Warning⚠️
Siapkan tisu karna banyak adegan mengharukan mungkin akan menguras air mata.
_____
Menceritakan perjalanan hidup seorang pemuda bernama Firman yang berprofesi sebagai seorang pengedar obat-obatan terlarang. Sekian lama berkecimpung di dunia hitam, akhirnya Firman memilih berhijrah setelah mendapatkan hidayah melalui seorang anak kecil yang ia temukan di tepi jalan.
Akan tetapi, semua itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Banyak halang rintangan yang menghambatnya keluar dari dunia hitam.
"Jack, mungkin aku akan keluar dari dunia hitam ini."
"Kau jangan gila, Man! Togar akan mencari dan membunuh kau!"
Dapatkan Firman keluar dari dunia hitam setelah bertahun-tahun berkecimpung di sana. Dan apakah ia akan Istiqomah dengan pendiriannya, atau akan kembali kejalan yang dulu yang pernah ia tempuh.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pena Remaja01, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21
"Naufal, sini!" panggil Togar
Pelayan restoran itu mendekat. Pekerjaannya hari ini baru saja selesai dan bersiap akan pulang karna sudah jam 2 dini hari.
"Apa kau lihat Firman?" tanya Togar.
"Fir-Firman?"
Perubahan wajah pelayan itu di perhatikan Togar.
"Iya, Firman. Kau tidak tuli kan?"
"Ma-maksud saya-"
"Kau kan satu tongkrongan dengan mereka. Pasti kau tau dimana mereka sekarang," desak Togar. Waktu untuk dua orang anak buahnya itu memberikan laporan telah berlalu. Pekerjaan yang seharusnya di berikan kepada mereka berdua terpaksa di serahkan pada anak buahnya yang lain.
"Mereka bilang mau keluar dari King Cobra. Eh.." Naufal yang merasa keceplosan lansung menutup mulut dengan kedua tangan.
"Kapan mereka mau keluar?" tanya Togar. Suaranya masih terdengar biasa, meski cerutu yang terselip di jarinya sempat terlepas dan dibiarkan saja jatuh ke lantai. Matanya fokus menatap pelayan di depannya.
"Da-dalam Minggu ini, bos. Mereka juga sudah tidak tinggal di rumah lama. Kemarin Syamsul juga sudah mencari mereka di rumah lama karna ingin mengingatkan mereka agar segera memberi laporan ke markas. Tapi Firman dan Jack sudah tidak tinggal di rumah kontrakannya lagi."
Wajah Syamsul yang berdiri di samping Togar berubah pucat mendengar namanya di sebut.
Togar menyeringai, lalu beralih memandang Syamsul. Sepucuk pistol lansung di todongkan ke kepala anak buahnya itu. "Kenapa tidak kau beritahukan hal ini padaku?"
"Ma-maaf, bos. Sa-saya pikir mereka akan kembali."
"Tapi nyatanya sampai sekarang mereka belum muncul juga. Kau mau apa? Ingin mereka lepas begitu saja dan membongkar rahasia King Cobra? Argh! Cari dia sampai dapat, kalau tidak kepala kau yang aku pecahkan dengan pistol ini." Dahi Syamsul di tolak dengan ujung pistol, lalu pistol di hempaskan Togar ke atas meja.
"Ini pasti karna si Firman sudah memiliki kekasih, bos," tebak Syamsul. Gosip dikalangan King Cobra memang cepat tersebar, apalagi tentang Firman, anak 'mas' Togar. Dalam bekerja, rekannya itu memang selalu menyelesaikan tepat waktu.
"Kekasih?" Kening Togar berkerut berlapis-lapis.
"Firman memang punya kekasih, bos. Mungkin karna kekasih dia itu, makanya Firman ingin meninggalkan King Cobra," balas Syamsul.
Naufal mengerutkan kening, kepala memikirkan siapa perempuan yang di maksud Syamsul yang jadi kekasih Firman sekarang. Selama ini, ia tidak mengetahui apa-apa tentang kekasih Firman.
"Saya permisi, bos." Merasa tidak di butuhkan lagi, Naufal pun berlalu pergi.
"Cari perempuan itu. Pastikan Firman muncul disini." Togar menatap tajam dua orang pengawal pribadinya sebelum menarik satu kursi dan melabuhkan duduk di sana.
Pistol yang berada di atas meja kembali diambil dan di perhatikan. Beberapa saat setelah itu pria paruh baya itu tersenyum. "Firman.....Firman....Apa kau pikir bisa lepas dariku?" Pemimpin King Cobra itu mengusap ujung pistolnya.
