Jinwoo seorang prajurit bermasalah dari Korea Selatan, di kirim ke sebuah negara yang sangat kacau, dan banyak hal hal yang tidak terjadi terjadi di sana, negara yang kacau tidak hanya memerlukan tentara, tetapi mereka juga perlu tenaga medis, dan Renata yang merupakan seorang dokter, juga ikut ke sana, dan disanalah, benih benih cinta mereka berdua tumbuh
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nurliana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Terasa nyata
Hujan deras melanda, tetapi Lee tetap keluar rumah. Ia memutuskan untuk datang ke rumah Choi karena tidak memiliki tujuan lain. Semua barangnya, termasuk dompet, ia tinggalkan di rumah.
"Choi, aku yakin kau berada di dalam. Tolong buka pintunya," ucap Lee dengan pakaian yang sudah basah kuyup.
Choi, yang sedang sibuk, meninggalkan pekerjaannya dan membukakan pintu untuk Lee. "Kapten? Kau tidak membawa mobil?" tanyanya saat melihat kondisi Lee yang basah.
Lee masuk ke dalam rumah karena sudah merasa sangat kedinginan dan tidak tahan lagi. "Ya, tolong berikan aku handuk," pintanya.
Choi menutup pintu, lalu memberikan handuk serta pakaian kepada Lee. "Apakah Hyejin ada di rumahmu?" tanyanya.
Choi tahu, jika Lee berada di rumahnya, itu pasti karena ada hubungannya dengan Hyejin. Luka di hati Lee belum pulih, meskipun ia sempat bertemu dengan Renata dan menaruh hati padanya.
"Aku tidak bisa melihatnya di rumah," ucap Lee sebelum masuk ke kamar mandi untuk segera mengganti pakaian.
Choi kembali duduk dan melanjutkan pekerjaannya. Ia sedang membuat video tentang negara Kadravia. Sebelumnya, ia meminta semua orang untuk menyampaikan pesan dan kesan mereka tentang negara itu.
Saat sedang mengedit bagian yang berisi rekaman Renata, Lee keluar dari kamar mandi dan melihat wajah Renata di layar laptop Choi.
"Kau juga memintanya untuk membuat video ini?" tanya Lee, lalu duduk di bangku ruang tamu.
"Ya, aku meminta semua orang untuk berpartisipasi. Dr. Renata juga salah satu dari mereka, bukan?" jawab Choi sambil menatap Lee.
Tatapan mata Lee begitu dalam. Meskipun itu hanya sebuah foto, ia seolah bisa merasakan kehadiran Renata bersamanya.
"Kenapa kau menatap foto Dr. Renata seperti itu?" Choi bertanya dengan nada menggoda, meskipun sebenarnya ia peka bahwa Lee sedang bingung dengan perasaannya sendiri.
Tok... Tok...
Belum sempat Lee menjawab, terdengar suara ketukan di pintu rumah Choi.
"Sebentar!" teriak Choi dari dalam.
Choi membuka pintu dan terkejut saat melihat siapa yang datang. Hyejin berdiri di depan pintu dengan pakaian basah kuyup, terlihat sangat kedinginan.
"Kau?" Choi kaget.
Hyejin menatap ke dalam rumah. "Aku tahu Lee ada di sini. Tolong minta dia keluar, aku ingin bertemu dengannya," ujarnya sambil mengepalkan kedua tangan, tubuhnya tampak menggigil.
"Masuklah, kalian bisa bicara di dalam saja," ajak Choi.
"Aku akan menunggu di sini saja," tolak Hyejin.
"Kau hanya akan membuat Lee semakin marah padamu. Masuklah dan bicaralah dengannya di dalam. Aku yakin ini hanya kesalahpahaman," bujuk Choi, lalu membuka pintu lebih lebar.
Akhirnya, Hyejin mau masuk. Ia melihat Choi yang sedang menatap layar laptop dengan tatapan penuh makna. "Siapa yang sedang ia lihat?" tanyanya pada Lee yang kebetulan berada di sebelahnya.
"Kau akan tahu nanti," jawab Lee sembari menyerahkan handuk kepada Hyejin.
Hyejin duduk di sebelah Lee. "Siapa wanita berseragam dokter itu?" tanyanya lagi.
Lee menatap Hyejin, masih dengan pakaian basahnya. "Kenapa kau datang ke sini? Aku akan tinggal di rumah ini selama beberapa hari, dan kau tetap di rumahmu," ucapnya menjaga jarak dari Hyejin.
"Aku tidak ingin hubungan kita terus seperti ini. Ayo selesaikan semuanya dengan baik," pinta Hyejin.
