Adara hidup dalam dendam di dalam keluarga tirinya. Ingatan masa lalu kelam terbayang di pikirannya ketika membayangkan ayahnya meninggalkan ibunya demi seorang wanita yang berprofesi sebagai model. Sayangnya kedua kakak laki-lakinya lebih memilih bersama ayah tiri dan ibu tirinya sedangkan dirinya mau tidak mau harus ikut karena ibunya mengalami gangguan kejiwaan. Melihat itu dia berniat membalaskan dendamnya dengan merebut suami kakak tirinya yang selalu dibanggakan oleh keluarga tirinya dan kedua kakak lelakinya yang lebih menyayangi kakak tirinya. Banyak sekali dendam yang dia simpan dan akan segera dia balas dengan menjalin hubungan dengan suami kakak tirinya. Tetapi di dalam perjalanan pembalasan dendamnya ternyata ada sosok misterius yang diam-diam mengamati dan ternyata berpihak kepadanya. Bagaimanakah perjalanan pembalasan dendamnya dan akhir dari hubungannya dengan suami kakak tirinya dan sosok misterius itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lestari sipayung, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
RAHASIA VERA
Masih di hari yang sama, setelah selesai berpulang dari kampusnya, Adara memutuskan untuk melajukan mobilnya menuju sebuah cafe resto yang terletak cukup jauh dari kampusnya. Entah siapa yang ingin dia temui di cafe itu, namun jelas ada sesuatu yang perlu dibicarakan, sesuatu yang terasa sangat penting baginya. Meskipun suasana cafe itu tampak tenang dan tidak terlalu ramai, Adara sepertinya sudah mempersiapkan diri untuk pertemuan ini, seakan-akan menunggu sesuatu yang besar.
Di meja, Adara terlihat sedang menikmati sebatang permen yang ada di mulutnya, dengan lidahnya yang sesekali bergerak, seolah-olah tidak sabar untuk segera bertemu dengan seseorang. Kakinya yang tidak bisa diam terus bergerak cukup cepat, memberi tanda pada siapapun yang memperhatikan bahwa ia sedang dalam keadaan tegang atau mungkin penuh ekspektasi. Matanya yang tajam terus melirik ke seluruh penjuru cafe, seolah mencari sesuatu, sementara sesekali pandangannya mengarah ke pintu masuk, seperti menunggu kedatangan seseorang yang sudah ia harapkan.
Tiba-tiba, dengan desahan singkat, "Emm!" Adara melepaskan permen yang masih ada di mulutnya. Akhirnya, orang yang ditunggunya datang juga. Orang itu terlihat celingak-celinguk, seakan mencari seseorang di dalam cafe yang tidak terlalu ramai itu. Sampai akhirnya, tangan Adara terangkat, melambaikan tangan dengan cepat, menarik perhatian orang tersebut. Mereka berdua tersenyum saat pandangan mereka bertemu, namun tatapan Adara sedikit berubah, menunjukkan tanda keterkejutan. Sepertinya ada sesuatu yang tidak terduga mengenai kedatangan orang itu.
"Hai, Adara!" sapa kedua orang itu begitu mereka sudah berada tepat di depan Adara. Adara hanya diam, menatap mereka dengan tatapan yang penuh pertanyaan, lalu mengangguk singkat seakan meminta penjelasan lebih lanjut.
Dean, salah satu dari kedua orang tersebut, langsung menjawab dengan nada serius, "Dia udah tahu, Adara. Semuanya, dia udah tahu, karena selama ini dia selalu memperhatikanmu. Dia sengaja minta ikut," jelasnya, matanya fokus pada Adara. Ya, Dean adalah orang yang selama ini Adara tunggu, dan awalnya hanya dia yang direncanakan datang. Namun, ternyata Dean membawa seseorang yang lain bersama dengannya.
"Vera!" seru Adara dengan nada terkejut, matanya membelalak saat mengenali wanita yang kini berdiri di samping Dean. Vera, wanita yang sangat tidak asing bagi Adara, bahkan salah satu sahabatnya. Vera adalah sosok yang selalu terlihat cuek dan sulit ditebak, namun kini berdiri di sini, bersamanya. Adara merasa tidak percaya.
Vera tersenyum tipis, senyum yang khas dan jarang ditunjukkan, yang langsung dikenali Adara. Meskipun Vera tampak santai, ada sesuatu dalam tatapannya yang mengisyaratkan bahwa dia tahu lebih banyak daripada yang Adara duga. Adara tahu betul siapa Vera. Mereka berdua adalah wanita seusia yang sama, bahkan kuliah di kampus yang sama. Mereka sering bersama, berbagi cerita, bahkan sifat mereka hampir mirip. Namun, Adara tidak pernah menyangka bahwa Vera, yang selalu terlihat cuek dan tertutup, akan bersedia untuk bertindak sejauh ini.
"Aku memperhatikan ada yang aneh denganmu sejak kau menjadi asisten dosen baru itu," kata Vera, suaranya terdengar serius. "Aku khawatir, jadi aku mengikuti jejakmu. Aku hanya ingin melindungimu." Adara menatap Vera dengan tatapan yang sulit dibaca, seolah mencari kebohongan di balik perkataannya. Namun, tidak ada yang terlihat. Vera tampak tulus. Ketegangan mulai terasa di antara mereka, sesuatu yang jarang terjadi, karena biasanya hubungan mereka selalu penuh dengan candaan dan tawa. Mungkin ini disebabkan oleh situasi yang berbeda, sesuatu yang lebih serius dan penuh tekanan.