Baginya Firman dan Jack hanya kuda tunggangan? Berani keluar dari King Cobra. Berarti mereka berdua sudah memilih jalan sendiri.
Kematian.
Ya, kematian adalah jalan yang sudah mereka pilih sendiri.
***
Firman meliarkan pandangan, memastikan tidak ada hal yang mencurigakan, sebelum masuk ke dalam sebuah warung Telkom yang berada di tepi jalan.
"Bagaimana?" tanya Firman setelah sambungannya terhubung.
"Maaf, Man. Aku keceplosan tadi saat bos menanyakan keberadaan kau. Aku bilang kau ingin keluar dari King Cobra. Maafkan aku, Man. Kau mengerti kan posisi aku," balas Naufal di ujung sana.
"Lalu, apa yang di katakan si tua Bangka itu?" tanya Firman lagi.
"Tentu saja bos marah. Bos telah mengerahkan anak buahnya mencari kau. Hmm, mereka juga akan mencari kekasih kau."
"Kekasih?" Firman mengerutkan kening.
"Sebaiknya kau jaga orang yang pernah dekat dengan kau. Aku khawatir orang-orang yang dekat dengan kau akan jadi korban. Kau tau sendiri bagaimana Togar, kan?"
Seketika wajah Umar dan Aisyah hadir di benak Firman. Mata di pejamkan sesaat sebelum gagang telepon di letakkan kasar ke tempatnya.
Setelah membayar pada kasir tagihan yang perlu di bayar, Firman lansung berlari menuju mobil. Wajah di raup kasar. Bagaimana ia bisa lupa dengan Umar dan Aisyah.
"Naufal bilang apa?" tanya Jack.
Firman menghembuskan nafas pendek. "Kita tidak bisa lari begitu saja, Jack. Aku khawatir pada Umar dan Aisyah."
Kecemasan Firman dapat di lihat Jack. Sahabatnya itu sedang menggigit bibir sendiri. "Man, tenanglah," bujuk Jack.
"Aku sayang mereka," lirih Firman. Tak dapat di bayangkan orang-orang yang tiada kaitan dengan masalah yang di hadapinya malah ikut menanggung akibat.
"Kita tidak bisa pastikan mereka benar-benar mencari Umar dan dokter cantik itu. Siapa tau itu hanya gertakan saja. Lebih baik sekarang kita pergi ke klinik dokter itu untuk memastikan dia baik-baik saja."
"Itu ide yang bagus. Tapi kalau kita kesana menggunakan mobil ini, sudah jelas anak buah Togar dengan mudah mengenali kita."
"Kalau begitu kita ganti mobil saja. Gimana?"
Wajah Firman berkerut mendengar ide yang di sampaikan Jack. "Maksud kau? Kita beli mobil baru?"
"Kita beli yang second aja. Yang penting kita bisa bebas bergerak."
"Baiklah." Firman mengangguk setuju. "Sekarang kita perlu mengganti mobil dulu, setelah itu kita pergi ke klinik Aisyah."
"Man, aku tau kau sayang mereka. Yakinlah, kita bisa melewati semua ini." Jack mulai membawa mobil ke jalan raya.
Di depan sana adalah jalan tol kedua yang akan mereka lalui jika mengikuti rencana A yang telah mereka susun.
"Aku ingin hubungi Aisyah." Ponsel Firman rusak parah dan belum sempat di perbaiki. Lagian, ia juga takut nomor ponselnya yang lama terlacak oleh orang-orang Togar.
"Pakai saja ponselku ini." Jack memberikan ponselnya pada Firman.
Firman mengambil ponsel yang di ulurkan Jack, lalu mengeluarkan kertas yang tertulis nomor Aisyah.
"Aisyah, kamu dimana? Kamu baik-baik saja, kan?" tanya Firman setelah sambungan teleponnya terhubung.
"Ini siapa?" Dokter Aisyah balik bertanya. Di layar ponselnya hanya tertera nomor Asing yang tidak tersimpan di kontak telepon.
"Ini Firman."
"Oh, bang Firman. Bang Firman dimana sekarang? Bang Firman sehat kan?"
Suara tenang dokter Aisyah sedikit melegakan hati Firman. "Jangan khawatir, saya baik-baik saja."
" Aisyah, apa hari ini ada sesuatu yang terjadi?"
"Maksudnya?" Tentu saja dokter Aisyah keheranan mendengar pertanyaan itu.
"Apa ada orang yang mengikuti Aisyah, atau adakah orang asing yang mengancam Aisyah?"
