NovelToon NovelToon
Olimpiaders & Lover

Olimpiaders & Lover

Status: sedang berlangsung
Genre:Peran wanita dan peran pria sama-sama hebat
Popularitas:815
Nilai: 5
Nama Author: Zuy Shimizu

sinopsis:
Nama Kania Abygail tiba tiba saja terdaftar sebagai peserta Olimpiade Sains Nasional.

Awalnya Kania mensyukuri itu karna Liam Sangkara, mentari paginya itu juga tergabung dalam Olimpiade itu. Setidaknya, kini Kania bisa menikmati senyuman Liam dari dekat.

Namun saat setiap kejanggalan Olimpiade ini mulai terkuak, Kania sadar, fisika bukan satu - satunya pelajaran yang ia dapatkan di ruang belajarnya. Akan kah Kania mampu melewati masa karantina pra - OSN fisikanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zuy Shimizu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

#Chapter 21: Jatuh Setelah Terbang Tinggi

"Sebelum mengenalmu, melamun tidak pernah seindah ini."

\#\#\#

KETEGANGAN melanda ruang belajar 237.

Sesuai jadwal dan informasi yang diberikan oleh pengajar mereka di grup chat semalam, hari ini adalah tahap ulangan mingguan.

Liam pun menggigit bibir bawahnya. Pemuda itu terlampau panik saat ingat materi listrik statis juga akan keluar dalam ulangan minggu ini. Ah, ia lupa. Ia sering terkecoh saat memasukan rumus listrik statis.

Tak kalah dengan Liam, Evan juga sibuk membolak-balik buku catatannya. Yah, semua siswa tenggelam dalam dunia mereka masing-masing karena tahu letak kelemahan mereka.

Namun tidak dengan Kania.

Gadis itu sudah sering berlatih soal dengan kedua teman sekamarnya, jadi ulangan mingguan begini bukan masalah besar baginya.

Sementara itu, Kania melirik Liam. Pemuda bersurai merah itu nampak begitu sibuk, seolah tak menyadari kehadiran Kania di dunia ini.

Gadis itu memberengut kesal, bibirnya maju beberapa senti. Baru beberapa hari lalu pemuda itu membuat Kania berharap lebih. Ia berhasil menerbangkan Kania ke titik euphoria tertinggi dengan perhatiannya.

Dan kini?

Ah sial. Hampir semua orang sadar, Liam berubah. Pemuda itu jadi sering melamun, senyumannya tidak selebar biasanya, ia juga lebih banyak diam. Seolah ia sedang menanggung hutang negara di pundaknya,

Ada apa, sih? Biasanya Liam juga akan menceritakan keluh kesahnya pada Kania. Namun sekarang? Jangankan bercerita, bertegur sapa pun jarang sekali bila Kania tidak memulai duluan.

Ah, benar-benar bagai debu si Kania itu kini.

Ceklek

"Pagi, anak-anak." Albert Smith muncul dari balik pintu dan masuk dengan 'materi perang' di tangannya. "Siap ujian pagi ini?"

Galen menghela nafasnya, panjang dan keras. Sengaja dimaksudkan agar orang lain di ruangan itu juga mendengarnya. Pemuda itu pun mendongakkan kepalanya yang sedari tadi ia taruh di meja.

"Sekali-kali libur dong, Pak. Masa karantina mulu. Orang anak-anak tim biologi aja boleh pulang minggu lalu." protes pemuda cebol itu.

Albert Smith terdiam sejenak sembari menata kertas-kertasnya. Ia mempertimbangkan betul saran dari Galen, mengingat hari olimpiade yang sudah bisa dihitung dengan jari tangan.

Usai merapikan kertasnya, Albert Smith pun menghela nafas dan membagikan kertas itu pada kelima anak didiknya.

"Ya udah. Kalo nilai kalian lebih tinggi dari ujian minggu lalu, hari Minggu besok kalian boleh pulang."

Ruang 237 sontak ricuh. Mereka bersorak, senang sekali. Di luar masalah yang ada di rumah, yang penting, mereka bisa rebahan di rumah sendiri.

---- Olimpiaders ----

"Liam!"

