikan ini,” seru Maya. Gama lagi-lagi hanya bisa menggeleng pelan.
crazy up thor semangat"
anak kandung disiksa gak karuan ehh anak tiri aja disayang² gilakk
kalo maya pindah nanti sepi
. kasian a' gama kn gak ada gandenganya wk wk wk