Hanum Salsabiela terpaksa menerima sebuah perjodohan yang di lakukan oleh ayahnya dengan anak dari seorang kyai pemilik pondok pesantren tersohor di kota itu. Tidak ada dalam kamus Hanum menikahi seorang Gus. Namun, siapa sangka, Hanum jatuh cinta pada pandangan pertama saat melihat sosok Gus yang menjadi suaminya itu. Gus Fauzan, pria yang selalu muncul di dalam mimpinya, dan kini telah resmi menikahinya. Namun siapa sangka, jika Gus Fauzan malah telah mencintai sosok gadis lain, hingga Gus Fauzan sama sekali belum bisa menerima pernikahan mereka. “Saya yakin, suatu saat Gus pasti mencintai saya“ Gus Fauzan menarik satu sudut bibirnya ke atas. “Saya tidak berharap lebih, karena nyatanya yang ada di dalam hati saya sampai sekarang ini, hanya Arfira..” Deg Hati siapa yang tidak sakit, bahkan di setiap malamnya suaminya terus mengigau menyebut nama gadis lain. Namun, Hanun bertekad dirinya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Julia And'Marian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 17
Matahari baru saja terbit, memancarkan cahaya keemasan yang menyebar melintasi langit yang masih tersisa rona jingga dari fajar. Cahaya itu menyinari pepohonan dan bunga-bunga di taman, menciptakan bayangan yang panjang dan lembut di atas rumput yang masih basah oleh embun pagi. Udara segar dan dingin mengisi paru-paru, membawa aroma tanah yang baru saja disiram oleh embun.
Burung-burung mulai berkicau, menyambut hari baru dengan melodi yang ceria,
Pagi itu, semuanya terasa begitu tenang dan damai, seolah-olah dunia baru saja dibangunkan dari tidurnya.
Gus Fauzan baru kembali ke kamar kost-an itu, semalam setelah kejadian itu dirinya tidak tidur di kamar kost yang drinya pesan, tapi Gus Fauzan malah pergi kelauar dan tidur di post satpam bersama dengan satpam yang ada di sana. Beruntung di sana ada sebuah kursi yang di gunakan oleh Gus Fauzan tidur, sedangkan pak satpam tidak tidur karena menjaga tempat itu, ya walaupun pada akhirnya badannya Gus Fauzan terasa pegal semua.
Dan hujan juga baru reda sebelum adzan subuh berkumandang, dan entah kenapa hujan begitu betah mengguyur kota itu,
Gus Fauzan meletakkan sebuah kresek yang berisi bubur ayam yang di belinya tadi di atas meja.
"Habis makan kita pulang!" Ucap Gus Fauzan dengan nada datarnya, matanya tidak sedikitpun menatap ke arah Hanum.
Hanum menghela nafasnya kasar, matanya melirik ke arah bubur yang di atas nakas sana, ada perasaan sesak di dalam hatinya sana, dirinya fikir setelah kejadian itu suaminya akan bersikap lembut dan berbeda dari sebelumnya, namun harapannya sia-sia. Nyatanya Gus Fauzan masih bersikap biasanya, bahkan Gus Fauzan tadi malam malah meninggalkan dirinya.
Hanum mencoba memberanikan diri untuk menanyai suaminya. "Mas, tadi malam–"
"Tidak ada yang perlu di bicarakan soal tadi malam. Dan maaf karena saya sudah lancang melakukan hal itu sama kamu. Saya benar-benar khilaf, dan saya berjanji setelah semalam, saya tidak akan pernah melakukan lagi." Sela Gus Fauzan, membuat Hanum tertegun dengan hati yang sakit. Sungguh, suaminya mengatakan hal yang sangat menyakitkan.
"Dan kalau bisa, setelah ini kita akan pindah ke rumah yang ada di belakang pondok pesantren, saya akan bicarakan nanti dengan Abi dan ummi. Dan setelah kita pindah, kita bisa pisah kamar"
Deg
Semakin hancur hati Hanum mendengar itu, tak menyangka suaminya ada berpikiran seperti itu.
Sedangkan Gus Fauzan, dirinya memang sudah memikirkan semua ini dari semalam, dan menurutnya ini adalah sebuah keputusan yang sangat tepat. Lagian, dirinya pria normal, dirinya tidak menjamin jika nanti bisa tahan godaan selama satu kamar dengan Hanum. Rumah yang ada di belakang pondok pesantren, sangat jauh dari ndalem, dan itu tempat strategis menurut Gus Fauzan. Tidak akan ada yang ke sana, hanya beberapa orang saja, itu juga kalau ada acara kebersihan.
"Dan satu lagi, jangan pernah berharap saya akan mencintai kamu. Mau saya sudah melakukan hal tersebut dengan kamu sekalipun saya tidak akan pernah memiliki perasaan apapun dengan kamu."
Deg
Hanum memejamkan kedua bola matanya dengan air mata yang sudah menetes di pipinya. Apa yang di katakan suaminya sungguh menyayat hatinya.
Jadi, tidak ada harapan baginya untuk merebut hati suaminya?
"Sudah jangan di bahas lagi. Karena sampai kapanpun kita akan tetap seperti ini. Kamu makan, lima belas menit lagi temui saya di depan, saya menunggu di mobil." Ucap Gus Fauzan dan setelah mengatakan itu Gus Fauzan berlalu pergi dari sana.
