NovelToon NovelToon
Bayangan Terakhir

Bayangan Terakhir

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Identitas Tersembunyi / Dunia Lain / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / Roh Supernatural
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Azka Maftuhah

Genre : Misteri, Thriller, Psikologis, Supranatural
Sinopsis :
Setelah suaminya meninggal didalam kecelakaan yang tragis. Elysia berusaha menjalani kehidupan nya kembali. Namun, semuanya berubah ketika ia mulai melihat bayangannya bertingkah aneh dan bergerak sendiri, berbisik saat ia sendiri, bahkan menulis pesan di cermin kamar mandinya.
Awalnya Elysia hanya mengira bahwa itu halusinasi nya saja akibat trauma yang mendalam. Tapi ketika bayangan itu mulai mengungkapkan rahasia yang hanya diketahui oleh suaminya, dia mulai mempertanyakan semuanya. Apakah dia kehilangan akal sehatnya ataukah ada sesuatu yang jauh lebih gelap yang sedang berusaha kuat untuk berkomunikasi dengannya.
Saat Elysia menggali hal tersebut lebih dalam dia menunjukkan catatan rahasia yang ditinghalkan oleh mendiang suaminya. Sebuah pesan samar yang mengarah pada sebuah rumah tua dipinggiran kota. Disanalah ia menemukan bahwa suaminya tidak mati dalam kecelakaan biasa. Akan kah Alena mendekati jawabnya???

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Azka Maftuhah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 21 - KEBENARAN YANG TERBELAH

Elysia mundur dengan napas tersengal, jantungnya berdebar dengan begitu cepat hingga terasa menyakitkan di dalam dadanya. Bayangan di dalam cermin menatapnya dengan ekspresi yang sangat aneh—bukan sekadar pantulan, tetapi sesuatu yang menyadari keberadaannya.

Satrio bergerak cepat, menarik Elysia untuk segera menjauh dari cermin. “Kita harus keluar dari ruangan ini,” katanya dengan nada mendesak.

Namun sebelum mereka bisa melangkah, bayangan itu mulai berubah. Perlahan, wajahnya bergeser… menjadi sesuatu yang lain.

Menjadi Edric.

Elysia menahan napas.

“Edric…” bisiknya, tetapi sosok dalam cermin hanya tersenyum.

Lalu, dari dalam cermin, terdengar suara berbisik:

"Kau ingin tahu kebenaran? Kau harus melihat lebih dalam, Elysia."

Tiba-tiba, permukaan cermin mulai bergetar hebat, seolah hendak pecah. Retakan-retakan kecil mulai menjalar seperti jaring laba-laba, dan dari dalamnya, muncul sosok yang lebih nyata—lebih hidup.

Edric melangkah keluar.

Bukan dalam bentuk bayangan. Bukan sekadar pantulan.

Tetapi benar-benar berdiri di hadapan mereka.

Elysia merasa tubuhnya melemas. Apakah ini benar-benar Edric?

Satrio langsung menarik Elysia ke belakangnya, melindunginya. “Siapa kau sebenarnya?” tuntutnya.

Sosok itu mengerjap, lalu tersenyum tipis. “Aku?” Suaranya tenang, seperti Edric yang dulu. “Aku adalah dia yang pernah kau kenal.”

Elysia menggeleng kuat. “Tidak mungkin. Kau sudah mati.”

Edric mendekat selangkah, tatapannya tajam. “Apakah aku benar-benar mati, Elysia? Atau kau hanya percaya pada cerita yang ingin mereka buat kau percayai?”

Kata-katanya menusuk seperti pisau.

Elysia menelan ludah. “Siapa… ‘mereka’?”

Edric tersenyum dingin. “Orang yang selama ini kau percayai.”

Ia menoleh ke arah Satrio.

Ruangan terasa semakin dingin. Nafas Elysia tersengal, pikirannya berputar cepat.

“Satrio?” bisiknya. “Apa maksudnya?”

Satrio tidak langsung menjawab. Tatapannya tetap tajam menatap Edric, seperti menilai sesuatu.

Edric melangkah lebih dekat. “Apakah kau benar-benar berpikir bahwa Satrio ada di pihakmu, Elysia?” suaranya terdengar begitu meyakinkan. “Dia bersamamu sejak awal. Membantu menyelidiki kasus ini. Tapi… apakah kau pernah bertanya kenapa dia selalu ada?”

Elysia terdiam. Memori tentang pertemuan pertamanya dengan Satrio berkelebat di kepalanya.

Benarkah semua itu kebetulan?

Satrio menghela napas. “Elysia, jangan dengarkan dia.”

Namun Elysia mulai meragukan semuanya. Ia menatap Satrio, matanya penuh pertanyaan. “Satrio… kau tahu lebih banyak dari yang kau katakan, bukan?”

Satrio membuka mulut, seolah hendak menjawab, tapi Edric mendahuluinya.

“Dia tahu, Elysia.” Mata Edric bersinar dingin. “Dia tahu sejak awal. Dan dia tidak pernah memberitahumu.”

Tangan elysia mengepal. “Satrio?”

Satrio akhirnya menatap Elysia, lalu berkata pelan, “Aku mencoba melindungimu Elysia.”

Dan jawaban itu membuat dunia Elysia hancur.

Elysia merasa dunianya berguncang. Rasa percaya yang selama ini ia miliki terhadap Satrio mulai retak.

“Melindungiku?” suaranya bergetar. “Dari apa?”

Satrio menunduk sejenak sebelum menjawab. “Dari kebenaran.”

Edric menyeringai. “Lihat? Dia menyembunyikan sesuatu.”

