Gagal menikah!One night stand dengan pria asing yang tak dikenalnya.
Anggun terancam dijodohkan oleh keluarganya, jika dia gagal membawa calon suami dalam acara keluarga besarnya yang akan segera berlangsung.
Tapi secara tak sengaja berpapasan dengan pria asing yang pernah bermalam dengannya itu pun langsung mengajak si pria menikah secara sipil.Yang bernama lengkap Sandikala Mahendra.Yang rupanya Anggun tidak tahu siapa sosok pria itu sebenarnya.
Bukan itu saja kini dia lega karena bisa menunjukkan pada keluarga besarnya jika dia bisa mendapatkan suami tanpa dijodohkan dengan Darma Sanjaya.
Seorang pemuda playboy yang sangat dia benci.Karena pria itu telah menghamili sahabat baik Anggun tapi tidak mau bertanggung jawab.Pernikahan asal yang dilakukan Anggun pun membuat dunia wanita itu dan sekaligus keluarga besarnya menjadi berubah drastis dalam sekejap.
Akankah pernikahan Anggun berakhir bahagia?Setelah mengetahui siapa sosok pria itu sebenarnya?Atau malah sebaliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mitha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21
Pagi itu, setelah sarapan, Anggun baru saja hendak beranjak dari meja makan ketika suara bel pintu berbunyi. Ia melirik ke arah Kala, yang tampak tidak terganggu dan tetap menyeruput kopinya dengan tenang.
"Siapa yang datang pagi-pagi begini?" gumam Anggun dan penasaran.
Kala hanya mengangkat bahu. "Aku juga tidak tahu. Kau mau membukanya?"
Anggun mendengus, tetapi tetap melangkah ke pintu dan membukanya. Di ambang pintu berdiri seorang pria berusia sekitar lima puluhan dengan pakaian rapi. Wajahnya tampak ramah, tetapi ada sesuatu dalam sorot matanya yang membuat Anggun merasa sedikit waspada.
"Selamat pagi," sapa pria itu dengan suara berat. "Apa Kala ada?" tanya pria itu.
Anggun menoleh ke dalam. "Kala, ada tamu untukmu."
Kala akhirnya bangkit dari kursinya dan berjalan santai ke arah pintu. Begitu melihat pria itu, ekspresinya sedikit berubah, tetapi tetap tenang.
"Paman Arif," ucapnya. "Apa yang membawamu ke sini?"
Arif tersenyum kecil. "Aku ingin berbicara denganmu sebentar. Bolehkah aku masuk?" jawab pria bernama Arif.
Kala mengangguk, lalu melirik Anggun. "Bisa buatkan teh untuk Paman?" ujar Kala saat meminta Anggun membuatkan teh untuk paman Arif.
Anggun hanya menghela napas dan mengangguk sebelum pergi ke dapur.
Saat mereka duduk di ruang tamu, Arif menatap Kala dengan ekspresi penuh harap. "Kala, aku tidak akan bertele-tele. Kau tahu putriku, Dira, bukan?"
Kala mengangguk pelan. "Ya, aku ingat. Ada apa dengannya?" tanya Kala.
Arif tersenyum. "Dia baru saja menyelesaikan studinya di luar negeri dan sekarang ingin bekerja di perusahaanmu." jawab Arif memberitahu Kala.
Kala mengangkat alis. "Oh? Aku tidak tahu bahwa dia tertarik dengan dunia bisnis." ujar Kala saat baru mengetahuinya.
Arif tertawa kecil. "Dia memang tidak banyak bicara soal itu, tapi aku yakin dia bisa menjadi aset yang baik untuk perusahaanmu. Lagipula, kau dan aku sudah lama saling mengenal, Kala. Ini juga untuk menjaga hubungan keluarga kita."
Kala menatap Arif dengan mata tajam. "Paman, kau tahu aku tidak pernah memasukkan seseorang ke dalam perusahaan hanya karena hubungan keluarga." ucap Kala dengan sedikit tegas.
