Leona tiba-tiba diculik dan dibunuh oleh orang yang tidak ia kenal. Namun ketika berada di pintu kematian, seorang anak kecil datang dan mengatakan bahwa ia dapat membantu Leona kembali. Akan tetapi ada syarat yang harus Leona lakukan, yaitu menyelamatkan ibu dari sang anak tersebut.
Leona kembali hidup, namun ia harus bersembunyi dari orang-orang yang membunuhnya. Ia menyamarkan diri menjadi seorang pria dan harus berhubungan dengan pria bernama Louis Anderson, pria berbahaya yang terobsesi dengan kemampuan Leona.
Akan tetapi siapa sangka, takdir membawa Leona ke sebuah kenyataan tidak pernah ia sangka. Dimana Leona merupakan puteri asli dari keluarga kaya raya, namun posisinya diambil alih oleh yang palsu. Terlebih Leona menemukan fakta bahwa yang membunuhnya ada hubungan dengan si puteri palsu tersebut.
Bagaimana cara Leona dapat masuk ke dalam keluarganya dan mengambil kembali posisinya sebagai putri asli? Bagaimana jika Louis justru ada hubungannya dengan pembunuhan Leona?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yhunie Arthi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 24. MARAH
Leona melihat semua orang memandangnya, membuat gadis itu cemas luar biasa dan takut menimbulkan keributan karena reaksi spontan dirinya ketika mendengar siapa Violet.
"M-maaf aku hanya salah bicara," ucap Leona takut-takut, tidak ingin menimbulkan konflik yang tidak diinginkan hanya karena ketidaksengajaan.
Wanita berambut sebahu ikal yang bicara dengan Kanna, kini berjalan ke arah Leona berada. Ekspresi yang wanita itu keluarkan benar-benar membuat Leona tidak nyaman. Terlihat jelas kalau wanita itu marah karena Leona menyebut nama Rowan begitu saja.
"Agh!" ringis Leona ketika wanita yang Leona yakin adalah ibu dari Rowan tersebut kini mencengkeram kedua pundak Leona.
"Katakan padaku bagaimana kau bisa tahu tentang Rowan?! Bagaimana kau bisa mendengar nama itu?!" seru wanita tersebut dengan raut luar biasa marah.
Leona bingung harus menjawab apa. Ia yakin kalau Leona mengatakan ia tahu tentang Rowan karena Rowan sendiri yang memberitahu, pastilah mereka tidak akan percaya dan akan menjadi keributan baru. Tidak semua orang akan menerima kemampuan Leona. Bahkan sebagian orang takut kepada Leona karena kemampuan itu. Dan ia tidak ingin memaparkannya ketika orang di hadapannya ini yang mendengar mama Rowan saja sudah semarah ini. Mungkin kehilangan Rowan benar-benar pukulan besar bagi keluarganya.
"Katakan padaku darimana kau tahu?!" tanya wanita itu lagi dengan nada tinggi.
Leona dapat melihat Rowan berada di sampingnya, berusaha bicara dengan dan ibu agar berhenti dan tidak menyakiti Leona. Ia bisa melihat bocah itu menangis, tapi tak ada yang dapat mendengar kecuali Leona.
"Key? Keyla, tenanglah. Leona baru pulang dari rumah sakit dan belum sembuh sepenuhnya." Kanna menahan tangan adik iparnya itu, berusaha menenangkan emosi sang wanita yang meledak-ledak.
"Ada apa?" Raymond dan Herry yang datang membawa bahan makanan setelah berbelanja, terkejut melihat kegaduhan yang tiba-tiba terjadi.
"Ray, bawa Leona ke kamarnya," pinta Kanna. Merasa lebih baik memisahkan Leona dengan Keyla selaku bibi Leona.
Ketika melihat raut bingung dan cemas Leona, Raymond tanpa mengatakan apa pun langsung membawa Leona pergi dari ruang tengah.
Leona yang berjalan ke lantai dua dapat melihat wanita bernama Keyla itu menangis dalam pelukan Kanna. Merasa menyesal dan juga bingung karena menyebut nama Rowan tadi.
