Rendra bisa menempuh pendidikan kedokteran lewat jalur beasiswa. Di kampus dia diremehkan karena miskin dan culun. Tak jarang Rendra bahkan dibully.
Namun dibalik itu semua, Rendra adalah orang yang jenius. Di usianya yang masih 22 tahun, dia sudah bisa menghafal berbagai jenis anatomi manusia dan buku tebal tentang ilmu bedah. Gilanya Rendra juga piawai mempraktekkan ilmu yang telah dipelajarinya. Akibat kejeniusannya, seseorang menawarkan Rendra untuk menjadi dokter di sebuah rumah bordil. Di sana dia mengobati wanita malam, pecandu, orang yang tertusuk atau tertembak, dan lain-lain. Masalah besar muncul ketika Rendra tak sengaja berurusan dengan seorang ketua mafia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desau, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 35 - Biasa Saja?
Ketika motor sudah berjalan, Rendra baru terpikir kalau kemungkinan dia bisa duduk di kursi kemudi. Tanpa pikir panjang, dia langsung angkat bicara.
"Tunggu! Berhenti! Aku baru terpikir, kenapa tidak aku saja duduk di depan dan membawa motornya?" seru Rendra.
"Ya ampun, Ren. Kau bikin kaget saja. Udah ah! Aku malas berhenti lagi. Diam di sana!" sahut Endah yang enggan berhenti. Dia justru melajukan motornya dengan kecepatan tinggi hingga Rendra reflek berpegang ke pinggang perempuan tersebut.
Hal serupa juga dilakukan Vanya. Namun dia hanya bisa memeluk Rendra.
"Aaarkh! Pelan-pelan, Mbak!" Rendra kembali berseru. Matanya membulat sempurna saat bisa merasakan payu dara Vanya nemplok di punggungnya.
"Sialan kau, Dah! Pantatku di ujung tanduk nih! Tanggung jawab kalau aku jatuh!" omel Vanya memekik.
Sementara Endah hanya bisa terbahak. Ia menikmati momen tersebut.
Hanya Rendra yang sejak tadi jantungnya berdetak tidak karuan. Mengingat dia dalam keadaan dijepit oleh wanita. Gundukan kembar milik Vanya masih bisa dia rasakan menempel di punggungnya.
Glek!
Rendra menenggak salivanya berkali-kali. Terlebih benda kenyal yang sekarang menempel di punggungnya juga tak berhenti bergoyang. Ia juga bisa merasakan ukurannya yang cukup besar.
"Mbak Vanya! Jangan terlalu nempel dong! Nggak enak!" Rendra akhirnya angkat bicara.
"Hahaha! Kenapa, Ren? Punya Vanya nemplok ya?" bukannya Vanya, justru Endah yang menyahut.
"Biarin lah, Ren! Kapan lagi kau bisa ngerasain ini gratis? Orang biasanya di obral kok!" Vanya menanggapi dengan santai.
Rendra akhirnya hanya bisa pasrah. Dia memejamkan matanya rapat-rapat dan berharap dirinya bisa cepat sampai.
Tak lama kemudian, mereka pun tiba di rumah bordil. Rendra lantas buru-buru turun dari motor.
"Gimana? Gede nggak punyaku?" tukas Vanya sambil menggoyangkan dadanya.
"Biasa aja," sahut Rendra berbohong. Padahal sejak tadi dia terganggu dengan ukurannya yang terbilang besar. Ia bergegas mengambil tas ransel dan masuk ke rumah bordil dengan wajah memerah bak kepiting rebus.
Saat itulah Endah tertawa pecah. Namun tidak untuk Vanya.
"Lucu sekali ya," ucap Endah.
"Kau yakin ukuran ini biasa saja?" tanya Vanya seraya menunjuk buah dadanya.
"Iya tuh," tanggap Endah singkat. Lalu bergegas menyusul Rendra masuk ke rumah bordil.
"Masa? Padahal aku udah suntik dua kali," kata Vanya. Ia kebingungan sendiri.
...***...
Rendra masuk ke dalam kamar dengan nafas ngos-ngosan. Ia dibuat panik saat melihat ibunya.
"Kau kenapa, Ren? Wajahmu kenapa babak belur begitu?" cecar Arini yang langsung cemas.
"Oh ini. Aku tadi jatuh, Bu. Aku mau langsung mandi aja." Rendra meletakkan tas ranselnya dan mengambil handuk.
"Jatuh? Mana mungkin jatuh lukanya di muka aja? Jangan bohong kamu!" timpal Arini. Dia bersikeras memeriksa keadaan wajah Rendra.
"Udah di obati tadi kok, Bu. Aku mau mandi dulu." Rendra lari begitu saja dari interogasi sang ibu. Namun bukannya tenang, dia kembali dibuat panik saat bertemu Endah di luar kamar.
"Kenapa buru-buru? Kepanasan ya, Ren?" timpal Endah. Perlahan dia melirik ke bagian bawah perut Rendra. Jelas dia bisa melihat sesuatu menyembul di celana Rendra.
Sebenarnya sejak tadi Endah bisa merasakan milik Rendra mengacung di belakang. Benda keras itu bahkan sedikit membentur area pantat atas Endah saat di motor.
Sadar dengan lirikan Endah, Rendra buru-buru menutupi asetnya dengan handuk. "Iya! Panas banget. Makanya aku mau cepat-cepat mandi," ujarnya yang segera beranjak ke kamar mandi. Akan tetapi Endah merebut handuk dari genggaman Rendra.
"Mbak!" protes Rendra.
"Hmmm... Aku sangat ingat kalau ukurannya sangat besar. Mau aku bantu?" tawar Endah.
Bersamaan dengan itu, Vanya muncul. Atensinya langsung tertuju ke arah aset pribadi Rendra.
"Tuh kan! Punyaku besar. Kalau nggak, mana mungkin punyamu bisa ngacung begitu," tukas Vanya dengan suara cukup lantang. Membuat Arini mendengar dan membuka pintu kamar.
Rendra dibuat semakin gelagapan. Tanpa berkata apapun, dia berlari menuju kamar mandi.
"Ada apa? Rendra kenapa?" tanya Arini. Menatap selidik pada Vanya dan Endah secara bergantian. Sepertinya dia tahu kalau dua wanita itu mencoba menggoda putranya.
sesemangat Rendra yg dpt asupan sup hambar davina 😆😆