Rekomendasi Cerita " She's My Wifeꨄ "
Introspeksi adalah kisah tentang Aldo dan Farin, pasangan yang telah bersama sejak SMA dan berhasil masuk universitas yang sama. Namun, hubungan mereka mulai terasa hambar karena Farin terlalu fokus pada pendidikan, membuat Aldo merasa kesepian.
Dalam pencarian kebahagiaan, Aldo berselingkuh dengan Kaira. Ketika Farin mengetahui perselingkuhan tersebut, dia melakukan introspeksi dan berusaha memperbaiki dirinya. Meskipun begitu, Farin akhirnya memilih untuk melepaskan Aldo, dan memulai hubungan baru dengan seseorang yang lebih menghargainya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Detia Fazrin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kembali Curiga
...»»————> Perhatian<————««...
...Tokoh, tingkah laku, tempat, organisasi profesi, dan peristiwa dalam cerita ini adalah fiktif dan dibuat hanya untuk tujuan hiburan, tanpa maksud mengundang atau mempromosikan tindakan apa pun yang terjadi dalam cerita. Harap berhati-hati saat membaca....
...**✿❀ Selamat Membaca ❀✿**...
Episode Sebelumnya
Di dalam rumah, Kaira membantu Aldo duduk di sofa, menyiapkan teh hangat untuknya. Mereka berbincang dengan lebih bebas setelah Farin pergi. Kaira merasa lega, meskipun masih ada kekhawatiran yang menghantui pikirannya.
"Maaf kalau tadi jadi canggung," kata Kaira, duduk di samping Aldo.
Aldo menghela napas. "Nggak apa-apa, ini memang situasi yang sulit."
Selanjutnya
Setelah Farin berpamitan. Kini Aldo dan Kaira saling menatap. Ada rasa lega yang menggantikan kecanggungan sebelumnya. Kaira, yang kini merasa lebih dekat dengan Aldo daripada sebelumnya, menatapnya dalam-dalam. Dalam pandangannya, ia merasakan cinta yang semakin kuat, lebih dalam dari sebelumnya.
"Aldo," ucap Kaira dengan suara lembut, "bisakah kamu segera mengambil keputusan tentang hubunganmu dengan Farin?" Suaranya penuh harap, tetapi juga diliputi keraguan.
Aldo terdiam. Hatinya penuh dengan kebingungan. Di satu sisi, ia tahu bahwa memutuskan hubungannya dengan Farin akan sangat menyakitinya. Tiga tahun bukanlah waktu yang singkat. Namun di sisi lain, ada sesuatu yang tak bisa ia abaikan; perasaan yang selama ini ia cari, ternyata benar-benar ia temukan dalam diri Kaira.
Kaira memperhatikan setiap gerakan kecil di wajah Aldo, berharap dapat memahami pikirannya. "Aku tahu ini tidak mudah, tapi aku tidak ingin kita terus berada dalam situasi seperti ini. Aku ingin kita bisa bersama tanpa ada rasa bersalah."
Aldo mengangguk pelan, kata-kata Kaira menembus hatinya. "Aku juga ingin kita bisa bersama dengan cara yang benar, Kaira. Tapi... aku butuh waktu."
Mendengar itu, Kaira tersenyum. Bukan senyum kebahagiaan yang meluap, melainkan senyum yang penuh pengertian. Baginya, yang terpenting adalah bahwa Aldo memiliki perasaan yang sama, dan keyakinannya kini semakin kuat. "Aku mengerti, Aldo. Aku akan menunggu," ujarnya.
Kemudian, dengan gerakan lembut, Kaira meraih wajah Aldo dengan kedua tangannya. Sentuhannya penuh kasih sayang, membuat Aldo merasa nyaman. Tanpa banyak berkata-kata, Kaira mendekatkan wajahnya dan mencium bibir Aldo dengan penuh cinta.
Ciuman itu terasa berbeda bagi Aldo. Rasanya hangat, lembut, dan dalam. Seperti ada aliran energi yang mengalir dari Kaira ke dalam dirinya, membuatnya merasakan keintiman yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
Detik-detik yang berlalu terasa melambat, seolah waktu berhenti untuk mereka berdua. Hati Aldo bergetar, bukan karena keraguan, tetapi karena ia tahu, di saat itulah ia menemukan rumahnya—dalam ciuman dan pelukan Kaira.
Kaira, di sisi lain, merasakan kebahagiaan yang tak terukur. Ciumannya bukan hanya ekspresi dari cinta yang mendalam, tetapi juga penegasan dari keyakinannya bahwa Aldo adalah orang yang selama ini ia cari.
Bibirnya menempel lembut pada bibir Aldo, namun ia bisa merasakan getaran emosi yang mengalir di antara mereka. Setiap sentuhan, setiap helaan napas, mengukuhkan perasaannya lebih dalam lagi.
Ketika ciuman itu berakhir, mereka berdua saling menatap dalam diam. Tidak ada kata yang perlu diucapkan, karena mereka tahu apa yang mereka rasakan adalah nyata.
Dalam momen itu, meskipun banyak tantangan yang menanti, mereka tahu bahwa cinta yang mereka miliki cukup kuat untuk menghadapinya bersama.
