Liliy aqila khanza, Hesti Adifa dan Wina arfa alia bersahabat sejak TK sampai bangku kuliahan. mereka menamainya Black Ladies karena mereka memiliki kesamaan tidak menyukai warna yang cerah dan itu menggambarkan kepribadian mereka. Liliy aqila khanza berusia 19 tahun dan diagnosa dan mengidap DID ( Dissociative identy Disorver) 8 tahun yang lalu. Trauma masa kecil akibat broken home membuat tempramennya sulit ditebak. Liliy jurusan seni dan tergolong pandai di kelasnya. Gitar merupakan barang kesayangannya yang selalu di bawa kemana pun dia pergi. hesty dan wina ialah sahabat yang selalu memahaminya mereka tidak membiarkan sahabatnya larut dalam kesedihan. Hingga persahabatan mereka di uji oleh seorang laki-laki tampan jurusan olahraga yang merupakan pindahan dari kota. postur tubuhnya yang kokoh membuat idola para kaum hawa di kampusnya.Kedatangannya membuat persahabatan mereka mulai retak. Apakah Black Ladies mampu mengatasi keretakan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dragon starr, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21. Cari Kesempatan
" Selagi kesempatan ada depan mata, maka manfaatkanlah, kesempatan tidak datang dua kali."
Hesti berjalan sambil mengutuk dirinya sendiri karena memilih jalan di depan ruangan dosennya. Jadinya Hesti disuruh membawa buku temen-temennya ke ruangan. Ia sangat kerepotan membawanya.
Tidak jauh dari ruangan dosennya, tiba-tiba ada suara
Bruk...bruk...
Buku yang di bawa Hesti terjatuh berserakan di lantai, ia sangat kesal dengan dosennya itu. Ia mencari seseorang untuk membantu membawa buku yang begitu banyak. Kebetulan Randy lewat di jalan itu terlihat oleh Hesti. Ia pun menghampiri Randy untuk meminta bantuan. Awalnya, Hesti ragu untuk meminta bantuan pada Randy. Tapi dia Tdk ada pilihan lain selain meminta bantuan pada Randy.
"Kak... Masih ingat 'kan sama saya?" tanyanya Hesti berharap dirinya masih di ingat sama Randy.
"Siapa ya?" tanyanya Randy yang heran melihat Hesti tiba-tiba bertanya seperti itu.
"Saya kak... Yang pernah kakak bantuin saat ban mobil aku bocor di jalan dulu," ucapnya Hesti yang berusaha mengingatkan Randy.
"Oh, kamu ya waktu itu? Gara gara kamu, aku terlambat dan aku di larang masuk di ruangan," tanyanya Randy tegas dan melihat Hesti dgn amarah.
"Maaf kak. Saya 'kan tidak sengaja," ucapnya sambil menunduk.
"Hmm... Kamu mau ngapain lagi nyamperin aku?" tanyanya Randy dgn memicingkan kedua bola matanya ke arah Hesti.
"A- anu kak... ," jawabnya terbata bata dan mulai takut melihat ekspresi Randy yang melihatnya begitu tajam seperti ingin mengulitinya.
"Kalau ngomong tuh yang jelas buang buang waktuku saja," ucapnya dgn sinis menatap Hesti, Randy pun mulai meninggalkan Hesti tanpa pamit.
"Tunggu. Kak. Saya mau minta tolong lagi blh?" menghentikan Randy sambil berlari kembali mendekatinya dgn wajah memerah.
"Ban mobil kamu bocor lagi?" Tanyanya Randy sambil menghela nafas.
"Bukan itu kak... Kakak liat deh ke arah sana," tunjuknnya Hesti memperlihatkan buku yang ada di lantai.
"Ya itu buku, Lalu?" tanyanya Randy bingung dgn maksud Hesti.
"Ishh... Ini cowok benar benar deh gak ada peka pekanya sedikit pun," Gumamnya sambil cemberut.
"Apa?" Tanyanya Randy yang sedikit mendengarkan gumaman Hesti walau tidak jelas.
"Ha? Oh... Itu kak. Bisa minta tolong? Bantu aku bawakan buku itu sebagian, soalnya aku tdk bisa bawa semua ke ruangan," mintanya Hesti sambil berkaca kaca melihat Randy dan berharap dia mau bantu.
"Setiap ketemu kamu, selalunya minta tolong ke aku , emng gak ada orang yang bisa bantuin kamu selain aku?" Tanyanya Randy dgn kesal dan merasa apes ketika bertemu dgn Hesti.
"Kebetulan Kak. Mungkin ini pertanda...," gantungnya Hesti sambil tersenyum yang merasa ketakutannya sudah mulai berkurang.
"Pertanda apa?" tanyanya kembali yang bingung maksud Hesti.
"Hmm... Enggak ada kak. Oh iya, jadi enggak bantuin saya kak?" Alihnya Hesti dan mengulanginya.
"Emng ruangan kamu dimana?" tanya Randy dgn ekspresi datar ke depan.
"Di ujung sana kak, ruang seni" tunjuknnya Hesti di arah ruangannya.