Elysia menatap Satrio dengan penuh rasa kecewa. “Apa yang kau sembunyikan dariku?”

Satrio mendesah. “Elysia, dengarkan aku. Ini bukan sesederhana yang kau pikirkan. Jika aku memberitahumu terlalu cepat, kau bisa dalam bahaya.”

“Bahaya dari siapa?”

Satrio menatapnya dengan serius. “Dari Edric.”

Edric tertawa pelan. “Aku? Aku hanya ingin mengungkapkan siapa sebenarnya musuhmu.”

Satrio menggeleng. “Jangan percaya padanya, Elysia. Ini bukan Edric yang kau kenal.”

Namun Elysia merasa terkunci di antara dua kenyataan yang bertabrakan.

Siapa yang benar?

Siapa yang berbohong?

Satu hal yang pasti, ia harus memilih—dan pilihan itu akan mengubah segalanya.

Elysia berdiri di antara dua pria yang pernah dan mungkin masih ia percayai. Edric, suaminya yang seharusnya sudah mati, kini berdiri di hadapannya dengan wajah penuh misteri. Satrio, pria yang selalu mendampinginya sejak awal, ternyata menyembunyikan sesuatu.

“Kalian berdua mengatakan aku harus percaya pada kalian,” kata Elysia, suaranya gemetar. “Tapi bagaimana aku tahu siapa yang benar?”

Edric menatapnya dalam-dalam. “Karena aku tahu kebenaran yang selama ini kau cari.”

Satrio menegakkan bahunya. “Dan aku tahu kebenaran yang harusnya tidak pernah kau ketahui.”

Hening.

Elysia menatap keduanya, dadanya terasa sesak. “Berhenti bermain teka-teki! Katakan saja apa yang sebenarnya terjadi!”

Satrio mendesah panjang sebelum akhirnya berkata, “Edric bukan korban. Dia bukan orang yang kau pikirkan selama ini, Elysia.”

Mata Elysia melebar. “Apa maksudmu?”

Edric tersenyum tipis. “Dia mencoba membalikkan fakta.”

Satrio menatap Elysia dengan serius. “Siapa yang pertama kali menemukan buku harian Edric? Aku atau kau?”

Elysia terdiam sejenak. Ia ingat betul—buku itu muncul secara tiba-tiba di rumahnya, seolah seseorang sengaja meletakkannya di sana.

“Edric tidak pernah menuliskan buku itu,” kata Satrio. “Seseorang ingin kau membacanya. Seseorang ingin kau percaya bahwa dia adalah korban. Padahal, dia bukan.”

Edric mendengus. “Sungguh menggelikan. Kau mencoba mengubah narasi, Satrio?”

Satrio melangkah maju. “Bukan aku yang mengubah narasi. Kau yang selama ini mengendalikannya.”

Elysia mulai merasa pusing. Semua ini terlalu rumit. Terlalu membingungkan.

Jika Edric benar-benar bukan korban, maka siapa sebenarnya yang selama ini ia kejar?

Elysia merasakan detak jantungnya semakin cepat. “Jadi… jika Edric bukan korban, lalu siapa yang sebenarnya bertanggung jawab atas semua ini?”

Satrio menatapnya dengan dalam. “Orang yang selama ini bersembunyi di balik bayangan. Seseorang yang menciptakan permainan ini.”

Elysia menelan ludah. “Siapa?”

Satrio menghela napas. “Cermin itu bukan sekadar portal ke dunia lain. Cermin itu adalah… alat komunikasi. Ada seseorang di baliknya. Seseorang yang mengendalikan segalanya.”

Edric menyilangkan tangan. “Oh, jadi sekarang kau menyalahkan seseorang yang tidak kita kenal?”

Satrio menoleh ke Edric dengan tajam. “Kita mengenalnya. Kau lebih mengenalnya daripada siapa pun.”

Elysia merasakan sesuatu yang tidak beres. “Satrio… siapa yang kau maksud?”

Satrio menatapnya, lalu berkata satu nama yang membuat darah Elysia membeku.

“Kakakmu.”

Elysia merasa dunianya runtuh dalam sekejap.

“Apa?” bisiknya.

Satrio mengangguk. “Kakakmu, Resa. Dia ada di balik semua ini.”

Edric tersenyum tipis. “Akhirnya kau menyadarinya.”

Elysia menggeleng, berusaha menyangkal. “Tidak… Resa tidak mungkin…”

Satrio menatapnya dengan penuh empati. “Dia yang mengendalikan cermin itu, Elysia. Dia yang selalu berada satu langkah di depan kita.”

Edric menambahkan, “Dia yang mengorbankanku untuk permainan ini.”

Air mata mulai menggenang di mata Elysia. Semua teka-teki, semua kejadian aneh… Apakah selama ini, semuanya mengarah pada satu orang yang tidak pernah ia curigai?

Cermin di belakang mereka tiba-tiba bergetar hebat. Bayangan-bayangan muncul di permukaannya, dan satu suara menggema dari dalamnya.

"Sudah cukup bermain, Elysia. Saatnya kau melihat siapa yang sebenarnya ada di balik bayangan."

Dan cermin itu pecah, memperlihatkan sesuatu yang membuat Elysia menahan napas—

Seseorang berdiri di balik cermin yang telah retak itu.

Seseorang yang sangat ia kenal.

Resa.

1
Isa Mardika Makanoneng
baru awal udah tegang aja kk
Lalula09
Gokil!
Koichi Zenigata
Seru abiss
Graziela Lima
Ngebayangin jadi karakternya!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!