Pemuda bersurai merah terus berjalan menyusuri lorong menuju ke kamarnya. Ia mendesah berat dengan kepala yang tertunduk. Matanya menatap lekat pada layar ponselnya.

"Liam Sangkara!"

Langkah Liam terhenti begitu lengannya ditarik oleh sesorang. Ia menoleh, dan mendapati Kania dengan nafas sedikit tersengal.

"Ada apa, Kania?" tanya pemuda itu.

"Liam... mau pulang atau tetap di hotel?" tanyanya.

Liam terdiam sejenak, lalu menarik senyum tipis dengan tatapan yang begitu sayu. "Kania, aku kangen Estelle, adikku."

Bibir Kania membentuk lengkungan sempurna kebawah. Jelas sudah tatapan kecewa kian terukir jelas di sana. "Aku tau. Seharusnya aku nggak tanya Liam."

"Yah, apa boleh buat." sahut Liam lirih. "Di antara 5 siswa, cuma aku, Kania." lanjut pemuda itu sembari mengepalkan tangannya erat. "Nilaiku turun,"

Kedua alis Kania langsung naik. Ah, iya, hasilnya memang sudah diumumkan di grup chat, tapi Kania sendiri justru tidak terlalu memperhatikan nilai Liam. Kania kira, dengan peralihkan skor hingga 9,73, nilai Liam naik.

"Aku leader tim, malah paling kacau sendiri." Liam terkekeh pelan, menertawai dirinya sendiri. "Aku duluan, ya. Bapak dosen udah nyariin."

Tanpa sahutan dari Kania, Liam sudah berlalu begitu saja. Kania menyipitkan matanya sinis, arah yang Liam tuju itu kamarnya sendiri. Bukan tempat dimana pengajar mereka berada.

Kanao mengendus sebal.

Liam kini jadi terus menghindarinya. Dan sungguh, itu sangat menyebalkan. Apa Liam menjauh karena Sabiru? Benar, sejak Sabiru datang, Liam berubah.

Bibir Kania kembali melengkung ke bawah, kepalanya tertunduk. Sedih sekali rasanya.

"Kania,"

Gadis itu tersentak kecil, hanya dengan hitungan detik, Kania langsung menoleh ke belakang. Tepat dimana datangnya arah suara.

"Ini, kalkulator scientific-mu." ujar Evan sembari menyodorkan sebuah kalkulator pada Kania. "Ketinggalan di kelas tadi."

"Oh, makasih, Evan." gadis itu langsung mengambil kalkulatornya dan memasukannya ke dalam tas.

"Yow, sama-sama." jawab Evan singkat dan langsung berlalu.

Namun baru beberapa langkah, Kania langsung menahan lengan pemuda itu dan membuat langkahnya terhenti.

Evan pun menoleh. "Kenapa, Kania?"

"Liam lagi ada masalah, ya? Kok ngehindar mulu. Mana anaknya berubah banget lagi,"

Evan terdiam cukup lama. Ia menatap kekhawatiran di mata Kania, lalu menghela nafasnya sembari melepaskan tangan Kania dari lengannya.

"Nggak tahu. Tapi yang namanya leader emang gitu, kadang paling sibuk sendiri. Mungkin dia cuma lagi nggak fokus." tutur Evan tenang.

"Serius?"

"Iya, duarius."

Kania menghela nafasnya lemah. Ia makin kecewa dengan jawaban Evan, sebab ia tak menemukan apa pun. Ah, bagaimana ya? Kania nyaris menyerah.

Evan menghela nafasnya. "Kalo Liam cerita, atau keliatan ada sesuatu, aku kasih tau kamu. Tenang aja," ujar pemuda itu sembari mengelus pucuk kepala Kania.

"Serius, Evan?"

"Iya, Kania. Duarius nih," ujar pemuda itu.

Kania pun bersorak girang.

Namun keduanya tidak sadar, ada yang menatap keduanya dengan tatapan sengit dari kejauhan. Ada dinding yang tercakar oleh kuku seseorang.

Ya, Kania lupa sesuatu peraturan sakral di hotel ini.

✩₊̣̇. To Be Continue

1
Bông xinh
Mantap tenan!
Felix
Bravo thor, teruslah berkarya sampai sukses!
Esmeralda Gonzalez
Bikin baper 😍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!