Arif tersenyum, tetapi ada sedikit ketegangan dalam sorot matanya. "Aku paham. Tapi aku minta kau mempertimbangkannya. Dira hanya butuh kesempatan untuk membuktikan dirinya."
Kala terdiam sejenak. Ia tahu Arif bukan tipe orang yang datang hanya untuk meminta sesuatu tanpa alasan kuat.
"Baiklah," kata Kala akhirnya. "Aku bisa memberinya kesempatan untuk wawancara. Tapi hasilnya tetap tergantung pada kemampuannya sendiri."
Arif tersenyum lebar. "Itu sudah cukup. Terima kasih, Kala." ucap paman Arif langsung mengerti.
Saat itu, Anggun datang dengan nampan berisi teh. Ia meletakkannya di meja dan menatap Kala dengan sedikit rasa ingin tahu.
"Ada urusan apa?" tanya Anggun sedikit penasaran.
Kala hanya tersenyum. "Paman Arif ingin memperkenalkan putrinya, Dira, untuk bekerja di perusahaan ku." jawab Kala memberitahu pada Anggun.
Anggun melirik ke arah Arif sebelum kembali menatap Kala. Ia bisa merasakan ada sesuatu dalam percakapan mereka yang lebih dari sekadar lamaran kerja biasa.
Arif tertawa kecil. "Kau pasti Anggun. Aku sudah mendengar banyak tentangmu."
Anggun menatap pria itu dengan kening berkerut. "Oh ya?" seru Anggun.
Arif mengangguk. "Kau tinggal di sini bersama Kala, jadi wajar jika namamu sering disebut."
Anggun tidak terlalu nyaman dengan tatapan Arif yang seolah menilai dirinya. Ia bisa merasakan ada sesuatu yang disembunyikan pria itu, tetapi ia tidak ingin terlalu cepat mengambil kesimpulan.
"Kalau begitu, semoga putrimu berhasil dalam wawancara," kata Anggun akhirnya.
Arif tersenyum, lalu menyesap tehnya. Namun, di balik senyuman itu, Anggun merasa ada sesuatu yang tidak ia ketahui.
Setelah beberapa saat berbincang, Arif akhirnya berpamitan. Begitu pria itu pergi, Anggun menoleh ke Kala dengan tatapan penuh selidik.
"Kau kenal baik dengan keluarganya?" tanya Anggun yang masih merasa penasaran.
Kala mengangguk. "Ayahnya dulu teman bisnis ayahku." jawab Kala sedikit cerita pada Anggun.
Anggun menyipitkan mata. "Dan putrinya... apakah ada sesuatu antara kalian?" tanya Anggun lagi dengan rasa ragu nya.
Kala menatapnya dengan senyum kecil. "Kenapa kau penasaran?"
Anggun mendengus. "Aku hanya ingin tahu apakah aku harus bersiap menghadapi drama baru." jawab Anggun.
Kala tertawa kecil. "Dira dan aku tidak pernah memiliki hubungan spesial. Tapi jika kau merasa perlu waspada, aku tidak akan menghentikan mu."
Anggun memutar matanya. "Aku hanya tidak ingin masalah lain muncul."
Kala menatapnya lama sebelum akhirnya berkata, "Aku juga."
Namun, entah kenapa, Anggun merasa ini bukan akhir dari masalah.
Justru, ini baru permulaan.
Anggun menghela napas dan kembali mengaduk teh di tangannya. Sejak mereka pindah ke rumah baru ini, jarak antara dirinya dan Kala semakin terasa dekat. Entah karena mereka kini berbagi ruang yang lebih intim atau karena perlahan, ia mulai terbiasa dengan keberadaan pria itu dalam hidupnya.
Namun, kejadian seperti ini adalah sesuatu yang sulit dihindari.