"Hmm... Aku bantuin, kebetulan mau ke arah sana juga," ucapnya Randy sambil meninggalkan tempat itu menuju buku yang di lantai.
"Makasih ya, kak," ucapnya Hesti dgn kegirangan dan saat itu Hesti berharap waktu terhenti agar dia bisa berduaan sama Randy dgn lama.
"Ya Allah aku mimpi apa semalam, ya? Kok aku di bantuin sama pangeran," gumamnya dlm hati sambil senyum senyum sendiri.
"Kenapa senyum-senyum sendiri?" Tanyanya Randy keheranan melihat Hesti senyum - senyum sendiri.
"Enggak, kak. Cuma mau bilang makasih sudah di bantuin dua kali," jawabnya Hesti sambil menatap penuh ke arah Randy dan menikmati ketampanannya dgn jarak dekat.
"Hmm," jawabnya singkat yg masih dlm perjalanan menuju ruangan Hesti.
Mereka berjalan berdampingan dan Hesti berusaha menyamai langkah Randy yang begitu cepat.
"Ah...lega juga" ucapnya seseorang dari toilet sambil memperbaiki pakaiannya.
Tuk...tuk
Suara sepatu berbunyi saat menginjakkan sepatunya di lantai karena memiliki sedikit hak. Tidak jauh dari toilet, matanya langsung menangkap Randy bersama dgn seseorang berjalan berdua. Ia pun langsung mengeluarkan hp nya untuk memotretnya.
Ceklek...ceklek
Ia mengambil banyak gambar untuk ditunjukkan pada sahabatnya.
"Kalau dia melihat ini, pasti dia kebakaran jenggot," gumamnya seseorang sambil melihat hasil potretnya di hp nya dgn jelas Randy dan Hesti sedang bersama.
Sampailah Hesti dan Randy di ruangan bersama Randy, semua mata langsung tertuju ke arah mereka. Semua yang melihatnya, memiliki pandangan benci dan marah. Seperti halnya dgn Wina dan Lily yang penasaran dan bingung melihat mereka berdua bersama.
"Makasih ya kak, sudah bantuin aku," tutur Hesti dgn muka memerah dan sedikit malu.
"Ya," jawabnya singkat dan langsung meninggalkan Hesti tanpa pamit.
Pandangan Hesti belum terlepas dari Randy, ia memandangi punggungnya sampai Randy tdk terlihat lagi. Hesti pun menyimpan bukunya di meja dosen dan menuju ke tempat duduknya.
Ia belum sampai di tempat duduknya, ia sudah di hadang pertanyaan dari sahabatnya.
"Wih, gercep ya. Aku salut sama sahabat aku," ledeknya Wina menaikkan kedua jempolnya ke arah Hesti.
"Ah, apa'an sih win, enggak kok" ucapnya dengan muka memerah seperti kepiting rebus.
"Cie...cie mukanya merah gitu," godanya lagi Wina.
"Enggak kok," ucapnya Hesti sambil memegang kedua pipinya.
"Iya deh, kok bisa kamu bareng sama kak Randy? tanyanya Wina yang masih penasaran.
"Tunggu dulu ya, sebelum aku jawab pertanyaannya, aku mau duduk dulu," ucapnya Hesti sambil mengambil kursinya dan duduk menyandarkan pundaknya.
"Heheh, aku sudah tidak sabar dengar jawabannya," ucapnya Wina dgn sedikit terkekeh.
"Kan udh duduk nih, Ayo jawab," ucapnya kembali yang sudah tidak sabar.
"Gini... biar kamu enggak penasaran lagi, aku tadi jalan ke sini, tapi malah ketemu dosen dan di suruh sama dosen bawa buku sebanyak itu," jelasnya Hesti yang tidak habis pikir dgn dosennya menyuruhnya membawa buku sebanyak itu.
"Lalu kok bisa ketemu kak Randy? Tanyanya Wina sambil mendekatkan kursinya ke kursi Hesti.
"Tadi buku itu jatuh lalu kebetulan kak Randy lewat jalan itu, jadi aku minta bantuan saja daripada tangan aku payah gara gara buku tuh buku," ucapnya yang masih senang di bantu sama kak Randy.
"Oh,gitu," ucapnya Wina sambil mengangguk angguk pelan.
"Paling dia lagi caper karena enggak betah jomblo. Hati hati aja sama orang itu, apalagi dia banyak yang naksir. Jangan sampai fansnya tidak terima kalau ada yang dekat dekat sama kak Randy," potongnya Lily yang mengingatkan Hesti hati hati kalau mau dekat sama Randy.
"Iya Li. Makasih ya udh ingetin," jawabnya Hesti.
"Win, perbaiki duduknya dulu tidak lama lagi mata kuliah di mulai," pinta Lily pada Wina yang masih setia menyimak pembicaraan Hesti.
"Oke deh. Hesti juga udh jelasin," ucapnya Wina dgn mengembalikan kursinya ke tempat semula.
"Di kelas sebelah, ada yang ngos ngosan mencari sahabatnya lalu ingin menunjukkan hasil potretnya.
** Siapakah yang memotret Randy dan Hesti?**