Terpikat Pesona Pacar Setingan

Hening, karena Mytha tengah fokus pada apa yang di kerjakannya, sedang Jeff diam seperti patung sambil berusaha menghindari menatap wanita di hadapannya itu.

“Kenapa kau diam saja saat di pukuli seperti itu tadi?” tiba-tiba Mytha bertanya.

“Siapa yang diam, apa kau tidak lihat aku mau membalas tadi,” sanggahnya.

“Aku tidak bodoh Jeff, aku bisa melihatnya saat tanganmu terhenti sebelum mencapai tubuh Ayahmu.” Ucap Mytha tanpa memandang lawan bicaranya.

“Hah, jadi kau menyadarinya ya, hebat juga,” kekehnya, “seperti yang aku bilang sebelumnya, seburuk apa pun orang tua kita, kita ada karena mereka. Aku tidak ingin jadi anak durhaka karena membalas pukulan Ayahku,” ucapnya.

Mytha mengangguk pelan, “sudah,” ucapnya, sambil menarik diri dari hadapan Jeff, “luka lebammu sudah tidak terlihat. Tapi Jeff, besok kau ada acara bagaimana kalau orang lain menyadari luka-lukamu? Kau tidak mungkin semalaman memakai riasan kan, wajahmu bisa rusak nanti.” ucap Mytha.

“Kan ada kau, untuk apa aku memelihara Asisten pribadi di rumah jika dia tidak berguna,” ucapnya sambil menaik turunkan alisnya.

Mytha berdecih sambil kembali pada kemudinya, “kau tidak ada urusan lain lagi kan, sebaiknya kita pulang sebelum Alex menyadari jika kita tidak ada di rumah.” ucap Mytha.

“Ya, mari kita pulang.” Sahutnya.

Sekitar setengah jam kemudian, mobil pun sampai. Seperti biasa pagar akan terbuka dengan sendirinya tanpa harus menunggu seseorang membukanya dan mobil pun langsung masuk ke garasi.

Jeff dan Mytha naik ke lantai atas, kedatangan mereka di sambut tatapan horor Alex, ternyata bocah itu belum tidur padahal ini sudah jam setengah satu dinihari.

“Kalian dari mana?” tanyanya dengan nada mengintrogasi.

“Kau tidak perlu tahu kemana kami pergi karena kami sudah dewasa, tapi lain cerita kalau kau yang kembali larut malam,” Mytha yang menyahut.

“Cih, benar-benar tidak adil,” decaknya.

“Mengapa kau belum tidur? ini sudah malam pergilah ke kamarmu.” Perintah Jeff.

Alex melengos membuang muka, namun dia tetap menurut dan pergi ke kamarnya dengan bibir menggerutu tanpa suara.

“Terimakasih untuk semua bantuanmu, aku akan memberimu bonus nanti, sekarang beristirahatlah ini sudah malam.” ujarnya.

“Sama-sama Jeff, kau juga beristirahatlah, kalau kalau ada apa-apa panggil saja aku.” ucap Mytha.

Satu Minggu berlalu. Mytha di beri tugas untuk menemani Alex mendaftar di sekolah barunya.

“Kenapa harus kau yang pergi denganku,” protes Alex, wajahnya tampak mematut di kursi belakang.

“Jadi kau ingin Kakakmu sendiri yang mendaftarkanmu? Bukankah kau tidak ingin orang lain tahu hubunganmu dengan Jeff.” Ujar Mytha.

Alex diam tak menjawab, sepertinya perkataan Mytha tepat mengenai sasaran membuat bibir sarkas bocah itu bungkam saat itu juga.

“Alex, kenapa kau memilih sekolah biasa, kau bisa sekolah di tempat yang berpasilitas bagus?” tanya Mytha disela-sela mengemudinya. Namun bocah itu menolak bicara, dia hanya menatap kosong jalanan yang mobilnya lewati.

“Kau punya hobi khusus? Misalnya olahraga atau bermain game?” tanya Mytha lagi, dia mulai menjalankan misi Kakak Ipar yang Jeff tugaskan padanya, padahal dia hanya menjadi calon Kakak Ipar sementara tapi entah mengapa Mytha tak bisa tak peduli pada Alex, dia seakan melihat dirinya yang dulu pada diri Alex.

Alex seperti halnya dirinya, dia sangat menyayangi dan peduli pada keluarganya tapi dia tidak tahu cara mengungkapkan perasaannya dengan benar, itu yang Mytha tangkap dalam kepribadian Alex.

“Hobi ku berkelahi,” sahutnya datar tanpa menoleh.

“Wow itu keren, kau tahu aku juga suka berkelahi saat aku seusiamu," kekeh Mytha, Alex mulai melirik dia mencuri-curi pandang kearah Mytha.

Mytha tersenyum samar, mendekati bocah tipikal Alex memang harus mengikuti alur yang dia berikan sendiri.

“Kau pasti tidak percayakan kalau aku senang berkelahi?” ucap Mytha lagi, “biar aku beri sedikit bocoran tentang diriku, dulu aku adalah atlet karate, aku menekuni bidang olahraga itu sampai aku duduk di bangku SMA, tapi setelah masuk universitas aku memilih jurusan lain, jadilah aku tak sempat berlatih lagi.” terang Mytha.

Lagi-lagi Alex hanya diam, dia kembali mengabaikan Mytha seperti sebelumnya.

“Sepertinya kita punya minat yang sama, mau aku kenalkan pada guruku dulu?” usul Mytha.

“Tidak, aku benci olahraga seperti itu, yang aku suka hanya perkelahiannya,” ketusnya.

Mytha menghembuskan nafas kasar. Mereka sampai di sekolah menengah atas tempat Alex akan mendaftar, sekolah umum yang dikelola pemerintah, namun mereka juga menyediakan asrama jika jarak rumah para siswa terlalu jauh jadi mereka bisa tinggal disana tanpa takut terlambat datang ke sekolah.

“Aku ingin tinggal di asrama,” Cetusnya.

“Kita akan bicarakan itu di rumah nanti.”

Selepas melewati beberapa prosedur dan mengisi formulir pendaftaran, Alex pun resmi jadi murid di sekolah ini dan bisa mulai bersekolah besok.