"Apa yang terjadi?" tanya Raymond.
"Aku tidak sengaja menyebut nama Rowan ketika Violet mengenalkan diri. Aku hanya tidak menyangka kalau Rowan punya kakak secantik Violet," jawab Leona jujur.
"Ah, pantas. Kau tahu, alasan nama Rowan tidak pernah disebut adalah karena Aunty Keyla masih belum menerima kematian Rowan sampai sekarang. Dia percaya kalau Rowan tidak mungkin jatuh begitu saja, karena Rowan anak yang cerdas. Seingatnya saat itu Rowan justru bermain di lapangan sebelah rumah bukan di kolam," jelas Raymond yang paham akan situasinya sekarang.
Leona berjalan ke kamar yang biasa ia tempati. Masih berpikir kalau kecerobohannya bisa saja membuat susah orang lain, terburuknya menyenggol luka yang tidak seharusnya disentuh.
"Mau kemana?" Raymond menahan tangan Leona.
"Kamar," jawab Leona langsung.
"Kamarmu bukan di sana," kata Raymond seraya menarik tangan sang adik menuju ke lantai tiga, lantai dimana kamar Kanna dan William berada.
Leona hanya mengikuti dengan bingung, entah akan dibawa kemana dirinya.
Raymond berhenti di depan sebuah pintu besar. Yang mana lantai tiga memiliki space lebih besar dibanding lantai kedua.
Leona menatap Raymond bingung.
"Mulai sekarang kamarmu ada di sini. Tenang saja ini bukan kamar Luna dulu, kamar dia ada di lantai dua dekat kamarku. Di sebelah sana itu kamar Mom dan Dad, dan di kanan sana kamar Herry," beritahu Raymond seraya menunjukkan setiap kamar anggota keluarga yang lain.
Netra hijau Leona membulat ketika melihat Raymond membuka pintu ruangan yang menjadi kamar Leona. Gadis itu terkejut ketika mendapati betapa besar kamarnya. Dengan tempat tidur ukuran besar, furnitur-furnitur lengkap dan terkesan mewah. Ketika ia berjalan ke dalam, gadis itu lebih terkejut saat melihat ruangan tersebut memiliki walk in closet yang luasnya sama besar dengan kamar itu sendiri. Tidak hanya itu, kamar mandi dalam kamar juga tak kalah mewah dan besar. Serta sofa panjang berbentuk L di sisi lain ruangan.
"Suka?" Raymond tersenyum puas ketika melihat reaksi dari Leona.
"Ini terlalu besar," ucap Leona yang masih terkejut.
"Ingat kataku, tidak boleh berpikir tentang berlebihan atau mahal. Ingat kalau kau Agustine, dan harus mendapatkan apa pun sesuai dengan nama itu. Ini bukti kalau kau memang seberharga itu," kata Raymond mengelus kepala Leona. "Mom, benar-benar sangat bahagia ketika mendekor ruangan ini untukmu. Kau tidak boleh menolak dan menghancurkan kebahagiaannya, mengerti," sambungnya.
"Oke," jawab Leona mau tak mau harus terima pemberian keluarganya ini.
"Istirahatlah dulu. Saat acara makan malam tiba, aku akan memanggilmu. Dan jangan pikirkan soal Aunty Keyla, dia tidak jahat, hanya masih merasa sedih. Lalu ... apa Rowan ada di sana tadi?" Raymond terlihat sedikit sendu.
"Yah, dia menangis ketika melihat ibunya seperti itu. Dia mungkin masih menemani ibunya di bawah. Aku ... tidak berani membicarakan Rowan atau kemampuanku itu. Aku tidak ingin membuat keributan seperti tadi," ucap Leona.
Bagaimana pun Leona masih merasa seperti orang asing di rumah ini karena belum ada sebulan ia menginjakkan kaki di sini. Walau Leona adalah putri kandung keluarga ini, tapi Leona besar dengan orang lain dan tidak mengenal keluarganya. Rasa sungkan tentu ada dalam diri gadis itu, khususnya ketika ia membuat orang lain bermasalah karenanya.
