NovelToon NovelToon
Cinta Terlarang Yang Menggoda

Cinta Terlarang Yang Menggoda

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Cinta Terlarang / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Romansa / Suami ideal
Popularitas:907
Nilai: 5
Nama Author: Mamicel Cio

Hana tak pernah menyangka hidupnya akan berubah drastis dalam semalam. Dari seorang mahasiswi yang polos, ia terjebak dalam pusaran cinta yang rumit. Hatinya hancur saat memergoki Dion, pria yang seharusnya menjadi tunangannya, selingkuh. Dalam keterpurukan, ia bertemu Dominic, pria yang dua kali usianya, tetapi mampu membuatnya merasa dicintai seperti belum pernah ia rasakan sebelumnya.

Dominic Lancaster bukan pria biasa. Kaya, berkuasa, dan memiliki masa lalu yang penuh rahasia. Namun, siapa sangka pria yang telah membuat Hana jatuh cinta ternyata adalah ayah kandung dari Dion, mantan kekasihnya?

Hubungan mereka ditentang habis-habisan. Keluarga Dominic melihat Hana hanya sebagai gadis muda yang terjebak dalam pesona seorang pria matang, sementara dunia menilai mereka dengan tatapan sinis. Apakah perbedaan usia dan takdir yang kejam akan memisahkan mereka? Ataukah cinta mereka cukup kuat untuk melawan semua rintangan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mamicel Cio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pura-pura lupa

Lampu-lampu neon berkedip-kedip di langit-langit klub malam itu, memantulkan cahaya warna-warni di lantai dansa yang dipenuhi orang-orang yang menari tanpa beban. 

Musik berdentum keras, mengguncang dada setiap orang yang ada di sana, seolah mengajak mereka melupakan dunia luar dan tenggelam dalam dentuman bass yang menghentak.

Di sudut bar yang sedikit lebih sepi, Hana duduk dengan mata sembab, tangannya menggenggam gelas berisi minuman beralkohol yang bahkan belum disentuhnya. Tangisnya sudah berhenti, tetapi sisa-sisa kesedihan masih jelas tergambar di wajahnya.

Dia bahkan tidak tahu bagaimana bisa sampai di sini. Langkah kakinya tadi hanya mengikuti arus, tanpa arah, tanpa tujuan. Yang dia tahu, dia ingin melupakan. Walaupun hanya semalam.

Pelayan bar menatapnya sesaat sebelum bertanya, “Mau minum apa, Mbak?”

Hana menatap kosong deretan botol di belakang bartender. Dia tidak tahu harus memilih apa.

"Apa pun yang bisa bikin gue lupa," katanya lirih.

Bartender itu menatapnya sejenak, seakan menilai keadaan Hana, sebelum akhirnya menuangkan whiskey ke dalam gelasnya. 

“Ini cukup kuat,” katanya, mendorong gelas itu ke arah Hana.

Hana mengambilnya dengan tangan sedikit gemetar, lalu meneguknya perlahan. Cairan itu menghangatkan tenggorokannya, tetapi tidak cukup untuk menghangatkan hatinya yang terasa beku.

Dia teringat wajah Dion. Wajah pria yang selama ini dia pikir mencintainya, yang ternyata hanya menjadikannya pelarian. Wajah pria yang tanpa ragu menggenggam tangan wanita lain di hadapannya.

Tangannya mencengkeram gelas itu lebih erat.

Bodoh.

Dia bodoh.

Kenapa dia tidak pernah melihat tanda-tandanya? Kenapa dia begitu keras kepala mempertahankan seseorang yang jelas-jelas tidak pernah benar-benar menginginkannya?

Seteguk lagi. Rasa pahit whiskey itu bercampur dengan pahit di hatinya.

Di tengah lamunannya, seseorang duduk di sampingnya. Hana tidak langsung menoleh. Tidak peduli. Siapa pun itu, mereka hanya akan menjadi bayangan di tengah rasa sakitnya.

Tapi suara itu menyapanya.

“Kamu kelihatan seperti seseorang yang baru saja kehilangan segalanya.”

Hana terdiam, lalu menoleh perlahan.

Seorang pria. Wajahnya samar di bawah kelap-kelip lampu, tetapi sorot matanya tajam, menelisik, seolah bisa melihat semua luka yang dia sembunyikan.

Hana mendengus pelan. “Dan kamu kelihatan seperti seseorang yang suka ikut campur urusan orang lain.”

“Minum bukan solusi.” Pria itu tersenyum tipis, lalu melirik gelas di tangan Hana.

“Aku nggak butuh solusi. Aku cuma butuh lupa.” Hana tertawa pahit, meneguk lagi minumannya.

Pria itu tidak segera menjawab. Dia hanya mengamati Hana, seolah sedang menimbang sesuatu.

“Kalau kamu ingin lupa, kamu datang ke tempat yang salah,” katanya akhirnya.

“Maksudnya apa nih?” Hana menoleh padanya dengan alis berkerut.

Pria itu bersandar pada kursinya, menatapnya dalam-dalam sebelum berkata, “Orang yang datang ke tempat ini bukan orang yang ingin lupa. Mereka cuma ingin pura-pura lupa.”

Hana terdiam. Kata-kata itu menamparnya lebih keras daripada kenyataan yang baru saja dia terima hari ini.

Pura-pura lupa.

Bukankah itu yang sedang dia lakukan sekarang?