"Gak ada. Dari pagi saya hanya di klinik. Bang Firman sendiri gimana? Sehat kan? Saya lihat WhatsApp bang Firman gak aktif."
"Hp saya rusak. Ini saya pinjam hp teman," balas Firman.
"Oh... Ada uang gak buat memperbaiki ponsel itu? Atau kalau bang Firman mau pakai saja dulu uang saya. Demam bang Firman gimana? Sudah sembuh?"
"Nanti saja saya pikirkan masalah ponsel itu. Aisyah, boleh tidak tolong jenguk Umar sore ini."
"Sore ini ya? Hmm, baiklah," balas dokter Aisyah.
"Terimakasih, hati-hati dan jaga diri. Kalau ada apa-apa yang terjadi, segera hubungi nomor ini," pesan Firman.
"Bang Firman juga jaga diri. Assalamualaikum."
"Walaikumsalam," balas Firman.
"Bagaimana? Dokter cantik itu baik-baik saja kan?" tanya Jack setelah Firman memutuskan sambungan telepon.
Firman menghembuskan nafas. "Begini, Jack. Aku akan jaga Aisyah. Kau sendiri tolong jaga Umar di panti. Kalau ada apa-apa kita saling contact."
"Heisk, kau tau sendiri bocah itu tidak suka denganku. Melihatku saja dia takut. Bagaimana caranya aku menjaga dia," protes Jack.
"Naufal bilang, Togar sedang mencari perempuan yang dekat denganku. Itu artinya dia belum mengetahui tentang Umar. Tapi kalau Aisyah, aku benar-benar khawatir. Dia itu perempuan, bisa saja si tua bangka itu mengapa-apakan dia. Jadi aku hanya minta kau awasi panti itu, jika ada yang mencurigakan segera amankan Umar."
"Hm, baiklah. Jadi, sekarang kita kemana dulu?" balas Jack.
"Kita cari mobil dulu, setelah itu antar aku ke klinik Aisyah."
"Baik. 86 bossku," balas Jack. Sebelah tangan diangkat memberi hormat yang mana sebelah tangan lagi tetap memegang stir kemudi.
***
"Kalau ada apa-apa segera hubungi aku." Bahu Jack di tepuk Firman pelan sebelum turun dari mobil.
"Jangan khawatir, akan kujaga bocah itu seperti menjaga nyawaku sendiri," balas Jack sambil tersenyum kambing. Mencoba menghilangkan kekhawatiran di hati sahabat baiknya. "Hati-hati, Man. Aku pergi sekarang."
Kemudian mobil merah yang baru saja mereka beli, berlalu meninggalkan Firman di bahu jalan. Setelah mobil itu menghilang, Firman melihat kiri dan kanan, sebelum berlari kecil menyebrang jalan.
Sebelah tangannya sibuk menghidupkan ponsel Nokia senter yang baru di beli. Untuk sementara waktu, cukup ponsel tanpa memiliki layar sentuh itu digunakan. Yang penting bisa berkomunikasi dengan Jack dan Aisyah.
Pintu kaca klinik di tolak dengan tangan kanan.
"Kamu Firman, kan?" sapa seorang wanita yang berada di meja resepsionis.
"Hm, ya," jawab Firman kebingungan.
"Pasti mau cari dokter Aisyah, kan?" Kembali wanita yang berada di balik meja resepsionis itu bertanya dengan senyumnya.
"Hmm." Firman melangkah mendekati meja resepsionis yang di batasi dengan kaca bening. "Dokter Aisyah ada?" tanya Firman setengah berbisik.
Wanita yang menjaga meja resepsionis itu malah tersenyum-senyum sendiri. "Mau ngajak kencan, ya?" goda wanita itu lagi.
"Eh, bu-bukan. Sa-saya hanya.." Firman yang kebingunangan menggaruk tengkuk, lalu mengalihkan pandangan ke arah lain.
"Hari ini dokter Aisyah pulang jam 9 malam, karna dokter yang bertugas berhalangan hadir. Sekarang saja dokter Aisyah masih melayani pasien," balas wanita itu.
"Oh, baiklah. Terimakasih." Firman pun berlalu menuju deretan kursi tunggu yang berada di depan meja resepsionis, lalu melabuhkan duduk di sana.
Setiap kali ada pasien yang masuk selalu di perhatikan Firman wajah dan gerak geriknya. Jika tidak ada yang mencurigakan, Firman akan kembali melihat keadaan di luar klinik, melalui kaca bening.