Adara menghela napas panjang, menundukkan kepalanya sejenak, merenungkan kata-kata Vera yang begitu berat. Beberapa detik berlalu sebelum akhirnya ia kembali mendongak, menatap Vera dengan mata yang penuh makna. "Vera, terima kasih. Tapi kau tahu, ini pasti berakhir dengan buruk," ucapnya pelan, namun penuh makna yang dalam. Vera terdiam mendengar ucapan Adara, seakan mencerna kata-kata tersebut. Mungkin Adara merasa bahwa ada sesuatu yang tidak akan pernah bisa berubah, bahwa meskipun ada niat baik, mereka tidak bisa menghindari konsekuensi yang akan datang.
"Oleh karena itu, aku ingin berada di sisimu," kata Vera dengan tegas, tidak ragu sedikit pun. Ada keyakinan dalam suaranya, seakan-akan dia sudah memutuskan dengan pasti apa yang akan dilakukannya. Adara terdiam, menatap Vera dengan rasa campur aduk. Tidak ada yang bisa membuat Vera mundur dari keputusan ini, wanita itu memang ambisius dan keras kepala.
"Baiklah, terserahmu saja," akhirnya Adara menyerah, mengangkat bahu dan melepaskan napas berat. Dia tahu, tidak ada cara untuk menghentikan Vera. Vera yang selalu memiliki tekad kuat untuk melakukan apa yang dia inginkan, bahkan jika itu berarti menghadapinya bersama, dalam situasi yang penuh risiko.
Tatapan Adara beralih ke arah Dean, seolah memintanya untuk berbicara. Dean mengangguk kecil, mengerti dengan jelas maksud dari tatapan tersebut. Dia lalu mengeluarkan handphone dari saku celananya, menatap layar dengan serius, dan mulai berbicara, memberikan informasi yang sudah ia kumpulkan.
"Pria yang kau maksud ternyata mantan saudara tirimu. Namanya Arvan, seorang pengusaha sukses di bidang properti. Usahanya cukup terkenal di beberapa negara. Berdasarkan informasi yang kudapat, dia pernah berpacaran dengan Clarissa saat SMA. Pertemuan yang kau lihat malam itu, kita hanya bisa menebak apa yang mereka bicarakan. Ini salah satu foto lama yang aku dapatkan, saat mereka masih SMA!" jelas Dean, menyodorkan handphonenya kepada Adara. Di layar terlihat foto lama yang memperlihatkan Clarissa dan Arvan, keduanya tampak akrab dan bahagia bersama di masa SMA. Dean berhasil menemukan foto itu dari media lama.
Adara mengingat kembali kejadian malam itu, saat melihat Clarissa bersama pria asing yang ternyata adalah Arvan. Ia mengingatkan dirinya sendiri untuk meminta Dean mencari informasi lebih lanjut mengenai pria itu. Setelah Dean menghubunginya dengan informasi yang sudah didapat, mereka memutuskan untuk bertemu dan akhirnya berakhir di cafe ini.
Adara memandang handphone itu sejenak, mencerna informasi yang baru saja dia terima. Namun, suara Dean kembali menarik perhatiannya. "Kau tahu ini semua berasal dari mana?" tanya Dean dengan nada yang penuh teka-teki, seakan mengajak Adara menebak sesuatu.
Adara menggeleng, tidak tahu jawabannya. Namun, tiba-tiba pandangannya melebar dan tertuju pada Vera. "Kau!" serunya, menunjuk Vera sekilas. Vera hanya mengangguk.
"Benar!" sahut Vera dengan tegas.
Adara semakin penasaran dan bertanya, "Apa hubunganmu dengan Arvan?"
Vera mengambil napas panjang, seolah mempersiapkan diri untuk menjelaskan. "Arvan itu sepupuku, Adara. Aku sempat melihatnya bersama Clarissa saat aku berkunjung ke rumahnya waktu SMA. Mereka hanya berdua, dan aku tidak tahu pasti apa yang mereka lakukan. Mereka memang sangat dekat saat itu. Aku tidak pernah memberitahumu karena mendengar Clarissa sudah menikah. Itu artinya mereka sudah putus, dan aku tidak terlalu mempermasalahkan itu. Tapi aku tidak menyangka jika semuanya akan berakhir serumit ini," jelas Vera dengan jujur. Mengingat kembali masa lalu, Vera merasa harus memberi tahu Adara mengenai hubungannya dengan Arvan yang selama ini dia simpan.
Adara benar-benar terkejut mendengar pengakuan Vera, begitu juga dengan Dean. Mereka tidak menyangka bahwa Vera memiliki hubungan dengan pria asing itu. Namun, apa yang dikatakan Vera tampak masuk akal. Mereka selama ini tidak pernah membahas hubungan Clarissa dengan Arvan begitu dalam, jadi Vera memang tidak merasa perlu memberitahukannya.
"Aku paham sekarang!" seru Adara dengan nada yang menunjukkan bahwa dia baru menyadari sesuatu yang penting. Heran, Dean dan Vera saling bertatap penasaran, tidak sabar mengetahui apa yang baru saja ditemukan oleh Adara.