Dengan langkah gontai, Hanum melangkah ke tepi jendela, tangannya bergetar memegang gorden yang terasa begitu berat. Matanya yang sembab menatap ke luar, mencari-cari sesuatu yang mungkin bisa menghibur hatinya yang hancur.
Namun, yang terlihat hanyalah langit yang kelabu dan pepohonan yang daunnya mulai gugur, serupa dengan hatinya yang perlahan luruh.
Air mata mulai mengalir deras, membasahi pipinya yang pucat. Dengan suara yang tercekat, Hanum berbisik lirih, "Mengapa semuanya harus be seperti ini?"
"Mengapa aku harus merasakan sakit seperti ini?"
"Ya Allah, kenapa suamiku seperti itu? Kenapa suamiku bukan seperti yang aku sebut di dalam doa-doaku?"
Kata-kata yang terlontar dari mulut suaminya, membuat dada Hanum serasa ditusuk ribuan jarum.
Dia mengepalkan tangannya, mencoba untuk kuat, namun lututnya terasa lemah dan tak berdaya. Hanum terduduk di lantai, memeluk lututnya, menangis tanpa suara. Di sudut hatinya, dia berharap ini hanya mimpi buruk yang segera berakhir. Namun, kenyataan pahit terus menghantam, tak ada yang bisa mengubahnya.
Ternyata sesakit itu mencintai seseorang yang sama sekali tidak mencintainya. Terlebih orang itu suaminya sendiri, bahkan suaminya malah mencintai orang lain.
*
Di dalam kabin mobil yang tertutup rapat, Hanum dan Gus Fauzan terduduk bersebelahan tanpa suara. Suasana dalam mobil begitu hening, seolah-olah udara pun berhenti mengalir.
Gus Fauzan hanya menatap lurus ke depan, matanya tidak berkedip, mengemudi dengan ekspresi datar.
Sementara Hanum, yang duduk di sisi penumpang, memandang keluar jendela dengan raut wajah yang sulit dibaca. Bibirnya rapat, dan tangannya yang biasanya lincah bergerak, kini terlipat kaku di pangkuannya.
Sesekali Hanum menoleh, mencuri pandang ke arah Gus Fauzan, mencoba membaca apa yang tersembunyi di balik keheningan itu.
Namun, Gus Fauzan seolah terbuat dari batu, tidak memberikan tanggapan atau isyarat apa pun. Kilometer demi kilometer dilalui dengan latar belakang suara mesin mobil yang monoton, menambah tekanan pada keheningan yang sudah terasa berat.
Kesabaran Gus Fauzan mulai terkikis, kerongkongannya terasa kering, ingin sekali dia memecah keheningan, namun kata-kata yang biasanya mudah terucap, kini terasa begitu berat. Di sisi lain, Gus Fauzan terus terpaku pada pemandangan lurus di depannya, seolah mencari sesuatu yang bisa mengalihkan dari situasi yang membara di dalam mobil. Keheningan itu tidak hanya memisahkan mereka, tetapi juga seolah mengikat lidah dan membekukan waktu di antara mereka.
Dan tidak lama, ponsel milik Gus Fauzan berdenting, membuat pria tampan itu langsung mengambil ponselnya yang ada di dashboard sana, dan langsung mengambilnya.
Hanum bisa melihat, ekspresi wajah suaminya yang semulanya datar kini berubah menjadi cerah. Bahkan pria tampan itu tersenyum.
Suatu hal yang sangat jarang di lihat oleh Hanum.
Gus Fauzan, dirinya baru saja mendapatkan pesan dari Arfira, jika gadis itu sudah menunggunya di sebuah taman yang ada di kota Jakarta. Dan Gus Fauzan mengiyakan saja, karena dirinya juga tidak jauh dari taman tersebut.
Gus Fauzan meletakkan ponselnya di atas dasboard lagi, lalu menghentikan laju mobilnya.
Hanum mengerutkan keningnya, tapi dirinya tak bertanya, menunggu suaminya berbicara.
Gus Fauzan menoleh ke arah Hanum.
"Kamu turun di sini. Pesan taksi, saya ada urusan mendadak, jadi kamu pulang naik taksi."
Hanum terkesiap, "mas, kamu mau kemana? Ummi kan udah nungguin kita–"
"Kamu tidak dengar apa yang saya katakan? Jangan banyak protes Hanum, kalau kamu mau jadi istri yang baik, kamu turuti apa kata saya. Buat saya senang, bukan malah buat saya ilfil sama kamu" sentak Gus Fauzan dengan geraman.
Hanum menganggukkan kepalanya, lalu turun dari mobil itu,
Gus Fauzan bahkan tidak mengatakan apa-apa lagi, pria itu langsung melajukan mobilnya pergi meninggalkan Hanum...
...
ada yah Gus macam itu
🤦🤦🤦🤦
bikin Emosi dan Kesel soal Gus Abal-abal yg sok Suci dan Bener itu 😡😤
biar ucapannya dilihat sendiri... siapa yg demikian hina nya melakukan apa yg dituduh kan nya itu 😡😡😡😤
itulah akibat nya, bergaul dengan lawan jenis walau disebut Klien..
intinya Barangsiapa telah melanggar aturan Alloh, pasti ada Akibat yg di Tanggung nya !!!