" Apa ada yang perlu dijelaskan? Semua nya sudah jelas, kau menolak lamaran ku saat itu, dan sekarang lihat dirimu? " menatap Hyejin dan beranjak dari tempat ia duduk,
Hyejin menerima kata-kata dari Lee, karena memang benar adanya, dia menolak lamaran Lee tetapi itu karena ada alasan nya, alasan yang tidak semua orang tau,
" Ku mohon ayo kita bicara kan lagi, agar tidak ada salah paham dan sikap dingin mu ini bisa hilang "
"Aku akan tetap seperti ini. Semua ini karena kau yang membuatku seperti ini," jawab Lee dingin, lalu pergi membawa mobil Choi.
"Lee Jinwoo!" teriak Hyejin.
*
*
*
Renata membuka matanya saat pukul satu siang. Ia melihat kamarnya masih berantakan, tetapi perhatiannya tertuju pada satu panggilan dari rumah sakit. Sebuah pesan darurat masuk—salah satu hukuman yang harus ia jalani. Ia harus siap dipanggil kapan saja, baik siang maupun malam.
Renata tidak sempat membereskan kamarnya. Ia segera mengenakan jas dokter, mengambil sehelai roti yang bahkan belum sempat diolesi selai, lalu berlari menuju mobilnya dan langsung ke rumah sakit.
Sesampainya di rumah sakit, Renata bergegas menuju ruang operasi. "Apakah semuanya sudah siap?" tanyanya pada tim medis yang akan melakukan operasi bersamanya.
Namun, di luar dugaan, mereka tampak ragu. Jika sebelumnya mereka menghormati Renata, kini sikap mereka sebaliknya. Ia telah menyebabkan kerugian besar bagi rumah sakit.
"Tidak ada dokter lain? Kenapa harus dia?" bisik seorang perawat yang akan masuk ke ruang operasi.
Renata hanya diam. Ia tahu, menjawab mereka tidak akan mengubah apa pun.
"Baiklah, kita bisa membicarakan masalah ini nanti. Tapi saat ini, semua dokter sedang istirahat makan siang. Hanya aku yang tersedia," ucapnya dengan lembut.
Tatapan tidak suka masih tertuju padanya.
Tanpa banyak bicara, Renata masuk ke ruang operasi dan mulai menangani pasien penderita penyakit jantung. Awalnya, ia merasa tidak fokus. Pikirannya terus-menerus menyalahkan dirinya sendiri, meskipun rekan-rekannya sudah memaafkannya.
Namun, Renata tidak pernah gagal dalam operasi. Satu jam kemudian, ia keluar dari ruang operasi. Operasinya? Berjalan dengan baik.
Setelah selesai, Renata naik ke atap rumah sakit. Itu adalah tempat favoritnya untuk duduk bersama Anna. Namun, kali ini, Anna sedang sibuk. Renata hanya duduk sendirian, menikmati ketenangan.
Sampai akhirnya—
"Renata," panggil seseorang.
Renata menoleh ke arah suara. Matanya sedikit buram, dan ia tidak membawa kacamatanya. Ia mengira Rafael adalah Lee.
"Lee…" ucapnya pelan.
Rafael mendekat.
"Lee… ini mulai terasa nyata. Apakah dia datang? Apakah dia tahu aku berada di sini?" Renata bergumam lirih.
"Renata? Hei?" Rafael menepuk bahunya, mengira Renata sedang termenung.
Renata tersadar dan menatap Rafael.
"Iya, ada apa?" nada suaranya terdengar sedikit kecewa.
Rafael mengulurkan sebuah undangan makan malam keluarga. "Malam ini, keluarga kita akan makan bersama. Aku harap kau bisa datang," ujarnya.
Renata menatap undangan itu. "Ya, aku akan datang," ucapnya sambil menunduk.
"Secepat ini kau setuju? Biasanya kau selalu menolak. Apakah kali ini kau sudah siap?" Rafael tampak senang. Ini pertama kalinya Renata menyetujui undangan makan malam keluarga.
"Ya. Aku tidak tahu harus berbuat apa dan ke mana. Daripada hanya diam di rumah, lebih baik aku melakukan sesuatu," jawabnya sambil menatap langit.
"Baiklah, aku akan turun dulu. Kau juga sebaiknya turun. Di sini sangat panas, kau bisa sakit," saran Rafael.
"Aku nyaman di sini. Tempat ini membuatku merasa tenang," jawab Renata.
"Kau akan segera kembali seperti dulu, Renata. Kenapa kau terlihat sangat putus asa?"
"Itu bukan urusanmu. Aku akan tetap di sini," ucapnya, masih duduk dan menatap langit biru.