Ini kelanjutan kisah aku istri Gus Zidan ya, semoga kalau. suka🥰🥰🥰
****
"Mas, saya mau menikah dengan Anda."
Gus Syakil tercengang, matanya membesar sempurna, ia ingin sekali beranjak dari tempatnya tapi kakinya untuk saat itu belum mampu ia gerakkan,
"Apa?" Ia duduk lebih tegap, mencoba memastikan ia tidak salah dengar.
Gadis itu menganggukan kepalanya pelan, kemudian menatap Gus Syakil dengan wajah serius. "Saya bilang, saya mau menikah dengan Anda."
Gus Syakil menelan ludah, merasa percakapan ini terlalu mendadak. "Tunggu... tunggu sebentar. mbak ini... siapa? Saya bahkan tidak tahu siapa Anda, dan... apa yang membuat Anda berpikir saya akan setuju?"
Gadis itu tersenyum tipis, meski sorot matanya tetap serius. "Nama saya Sifa. Saya bukan orang sembarangan, dan saya tahu apa yang saya inginkan. Anda adalah Syakil, bukan? Anak dari Bu Chusna? Saya tahu siapa Anda."
Gus Syakil mengusap wajahnya dengan tangan, mencoba memahami situasi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon triani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21. Jantung Sifa
Sifa sudah duduk di kursi tunggu bersama para pasien yang lain, ia mendapat nomor 057, bukan nomor awal tapi juga tidak begitu akhir. Dan sekarang sudah sampai di nomor urut ke 043, hanya butuh 14 pasien lagi, jika satu pasien membutuhkan waktu lia belas menit mungkin ia butuh tiga jam setengah dan sekarang sudah jam sembilan.
Tampak wajah Sifa mulai bosan sedangkan Syakil masih fokus dengan layar ponselnya. "Aku rasanya ingin pergi saja." gumam Sifa sembari menyandarkan punggung di sandaran kursi tunggu pasien.
"Sabar. Jika sudah waktunya, juga akan di panggil." ucap Syakil bahkan tidak berniat untuk menoleh pada sang istri, tampak ia masih begitu serius menatap layar ponselnya.
"Sifa." hingga suara seseorang memanggil namanya berhasil membuat Sifa dan sakit menoleh ke sumber suara, seorang pria tampan berpakaian dokter berdiri tidak jauh dari pintu masuk ruang periksa.
Senyum Sifa segera mengembang, ia dengan cepat berdiri dan menghampiri pria itu, "Nino kan?" tanya Sifa.
Pria itu tersenyum, "Jadi kamu masih ingat sama saya!?" ucap pria yang di panggil Nino itu.
Sifa tampak masih tidak percaya pria itu ada di hadapannya, "Kamu kok bisa di sini? Trus pakaianmu?" tanya Sifa lagi.
Syakil pun tidak mau kalah, ia menjalankan kursi rodanya mendekat pada Sifa dan langsung menahan tangan Sifa saat Sifa hendak berjalan lebih maju.
"Namamu sudah akan di panggil." ucap Syakil memberi alasan.
"Masih lama, mas. Tadi aja masih nomor 043." jawab Sifa ketus.
"Jadi kamu mau periksa?" tanya Nino dan Sifa pun dengan cepat mengangguk.
"Kebetulan sekali," ucap Nino dengan cepat seolah tidak tertarik dengan keberadaan Syakil di samping Sifa. "Saya diminta dokter Reza untuk menggantikannya."
Mata Sifa melebar sempurna, beberapa kali melihat ke arah ruang yang akan ia masuki, itu ruang dokter Reza,
"Sifa, kamu tidak pa pa kan? Tidak masalah kan kalah aku yang periksa?" pertanyaan itu segera mengejutkan Sifa.
Jadi benar, Nino yang bakal periksa. Trus gimana nih ...., batin Sifa bingung.
"Ehhhh, kayaknya aku ada_," belum sampai ia menyelesaikan ucapannya tiba-tiba perawat yang tengah menjaga antrian pun memanggil nomornya, "Pasien nomor urut 057."
Kok bisa kebetulan sekali sih...., gerutu Sifa dalam hati.
"Kamu kan, nomor urut 057. Ayo masuk." ajak Dokter Nino.
"Tapi aku_," Sifa tengah mencoba mencari alasan agar tidak jadi periksa.
"Nggak sampai 15 menit kok. Ayo aku periksa." ajak Nino lagi dan Sifa menoleh pada Syakil yang sedari tadi memilih diam. Ia belum tahu situasi yang sebenarnya jadi dari pada salah bicara, Syakil memilih untuk diam sampai memahami situasi yang tengah dihadapi istrinya itu.