Semenit, dua menit, hingga setengah jam berlalu, Firman masih setia menunggu dokter Aisyah di kursi tunggu. Sepertinya yang di katakan Aisyah tadi benar, tidak ada yang mencurigakan di klinik ini.
"Firman, mau Kakak panggilkan dokter Aisyah gak? Kasihan Kakak melihat kamu menunggu lama." Wanita tadi bersuara. Ia heran melihat pemuda itu masih berada di dalam klinik.
"Eh, tidak usah, Kak. Biar saya tunggu saja sampai dokter Aisyah selesai. Ohya kak, disini ada jual masker tidak?" balas Firman. Ia butuh masker agar wajahnya tidak begitu di kenali nantinya.
"Ada. Buat apa?" tanya wanita itu.
"Hm, saya mau beli lima." Uang kertas berwarna merah di keluarkan Firman, lalu berjalan mendekati meja resepsionis.
Masker yang di ulurkan wanita itu di ambil Firman setelah membayar dan menerima uang kembalian. Kemudian Firman kembali lagi duduk di kursi tunggu. Jaket jeans di buka karna gerah seharian belum mandi.
Wanita tadi melihat jam dinding yang berada di belakang Firman. Sudah menunjukkan hampir setengah tujuh. "Firman, kalau ingin shalat Maghrib. Mushalla laki-laki ada di belakang."
"Hmm, ya. Terimakasih, Kak." Firman menggaruk kening. Kedua tapak tangan yang sudah lama tidak di basahi air wuduk di pandang. Luka bekas di tusuk pisau juga ada di telapak tangan. Luka itu sebagai simbol kesetiaan setiap anggota King Cobra. Dan darah yang keluar akan di minum masing-masing pemilik tangan.
"Kak Liza bicara dengan siapa?"
Suara yang begitu di kenal masuk ke gendang telinga, membuat Firman tersadar dari lamunan.
"Oh, ini ada orang menunggu dokter," balas wanita yang menunggu meja resepsionis--Liza namanya.
Aisyah yang baru selesai memeriksa pasien mempercepat langkah untuk melihat siapa orang yang di maksud Liza. "Eh, bang Firman? Kenapa tidak telpon dulu sebelum kesini."
"Hm, tidak apa-apa. Saya tadi tidak sengaja lewat. Jadi sekalian mampir," balas Firman memberi alasan.
"Lah, bukannya tadi dokter Aisyah bilang mau menjenguk Umar dengan Firman?" Liza sengaja menyela.
"Oh, Iya. Saya lupa memberitahu bang Firman kalau hari ini saya tidak bisa menjenguk Umar. Maaf ya." Aisyah menyatukan kedua belah telapak tangannya.
"Eh, tidak apa-apa. Hari ini teman saya sudah menjenguk Umar, kok." Firman merasa kikuk di situasi seperti ini.
"Dokter, mana boleh ngobrol berjauhan dan ada penghalang kaca ini." Kak Liza kembali menyela.
Seketika wajah dokter Aisyah merona merah bak kepiting rebus. "Apaan sih, Kak?" desis dokter Aisyah. Sebelah kakinya menginjak sepatu pansus yang di pakai Liza.
"Dokter sudah selesai kerja, kan?" tanya Firman polos.
"Belum, saya pulang jam sembilan." Akhirnya dokter Aisyah keluar juga dari meja resepsionis dan melangkah mendekati Firman. "Bang Firman tidak pulang?" tanya dokter Aisyah.
Firman menggaruk pelakang kepalanya yang tidak gatal. Ia tidak dapat menjawab tanya dokter Aisyah karna tujuannya kesini hanya ingin melindungi dokter muda yang berada di hadapannya sekarang ini.
"Ohya, bang Firman sudah sholat maghrib. Kalau belum ayo shalat dulu," ajak dokter Aisyah.
Firman mengangguk. Ia takut bicara banyak, karna satu jawaban yang diberikannya akan merembet kepertanyaan lain yang akhirnya akan membuka aib sendiri.
dan tentunya semua itu tergantung Author yaa....hihihiiiii 🤭
soalnya tanggung ini, kopi hampir habis tapi malah kalah cepat sama bab terakhir yang lebih dulu habis...
🤤😩
lanjutkan Thor 👍
kopi mana kopi....🤭
bab awal yang keren menurut saya, ilustrasi kehidupan keras dengan di bumbui seorang bocah berusia 2 tahun...
semoga tokoh Firman di sini, author bisa membawa nya sebagai figur ayah angkat yang hebat.
salut Thor...lanjutkan 👍👍👍