.....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zhy-Chan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 14
Tiba-tiba datang ibu mertuaku menghampiri kami yang lagi duduk di ruang tamu.
"Ternyata kalian ada disini," ujar ibu mertuaku melihat ke arahku dan ayah.
"Sudah tutup tokonya, Bun?" tanya ayah kepada ibu mertuaku.
"Sudah, Yah," jawab ibu sembari duduk bersama kami.
"Bunda cari kok sepi, tv nya nyala tapi nggak ada orangnya," ujar ibu mertuaku.
"Ini Bun, Tuti kangen sama Sugeng," kata ayah melihat ke arahku.
Kemudian ibu mertuaku melihat mataku yang bengkak karena menangis.
"Loh, kamu nangis, Nak?" tanya ibu mertuaku melihat ke arahku.
"Tadi nak Tuti curhat sama ayah, katanya kangen sama Sugeng Bun," ujar ayah.
"Belum satu bulan ini, Nak," ucap ibu mertuaku sambil tersenyum.
"Ya itu, Bun," timpal ayah mertuaku.
"Sabar, suamimu cari rejeki yang banyak demi kamu dan anakmu," ucap ibu mertuaku.
"Iya, Bu," jawabku lirih.
"Ya sudah, ayo tidur sudah malam," ajak ibu lalu beranjak dari kursi ruang tamu.
Kami pun pergi ke kamar masing-masing.
Setelah sampai di kamar, aku yang tidak bisa tidur, merenung memikirkan ayah mertuaku. Semakin aku berusaha melupakan kenangan bersama ayah, kenangan itu semakin menghantuiku, apa lagi aku mencintai ayah mertuaku.
Melupakan juga membutuhkan proses dan waktu yang tidak sebentar, untuk itulah aku harus segera move on. Tentu ketika pertama kali aku akan terus mengingat-ingat kenangan bersama ayah mertuaku. Aku tidak boleh terlalu memaksakan diriku untuk melupakan dalam waktu yang singkat.
Aku akan berusaha tidak mengingat dan menghindari mengingat kenangan bersama ayah mertuaku. Yang paling aku takutkan adalah kesepian, Ketika kesepian maka aku akan terus mengingatnya.
Dalam kesendirian inilah justru otakku akan terus memutar kenangan bersama ayah. Aku akan mencoba menghabiskan waktu dengan membaca, menonton film, mendengarkan musik, dan mengerjakan tugas-tugas rumah tangga agar aku bisa melupakan kenangan bersama ayah mertuaku.
Kini aku mencoba untuk membuka lembaran baru, meski masa laluku kelam dan penuh kenangan buruk bersama ayah mertuaku. Kenangan yang penuh dengan dosa dan maksiat, tapi aku yakin pasti selalu ada jalan dan pintu baru yang bisa kita buka untuk memulai hidup baru.
Dalam hidup, setiap orang pasti akan menghadapi kenyataan yang mau tidak mau, membuka lembaran baru, harus memulai sesuatu yang baru, sesuatu yang berbeda dengan apa yang dilakukan pada saat sebelumnya.
Melupakan kejadian yang terjadi sebelumnya agar tidak semakin jatuh terpuruk untuk bangkit dan menjalankan hal yang baru. Namun, membuka suatu lembaran baru dalam kehidupan tidaklah semudah membuka lembaran baru di buku.
Tidak mudah memang untuk melepaskan lembaran yang lama, melupakan kejadian bersama ayah mertuaku, namun halaman baru tentu sudah menunggu untuk di buka, di baca dan di isi dengan perjalanan hidup yang baru.
Dan aku mulai menjalaninya dengan mengurus semua persiapan ini, semoga lembaran baru yang menjadi awal kehidupan yang baru ini menjadi suatu hal yang baik bagiku dan keluargaku.
Hari-hariku kini aku jalani seperti biasanya, Ayah mertuaku sudah menganggap diriku sebagai menantunya, bukan lagi sebagai kekasih gelapnya.
Di saat makan malam bersama, beliau tampak biasa saja, tidak ada lagi rayuan dan kata-kata romantis. Begitu juga saat aku sendirian, biasanya ayah datang menghampiriku dan mengajakku melakukan hubungan terlarang, tetapi kini beliau sudah tidak melakukannya lagi.