"Baiklah ...., tapi boleh ajak mas Syakil kan?" tanya Sifa dengan cepat sembari menoleh pada Syakil.
Dokter Nino pun menoleh sebentar pada Syakil dan kemudian menganggukkan kepalanya. "Baiklah, tidak masalah."
Sifa sedikit bisa bernafas lega, ia pun mendorong kursi roda syakil dan masuk ke dalam ruangan yang ternyata dokter jaganya yang tadi pagi sudah meninggalkan ruangan dan kini di ganti dokter Nino.
Sifa segera merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur pasien.
"Keluhan apa yang sebenarnya kamu rasakan?" tanya dokter Nino sembari menyiapkan peralatan kerjanya sedangkan Syakil masih duduk di kursi rodanya tidak jauh dari tempat Sifa berbaring.
"Sebenarnya aku merasa, beberapa hari ini jantungku agak aneh. Kadang tiba-tiba bergetar sendiri saat melihat sesuatu atau mengingat sesuatu." Ucap Sifa sembari mengingat saat ia tengah berciuman dengan Syakil. Bahkan hanya dengan mengingat saja, ia sudah merasakan getaran yang luar biasa, dengan cepat Sifa menarik tangan dokter Nino, "Coba rasakan." tangan dokter Nino hampir saja menyentuh dada Sifa tapi dengan cepat Syakil mendahuluinya hingga tangan Syakil yang menempel di dada Sifa sedangkan tangan dokter Nino tepat berada di atas tangan Syakil.
Sifa melotot sempurna, ia tidak percaya dengan apa yang dilakukan Syakil, "Mas Syakil....,"
"Kalian bukan mahram, jadi tolong jaga jarak." ucap Syakil dengan santai, walaupun kini dalam hatinya tengah bergemuruh melihat bagaimana Sifa yang tampak begitu akrab Dnegan dokter Nino.
Dokter Nino pun tersenyum, "Baiklah, aku akan coba memeriksa kamu."
Dokter Nino pun meletakkan stetoskop di kedua telinganya dan mulai memeriksa denyun jantung Sifa. Ia merasakan denyut nadi Sifa tampak teratur. Kemudian, ia memeriksa tekanan darah Sifa menggunakan alat tensi meter.
"Bagaimana, dok?" tanya Syakil mewakili Sifa yang juga penasaran dengan hasil pemeriksaannya.
"Sejauh ini baik sih." ucap dokter Nino sambil melihat ke arah Sifa, "Apa perlu aku periksa EKG kamu," kata Dokter Nino sambil mempersiapkan alat EKG.
Sifa menoleh pada Syakil, kemudian meremas jari-jari suaminya itu, "Aku takut." bisiknua merasa cemas.
Syakil pun mengusap punggung tangan Sifa dengan lembut seolah tengah memberi kekuatan, "Semua akan baik-baik saja."
Melihat bagaiman kedekatan mereka, sepertinya dokter Nino tidak begitu suka. dokter Nino pun menyiapkan peralatannya.
"Bisa beri waktu sebentar untuk memeriksa Sifa." ucapnya pada Syakil membuat Syakil memundurkan kursi rodanya.
Dokter Nino memanggil perawat untuk membantunya memasangkan elektroda EKG pada dada Sifa dan memantau hasilnya pada monitor. Ia melihat bahwa hasil EKG menunjukkan tidak adanya kelainan pada ritme jantung Sifa.
"Hasil EKG kamu tidak menunjukkan adanya kelainan pada ritme jantung kamu," kata Dokter Nino dengan wajah penasaran. "Kalau boleh tahu, apa yang membuat jantungmu merasakan detakan begitu besar?"
Sifa segera bangun dan merapikan kembali pakaiannya, ia bingung harus menjelaskan bagaimana, "Jadi sebenarnya ...., aku merasakan jantungku tidak normal setiap ..., setiap ....," Sifa tidak tahu harus menjelaskan bagaimana, ia pun memejamkan matanya, "Sejak mas Syakil mencium bibirku," ucapnya dengan lantang dan perlahan membuka satu per satu matanya melihat bagaiman ekspresi wajah kedua pria di depannya itu.
Tentu dua pria itu menunjukkan ekspresi yang berbeda, Syakil tampak menahan senyum dengan wajah memerah mendengar ucapan Sifa sedangkan dokter Nino tampak tidak begitu suka dengan ucapan Sifa, meskipun begitu ia tetap bersikap profesional sebagai seorang dokter pada pasiennya.
Bersambung
malu 2 tapi mau🤭
saranku ya sif jujur saja kalau kamu yg nabrak syakil biar gak terlalu kecewa syakil nya
pasti dokter nya mau ketawa pun harus di tahan....
krn gak mungkin juga lepas ketawa nya...