Dunia Elea jungkir-balik di saat dirinya tahu, ia adalah anak yang diculik. Menemukan keluarga aslinya yang bukan orang sembarangan, tidak mudah untuk Elea beradaptasi. Meskipun ia adalah darah keturunan dari Baskara, Elea harus membuktikan diri jika ia pantas menjadi bagian dari Baskara. Lantas bagaimana jika Elea merasa tempat itu terlalu tinggi untuk ia raih, terlalu terjal untuk ia daki.
"Lo cuma punya darah Baskara doang tapi, gue yang layak jadi bagian dari Baskara," ujar Rania lantang.
Senyum sinis terbit di bibir Elea. "Ya, udah ambil aja. Tapi, jangan nangis jika gue bakalan rebut cowo yang lo suka."
🌼🌼🌼
"Gue jadi milik lo? Cewe bego kek lo? Lo dan Rania nggak bisa disamain," cibir Saka dengan tatapan merendahkan.
Elea tersenyum kecut. "Ah, gitu kah? Kita bisa liat apakah pandangan lo akan berubah terhadap gue dan Rania, Saka!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dhanvi Hrieya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 15| Cinta?
"Makasih," ujarnya berat, "kalo aja nggak ada lo, gue nggak tau bakalan kek gimana."
Elea mengerutkan alis matanya, seorang Gala tengah berterima kasih padanya? Sorot mata dan ekspresi wajahnya tampak begitu lelah.
Elea membawa atensinya ke arah ranjang pesakitan, wanita paruh baya yang nampak begitu kurus di atas ranjang. Bagi Gala ibunya adalah segalanya, kehidupan yang berubah drastis memukul mental sang ibu.
"Nggak ada satu pun yang gratis di dunia ini, Gala. Termasuk pertolongan gue hari ini," sahut Elea pelan.
Gala mengangguk. "Gue paham," balas Gala, "seperti yang gue janjiin ke lo, gue bakalan lakuin apapun yang lo minta."
"Termasuk nyakitin, cewe yang lo cintai?" Elea menoleh ke belakang.
Gala mengangguk patah-patah, sorot matanya tidak bisa berdusta. Keterpaksaan yang menyeretnya pada jalan buntu tanpa bisa memilih, Elea berdecak mencemooh.
"... termasuk yang satu itu," jawab Gala memelankan into nasi nada suaranya.
Sudut bibir Elea ditarik tinggi ke atas, ia melangkah mendekati Gala. "Kalo gitu, gue nggak perlu basa-basi sama lo. Yang gue butuhin dari lo itu adalah mengacaukan perasan Rania. Gue mau lo bikin dia galau sama perasaannya, memilih antara lo dan Saka," tutur Elea berterus-terang.
"Ha? Maksud lo, gue harus ngedeketin Rania. Bukannya gue cuma harus berpura-pura jadi pacar lo?" Gala terkejut dengan perintah Elea.
Gadis berkulit putih pucat satu ini sangat sulit untuk ia mengerti, jika Gala maju menjadi orang ketiga. Sudah dapat dipastikan kehidupannya akan langsung hancur lebur, bukan lagi dilindas oleh kemiskinan semata.
"Lo takut?" tanya Elea dengan ekspresi wajah mengejek.
Gala mengigit bibirnya, gadis di depannya ini mungkin tidak tahu apa yang terjadi sebelumnya.
"Gue kek gini karena jadi orang ketiga di hubungan mereka berdua, Elea. Saka ngancurin kehidupan gue tanpa ampun, lo pikir gimana bisa perusahaan Bokap gue mendadak kehilangan semua kerja samanya? Itu karena ulah Saka. Dan lo mau gue kembali mengusik psikopat itu?" Gala menyugar kasar surai hitamnya ke belakang.
"Eh," gumam Elea nyaris berbisik, "Saka tau kalo lo sama Rania punya hubungan di belakangnya? Kok bisa?"
Gala mendesah berat, dan berkata, "Gue nggak tau gimana hubungan gue sama Rania ketahuan tapi, yang jelas kehancuran keluarga gue karena campur tangan Saka."
"Tapi, apa alesan dia diam aja meskipun dia tau kalo Rania udah selingkuh di belakangnya?" Elea tidak paham.
Gala melirik kecil wajah Elea, gadis ini nampaknya belum pernah jatuh cinta. Hingga membuatnya bertanya alasan kenapa Saka seolah-olah menutup mata, berpura-pura tidak tahu perselingkuhannya dengan Rania.
"Lo belom pernah jatuh cinta pada lawan jenis, bukan?" tebak Gala tepat sasaran.
"Terus kenapa, kalo belom?" Elea menjawab santai tidak mengelak.
"Di saat seorang jatuh cinta sejauh-jauhnya, mereka cenderung jadi manusia bego. Bahkan lebih bego daripada cacing tanah, nggak peduli gimana pun pasangan mereka bertingkah. Entah itu dimanfaatkan, atau disakiti. Semuanya akan diterima, asalkan orang yang dicintai tetap di sisi," beber Gala serius.
Elea mencibir, terlalu bodoh untuk manusia yang dikaruniai akal sehat. Namun, itulah virus cinta.
"Menggelikan," ujar Elea, "cuma karena cinta?"
"Lo bakalan paham di saat lo ngalamin hal kek gitu," sahut Gala yakin.
