Aluna terpaksa harus menikahi seorang Pria dengan orientasi seksual menyimpang untuk menyelamatkan perusahaan sang Ayah. Dia di tuntut harus segera memiliki keturunan agar perjanjian itu segera selesai.
Namun berhubungan dengan orang seperti itu bukanlah hal yang mudah. Apa lagi dia harus tinggal dengan kekasih suaminya dan menjadi plakor yang sah di mata hukum dan Agama.
Bagaimana kelanjutan kisah mereka? Baca terus ya, semoga suka! Dan maaf jika cerita ini agak kurang mengenakkan bagi sebagian orang🙏
Warning!
"Ini hanya cerita karangan semata. Tidak ada niat menyinggung pihak atau komunitas mana pun"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Whidie Arista, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26 - Selalu bertengkar, tapi bukan musuh
Luna dan Dean bekerja dalam keheningan. Tak ada satupun yang bersuara sepeninggalan Tuan Adiyasa dari ruangan itu, mereka tenggelam dalam pikiran masing-masing.
Dean melirik Luna dari ujung matanya.
“Entah darimana Ayahku tahu soal rencana kita,” cetusnya memulai percakapan.
“Dia punya banyak anak buah, bukan hal sulit untuk mengetahuinya,” tanggap Luna.
Dean berdecak kesal, tapi mungkin memang itu yang terjadi. Dean tahu benar seperti apa kemampuan Ayahnya, dia sanggup melakukan apa pun untuk mencapai tujuannya.
“Lalu apa rencanamu selanjutnya?”
“Aku belum tahu,” balasnya, “Kau sudah sembuh?” tanya Dean mengalihkan perbincangan.
“Jika aku sakit, aku tidak akan ada disini,” sahut Luna acuh.
“Baguslah, banyak pekerjaan yang harus kau tangani,” ucapnya tak peduli.
Hem. Jawab Luna malas.
“Kau dan Jeff berteman?” tanyanya lagi.
“Ya, kami berteman. Apa kau ada masalah dengan itu?”
“Tidak.” Jawabnya singkat, “tapi semua jadwalnya kacau karena kau, dia terpaksa menunda pekerjaannya untuk merawatmu.”
Luna mendongak menatap kearah Dean, “aku tidak memintanya untuk merawatku dia sendiri yang ingin melakukannya.”
“Aku tahu, jadi jangan terlalu sering sakit itu akan mempengaruhinya. Jeff itu terlalu baik dia tidak bisa melihat orang lain sakit.” Ucapnya.
“Aku sakit bukan atas keinginanku, jadi maaf jika aku sudah merepotkan kekasihmu. Lain kali aku tidak akan menerima bantuannya,” Luna mengepalkan tangannya di bawah meja.
“Bagus, Aku harap kau pegang kata-katamu.”
Luna mendengus kasar sembari bangkit.
“Mau kemana kau?” tegur Dean.
“Toilet, kau mau ikut?!”
Dean berdecih dengan tatapan kesal, “jangan coba lari dari tanggung jawabmu.”
“Kau tenang saja, aku benar-benar hanya ingin ke toilet.” Ucap Luna.
Luna keluar dari ruang kerjanya dengan wajah kesal, dengan mulut tak henti-hentinya menggerutu.
“Si brengsek itu benar-benar tak punya hati nurani, aku sakit bukan karena aku menginginkannya. Lagi pula aku tidak meminta Jeff untuk merawatku,” keluhnya dengan wajah gusar.
“Bagaimana bisa aku sampai menyukainya.” Luna terus menggerutu sepanjang perjalanan menuju toilet. Padahal di ruangannya sendiri ada toilet pribadi namun Luna sengaja keluar karena ingin mencari udara segar malas sekali terus berada disana.
Diam di satu ruangan bersama orang seperti Dean membuat dia merasa pengap dan sulit bernapas.
Saat hendak kembali, atensi Luna teralihkan oleh siaran yang di tayangkan di televisi yang kebetulan ia lewati. Jeff tengah mengadakan Konferensi pers ternyata, tampak dia tengah melakukan sesi tanya jawab dengan wartawan.
Namun ada sesuatu yang Luna tangkap dari pembahasan disana.
“Tuan Jeff, boleh kami tanya tentang masalah pribadi anda?” tanya seorang wartawan wanita yang hanya terlihat punggungnya.
“Kalau sedikit, boleh,” jawab Jeff ramah, tak lupa menyematkan senyum di akhir katanya.
“Ini tentang berita di internet yang mengatakan jika anda sudah memiliki kekasih, apa itu benar?”
Lagi-lagi Jeff tersenyum sebelum berkata, “ah soal itu, aku tidak ingin mengatakan ya atau pun tidak. Tapi yang pasti kalian do'a kan saja semoga aku dan dia memang berjodoh,” kekehnya.
Luna mendengus senyum, “dasar.”
“Jadi kalian memang berpacaran?” tanyanya lagi.
“Masih dalam masa pendekatan belum sampai berpacaran,” sahutnya, “oh ya, saya minta tolong pada teman-teman media semua untuk tidak mencari tahu lebih lanjut tentang siapa wanita yang tengah dekat dengan saya. Saya ingin menjaga privasinya, dia bukan dari kalangan artis dan dia tidak suka kamera, jadi saya harap kalian bisa mengerti.”
Dan Konferensi pers pun berakhir. Tanpa terasa Luna berdiri cukup lama menonton Jeff di tv rasanya baru kali ini dia melakukan itu.
Luna kembali ke ruangan kerjanya disambut oleh tatapan sinis dari Dean.
“Aku pikir kau ikut tenggelam kedalam toilet,” cibirnya sambil melipat tangan di dada.
“Aku mencari udara segar sebentar. Kau tahu sejujurnya aku malas kembali kesini karena kau selalu mengajakku bertengkar,” keluh Luna, kali ini dia mengutarakan keluhannya secara langsung.
“Aku juga sama, aku malas satu ruangan denganmu,” balasnya tak kalah sengit.
Luna berdecak kesal, ketenangan hanya dapat ia rasakan untuk sesaat, ingin rasanya Luna pergi dari tempat ini, namun apa daya tuntutan pekerjaan membuatnya harus terkurung bersama Dean di tempat ini untuk sementara waktu.
***
Luna pulang ke rumah menggunakan taksi dia malas jika harus satu mobil dengan Dean. Sikapnya yang tak berperasaan membuat Luna selalu dibuat kesal, apa lagi dia selalu saja mendebat apa pun yang Luna katakan hingga percakapan mereka berakhir dengan pertengkaran.
“Hay Luna, kau sudah kembali?” Jeff menyambut kedatangan Luna dengan senyuman, dia tampak tengah menonton Konferensi persnya sendiri.
“Hay juga Jeff,” sahut Luna dengan suara lemah.
Jeff sontak bangkit, “ada apa denganmu, apa kau sakit lagi?” dia kembali menaruh tangannya di dahi Luna.
‘Kenapa dia suka sekali menyentuh dahiku?’ batin Luna bertanya, tatapan mereka saling terkunci untuk beberapa saat.
wkwkwkwkwk