"Jangan khawatir. Setelah dijelaskan mereka pasti mengerti. Karena mereka juga mengenal dengan baik orang yang memiliki kemampuan sepertimu. Mereka hanya perlu sedikit penjelasan, dan aku akan menjelaskannya kepada mereka. Ingatlah ini adalah keluargamu sendiri, tidak akan ada yang menilaimu buruk walau kau jungkir balik dengan kostum ayam sekali pun," kata Raymond santai.
"Perumpamaan yang buruk," ucap Leona.
Raymond tertawa lalu berkata, "Istirahatlah, jangan pikirkan apa pun, Lil Sister."
Leona melakukan hal yang dikatakan oleh Raymond, ia membaringkan diri di atas tempat tidur dan melihat ke arah jendela. Untuk sesaat pikiran gadis itu kosong, tidak memikirkan apa pun dan menikmati keheningan yang memenuhi ruangan.
Sampai lamunan kecil Leona terganggu ketika ia mendengar suara ketukan dari pintu.
Segera gadis itu bangun dari tempat tidur dan membuka pintu. Ia terkejut saat mendapati Violet dan ibunya Keyla serta Kanna dan Raymond di belakang mereka.
"Boleh kami masuk?" tanya Violet sopan.
"Tentu," jawab Leona seraya memersilahkan mereka semua untuk masuk dan mengarahkannya ke sofa agar nyaman.
Mereka semua duduk di sana, ada kecanggungan yang dapat Leona rasakan khusunya Keyla, bibi Leona.
"Aku mau minta maaf atas sikap tidak sopanku tadi padamu," ucap Keyla, menggenggam tangan Leona. Tampak begitu menyesal karena bersikap kasar tanpa bertanya baik-baik.
"Aku mengerti. Aku juga tidak tahu kalau ucapanku bisa sampai berefek seperti itu," kata Leona.
"Tidak. Kau tidak salah, aku yang selalu berlebihan setiap kali mendengar nama bocah itu. Raymond sudah menceritakan semuanya, apakah benar kalau Rowan ada di sini dan kau dapat bicara dengannya?" tanya Keyla dengan wajah penuh harap, bahkan mata yang berkaca-kaca
Leona tersenyum dan berkata, "Dia selalu di sini. Selalu bersama kalian, bahkan sebelum bertemu denganku."
Semua orang terkecuali Raymond terkejut mendengar hal itu. Keyla sudah tidak bisa menahan air matanya ketika mendengar hal tersebut, hal yang begitu ia harapkan.
"Dia sungguh ada di sini?" konfirmasi Violet dengan air muka serupa dengan sang ibu.
Leona menatap ke arah pangkuan Keyla. "Rowan sedang duduk di pangkuanmu dan memelukmu sekarang."
Basah sudah wajah Keyla dengan air mata ketika mendengar hal itu. Tidak pernah ia sangka kalau mendiang anaknya justru berada sedekat itu dengannya selama ini.
"Bisa kami bicara dengannya?" tanya Violet dengan nada suara bergetar, jelas kalau gadis itu juga menahan tangisnya.
Leona menatap Rowan, namun mengejutkan bocah itu justru menggeleng.
"Bagaimana?" tanya Violet.
Rowan tidak mau bicara dengan kalian.
Mendengar hal itu semua orang yang ada di ruangan terkejut. Tidak menyangka kalau bocah itu justru menolak untuk bicara dengan ibu dan kakak perempuannya.
Leona sendiri tidak tahu alasannya, ia mencoba agar Rowan mau bicara mereka. Tapi lagi-lagi bocah itu menggelengkan kepala. Hingga Leona sendiri penasaran kenapa bocah yang begitu merindukan keluarganya hingga belum mau kembali ke tempat terang, justru menolak untuk bicara dengan mereka sekarang. Padahal dengan Raymond saja Rowan dengan cepat mau bicara panjang lebar. Ada apa sebenarnya ini?