Elea sontak saja menggeleng. "Ogah. Bagi gue cinta bukanlah prioritas, gue bakalan hidup tanpa cinta."
Berbicara memang sangat mudah, berbanding terbalik dengan menghadapinya secara langsung. Di saat akal dan hati tidak sejalan.
...***...
"Abang bakalan ngomong sama Papi," kata Zion kesal.
Pergelangan tangan Zion ditahan, Rania menggeleng sekilas.
"Jangan Bang! Bagi Papi nggak ada satu pun yang lebih penting dibanding kebahagiaan Elea," ujar Rania lirih, "Rania nggak mau, cuma kerena masalah Rania. Abang dan Papi jadi berantem, Rania nggak apa-apa. Biarin Rania aja yang ngalah."
Zion mengerang kesal, adiknya menangis tersedu-sedu. Di saat ia mendengar Elea diundang ke mansion Buming, semenjak Rania sampai detik ini pun belum pernah diundang ke sana.
Perbedaan perlakuan antara Elea dan Rania terlihat sangat jelas, Rania merasa semakin terancam. Peran apa yang harus ia mainkan? Peran lemah. Ini yang harus ia lakoni, mengeluarkan air mata di depan Zion dan Diana.
"Nggak bisa gitu, Rania. Keluarga Buming udah sepakat yang bakalan jadi tunangan Saka itu cuma lo," tukas Zion, wajahnya nampak merah padam.
Rania menyapu bulir air mata yang jatuh di pipinya, menghela napas berat.
"Itu akan terjadi kalo Elea nggak pernah balik ke sini, Bang. Tapi, sekarang tentu aja beda, karena posisi ini cuma milik Elea. Sama halnya kek posisi pewaris, cuma bisa diwarisin ke Elea." Rania mengungkit hak waris keluarga Baskara.
Jujur saja Rania tidak mengerti, kenapa hak waris jatuh pada Elea. Sementara ada Zion anak pertama yang jauh lebih berhak, apalagi Zion anak lelaki. Setahu Rania di keluarga Baskara, harta selalu diwariskan pada anak lelaki.
Zion membeku, derit suara pintu kamar yang dibuka membuat keduanya melongok serentak ke arah pintu masuk. Diana mengayunkan langkah kakinya mendekati keduanya, ia mendengar keributan yang datang dari kamar sang putri.
"Mi," panggil Rania lirih.
"Mami udah denger masalah pertunangan, keputusan ini sepenuhnya di tangan keluarga Buming. Kita nggak bisa berbuat banyak," tutur Diana yang paham apa yang membuat keduanya jadi ribut.
"Mereka cuma mau keutungan aja, setelah Elea balik. Mereka mencampakkan Rania kek gitu aja, emang Rania bukan manusia. Sampek mereka setega itu sama Rania, Mi!" berang Zion menggebu-gebu.
Diana menipiskan bibirnya, tangannya bergerak mengusap lembut puncak kepala Rania.
"Mami tau ini menyakitkan buat Rania tapi, coba pikirkan lagi. Mami tau selama ini Rania nggak cinta sama Saka tapi, kepaksa buat jadi pasangan Saka. Coba pikirin lagi, bisa jadi ini keputusan terbaik buat Rania," celetuk Diana lembut.
Guratan ekspresi wajah Rania mendadak berubah, Zion membesarkan pupil matanya.
"Mami berpihak ke Elea?" Zion menyela.
"Bukan kek gitu, Zion. Rania berhak milih pasangan yang dia cintai," koreksi Diana.
Raut wajah Rania perlahan berubah, ia mengangguk-angguk.
"Apa yang diomongin Mami ada benarnya, Bang. Rania harus ngerelain Saka, buat Elea. Rania bisa nemuin pendamping hidup yang bener-bener Rania cintai," kata Rania berpura-pura tegar.
...***...
"Eh, itu bukannya, Bokap lo?" Isyana menunjuk ke arah depan.
Atensi Elea tertuju ke depan, benar saja itu adalah ayahnya. Langkah kaki Isyana dan Elea berhenti, Guntur mengulas senyum lebar.
"Papi kenapa ada di sekolah, Elea?" tanya Elea tanpa basa-basi.
Guntur mengulurkan buket bunga ke arah sang putri. "Happy birthday, Elea." Guntur menatap lembut ke arah wajah Elea.
Isyana terkejut, sementara Elea membeku. Ia hari ulang tahunnya? Elea bahkan tidak ingat. Isyana menyenggol bahu Elea, membuat empunya tubuh melongok ke samping.
"Ambil, Bokap lo pegel itu," bisik Isyana dapat didengar oleh Guntur.
Dua kali kelopak mata Elea berkedip, ia menerimanya memeluk erat. Telapak tangan Guntur jatuh di atas puncak kepala Elea, mengusap lembut.
"Hadiah sesungguhnya ada di kamar Elea, Papi tunggu Elea balik hari ini. Nanti pulang sekolah, Papi jemput," kata Guntur, "sekali lagi selamat ulang tahun putrinya, Papi."
"Hm," gumam Elea tanpa mengeluarkan suara.
Elea tercekat, matanya memanas hingga beberapa kali berkedip. Menghalau jatunya air mata, buket bunga pertama yang ia dapatkan dari sang ayah. Sekaligus ucapan ulang tahun pertama setelah ia beranjak remaja, itu menyentuh hati kecil Elea.
Bersambung....
semangat 💪💪💪