Bukankah itu yang selama ini dia lakukan dengan Dion, berpura-pura bahwa semuanya baik-baik saja, padahal tidak?

Tawa getir lolos dari bibirnya. Dia menatap whiskey di tangannya, seolah baru menyadari betapa menyedihkannya dirinya saat ini.

“Jadi, menurut Anda, saya harus gimana?” tanya Hana, menatap pria itu dengan mata yang masih berkilat oleh air mata yang tertahan.

Pria itu mengangkat bahunya. “Saya nggak kenal kamu. Saya nggak tahu cerita kamu. Tapi kalau kamu sampai datang ke sini dengan mata sembab dan air mata yang belum benar-benar kering, berarti ada seseorang yang udah menghancurkan hidup kamu, benar?”

Hana menegang.

Pria itu melanjutkan, “Dan kalau ada seseorang yang menghancurkan kamu, kenapa kamu harus menghancurkan diri kamu sendiri buat dia?”

Hana tercekat. Tangannya gemetar di atas meja.

Kenapa?

Kenapa dia membiarkan dirinya jatuh sejauh ini untuk seseorang yang bahkan tidak pantas mendapat air matanya?

Kenapa dia ada di sini, menyakiti dirinya sendiri, sementara Dion mungkin sedang tertawa di pelukan wanita lain?

Mata Hana terasa panas. Dia ingin menangis lagi, tapi dia sudah lelah.

Lelah menangisi seseorang yang bahkan tidak layak.

Dia menarik napas dalam-dalam, lalu menaruh gelasnya di atas meja.

“kamu siapa?” tanyanya akhirnya.

Pria itu tersenyum samar. “Seseorang yang pernah ada di posisi kamu.”

Hana menatapnya lama.

Untuk pertama kalinya malam itu, dia merasa sedikit lebih ringan. Luka itu masih ada, tapi setidaknya, dia tahu bahwa dia bukan satu-satunya orang yang pernah merasakan sakit ini.

Dia menarik napas panjang, lalu menatap whiskey yang sudah hampir habis di hadapannya.

Mungkin pria itu benar.

Mungkin minum bukan solusi.

Mungkin pura-pura lupa hanya akan membuatnya semakin tersesat.

Dan mungkin… ini saatnya dia berhenti menyakiti dirinya sendiri untuk seseorang yang tidak pantas.

Dengan satu gerakan, Hana mendorong gelas itu menjauh.

Hana mengerjapkan mata, tetapi dunia di sekelilingnya mulai berputar. 

"Aah!" Kepalanya terasa berat, dan tubuhnya mulai kehilangan keseimbangan. 

"Kenapa?" tanya pria itu. 

Dia mencoba menopang diri dengan memegang meja bar, tetapi tangannya terlalu lemah.

Dalam sekejap, semuanya menjadi buram.

Tubuhnya terhuyung ke samping, nyaris jatuh, sebelum seseorang dengan sigap menangkapnya.

Pria itu: dengan nada khawatir “Hei, kamu nggak apa-apa?”

Hana mencoba menjawab, tetapi bibirnya terasa berat. Kepalanya bersandar di dada pria itu, matanya perlahan terpejam. Ini kali pertama dia minum sebanyak ini, dan efeknya benar-benar lebih buruk dari yang dia kira.

Pria itu menghela napas, lalu menatap bartender, “saya bawa dia keluar.”

Bartender hanya mengangguk, tampaknya tidak terkejut melihat seseorang mabuk sampai nyaris pingsan.

Pria itu kemudian mengangkat Hana dengan hati-hati, mengabaikan beberapa pasang mata yang menoleh ke arah mereka. Dengan langkah cepat, dia membawanya keluar dari klub malam yang penuh sesak.

Udara malam yang dingin langsung menerpa wajah Hana begitu mereka berada di luar. Tetapi itu tidak cukup untuk menyadarkannya.

Pria itu mendesah berat, seakan berat dunia berada di bahunya. 

“Kenapa malam ini aku harus jadi penjaga?“ gumamnya dengan nada penuh tanya sambil matanya tak lepas memperhatikan Hana yang terlelap, wajah polosnya masih tercoreng jejak air mata yang telah mengering, napasnya berhembus lemah. 

Dia menggeleng dengan penuh iba, “Kamu benar-benar terpuruk, ya?” 

Tanpa tahu siapa gadis itu atau apa yang telah merobek hatinya, matanya yang sebelumnya memancarkan kesakitan mendalam membuatnya yakin, gadis di hadapannya ini baru saja kehilangan sesuatu yang penting dalam hidupnya. 

Kini, entah bagaimana, tanggung jawab itu beralih ke tangannya. 

Dia melihat ke sekelilingnya, larut dalam pemikiran singkat, kemudian menarik napas dalam-dalam, seolah mempersiapkan diri, sebelum akhirnya berbisik pelan, "Baiklah. Aku tidak tahu mengapa aku melakukan ini, tetapi sepertinya kamu membutuhkan tempat yang jauh lebih aman daripada di sini.”

Tanpa berkata apa-apa lagi, dia mengangkat Hana ke dalam mobilnya. Malam ini akan jadi malam yang panjang, bukan hanya untuk Hana, tetapi juga untuk pria yang entah kenapa memutuskan untuk peduli pada seseorang yang baru saja dia temui.

Bersambung... 

1
Mastutikeko Prasetyoningrum
semangat buat kakak penulisnya smoga ini awal cerita yg alurnya bagus
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!