Sejak mereka tinggal di rumah ini, selalu saja ada tamu tak terduga yang datang, entah keluarga, teman lama, atau kolega bisnis Kala. Kebanyakan dari mereka membawa berbagai macam permintaan, baik yang bersifat pribadi maupun profesional. Terkadang, Anggun merasa rumah ini lebih mirip kantor terbuka daripada tempat tinggal mereka berdua.
"Kau tidak akan benar-benar menerimanya, kan?" tanyanya.
Kala mengangkat bahu. "Aku akan memastikan dia melalui proses seleksi seperti kandidat lain. Jika dia memang cocok, aku tidak keberatan."
Anggun mendengus. "Kau tahu dia hanya menggunakan koneksi ayahnya untuk bisa masuk."
Kala menatapnya sambil tersenyum tipis. "Dan kau tahu, aku tidak mudah dipengaruhi oleh hal-hal seperti itu."
Anggun terdiam, menyadari bahwa Kala benar.
Meskipun ia adalah pria yang dikelilingi oleh kemewahan dan status sosial, Kala tidak pernah benar-benar peduli dengan semua itu.
Anggun menghela napas dan melipat tangannya di dada. "Kadang aku heran kenapa orang-orang selalu datang padamu dengan permintaan seperti ini."
Kala tertawa kecil. "Mungkin karena mereka mengira aku bisa memberikan segalanya dengan mudah."
Anggun menatapnya lama sebelum akhirnya berkata, "Dan kau tidak bisa?"
Kala tersenyum. "Aku bisa, tapi bukan berarti aku mau."
Anggun menatapnya lama. Sejenak, keheningan melingkupi mereka berdua, hanya terdengar suara jam dinding yang berdetak pelan di ruangan itu.
Kala bangkit dari sofa dan berjalan mendekati Anggun. "Aku tahu kau tidak suka hal-hal seperti ini," katanya pelan.
Anggun menghela napas. "Bukan itu masalahnya. Aku hanya tidak suka melihat orang-orang memanfaatkanmu."
Kala tertawa kecil. "Aku sudah terbiasa."
"Tapi aku tidak."
Kala menatapnya lekat, seolah mencari sesuatu dalam ekspresi Anggun. "Jadi, apa yang kau ingin aku lakukan?"
Anggun menggigit bibirnya, sedikit ragu. "Aku hanya ingin kau lebih tegas. Aku tahu kau orang baik, tapi kalau terus begini, mereka akan terus datang dengan permintaan yang lebih besar." ucap Anggun sesaat mengingatkan Kala.
Kala mengangguk pelan. "Aku mengerti."jawab Kala.
Anggun menatapnya, mencari tanda-tanda apakah Kala benar-benar memahami maksudnya.
"Aku akan mencoba," lanjut Kala. "Tapi kau juga harus mengerti, dalam dunia bisnis, membangun hubungan itu penting. Kadang, kita harus mempertimbangkan lebih dari sekadar benar atau salah."
Anggun terdiam, memikirkan kata-kata itu.
Kala memang bukan tipe orang yang mudah dibaca, tapi semakin lama ia mengenalnya, semakin ia menyadari bahwa pria itu tidak sesederhana yang ia kira.
Kala bukan hanya sekadar pria kaya yang terbiasa mendapatkan segala hal dengan mudah. Ia juga seseorang yang tahu bagaimana mempertahankan prinsipnya tanpa harus membuat musuh di mana-mana.
Anggun menghela napas dan berjalan menuju dapur. "Aku akan membuat teh lagi. Kau mau?"
Kala tersenyum kecil. "Tentu." jawab Kala singkat.
Anggun mengangguk dan mulai menyiapkan teh, sementara pikirannya masih dipenuhi oleh percakapan mereka tadi.
Mungkin ia memang harus mulai menerima kenyataan bahwa Kala bukan pria yang bisa diatur sesuka hatinya.
Dan mungkin, tanpa ia sadari, itulah salah satu alasan mengapa kehadiran Kala dalam hidupnya semakin sulit diabaikan.