...***...
Kampus
Farin melangkah cepat menuju ruangan tempat UKM-nya biasa berkumpul. Hatinya berdebar, memikirkan tugas dan tanggung jawab yang semakin menumpuk. Sebagai seorang senior, ia memiliki banyak hal yang harus diurus. Ketika ia sampai di depan pintu ruangan, ia melihat Kaira keluar dari salah satu kelas. Kaira tersenyum begitu melihat Farin dan langsung menghampirinya.
"Kak Farin! Kebetulan sekali kita bertemu," Kaira menyapa dengan ceria.
Farin balas tersenyum. "Hei, Kaira. Kamu sedang ada kelas?"
"Iya, baru saja selesai. Eh, Kak Farin mau ke pertemuan UKM, ya? Aku juga anggota baru di UKM ini," kata Kaira dengan semangat.
Farin mengangguk. "Oh, bagus kalau begitu. Kamu bisa ikut bergabung."
Mereka berdua masuk ke dalam ruangan UKM dan duduk bersama anggota lain. Selama pertemuan, Farin memperhatikan Kaira yang duduk di sebelahnya. Gadis itu tampak sangat antusias, mencatat setiap hal yang disampaikan oleh ketua UKM dengan tekun.
Usai pertemuan, Kaira menghampiri Farin lagi. "Kak Farin, aku ingin minta tolong. Kamu kan senior di sini, aku ingin belajar banyak dari kamu. Farin kamu hebat, aku harus bisa sehebat kamu."
Farin tersenyum dengan lembut. "Tentu saja, Kaira. Aku senang bisa membantumu."
Kaira tampak lega mendengar jawaban itu. "Terima kasih, Kak. Oh iya, aku juga ikut beberapa organisasi sama seperti kakak. Kampus Mengajar, Mapala, Pres Mahasiswa, dan aku juga aktif di BEM walaupun beda divisi. Boleh aku minta bimbingan dari mu?"
Farin mengangguk lagi. "Tentu saja. Senang bisa berbagi pengalaman denganmu."
Tiba-tiba, ponsel Kaira berdering. Ia melihat layar ponselnya dan tampak terkejut saat melihat siapa yang menelepon. 'Aldo' Ia langsung mematikan ponselnya dan melirik ke arah Farin dengan sedikit canggung.
Farin, yang menyadari perubahan ekspresi Kaira, bertanya dengan lembut, "Ada sesuatu yang penting?"
Kaira menggeleng. "Tidak, tidak ada apa-apa. Oh iya, Kak, aku mau pamit dulu, ada tugas-tugas kelompok."
"Oiya, setelah itu aku mau ke rumah nenek Kak Aldo. Aku ingin melihat kondisi Kak Aldo, dia sepertinya sudah lebih baik. Hm jangan khawatir, Kak. Aku rasa Kak Farin pasti sangat sibuk, biar aku yang jaga Kak Aldo."
Farin merasa heran mendengar penjelasan Kaira. Meskipun ia tahu bahwa Kaira dan Aldo adalah teman masa kecil, ada sesuatu dalam nada bicara Kaira yang membuatnya sedikit tidak nyaman. Kenapa selama ini Aldo tidak pernah menceritakan tentang Kaira yang ternyata berada di universitas yang sama? Namun, Farin memilih untuk tidak terlalu khawatir. Ia percaya bahwa Aldo tidak akan mengkhianatinya.
"Oke, kalau begitu hati-hati di jalan ya, Kaira," kata Farin akhirnya.
Kaira tersenyum, kemudian berpamitan dan pergi meninggalkan Farin. Setelah Kaira pergi, Farin memandang ponselnya. Ia memutuskan untuk mengirim pesan singkat kepada Aldo, menanyakan kondisinya.
"Sayang, kamu bagaimana? Sudah merasa lebih baik?" tulis Farin dalam pesannya.
Beberapa menit kemudian, balasan dari Aldo masuk. "Aku baik-baik saja, jangan khawatir."
Hanya itu yang Aldo katakan. Tidak ada pesan tambahan, tidak ada panggilan seperti biasanya. Farin merasa ada yang berbeda. Biasanya, setelah ia mengirim pesan, Aldo pasti langsung menelepon, mengatakan bahwa ia rindu dan ingin bertemu.
"Tapi kali ini, tidak ada apa-apa."
Farin menatap ponselnya dengan perasaan tak menentu. Ada perasaan aneh yang mulai merayapi hatinya. Ia mencoba menenangkan diri dengan berpikir bahwa mungkin Aldo benar-benar sedang sibuk atau lelah.
Namun, pikiran tentang Kaira yang tiba-tiba muncul dalam kehidupannya, serta sikap Aldo yang mulai berubah, membuat Farin merasa resah. "Apakah ada sesuatu yang Aldo sembunyikan dariku? Apakah kehadiran Kaira memiliki hubungan dengan perubahan sikap Aldo?" Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar di kepalanya, tetapi Farin berusaha untuk tetap tenang.
Malam itu, sebelum tidur, Farin merenung sendirian di kamarnya. Ia memutar kembali semua kenangan indah bersama Aldo. Mereka telah melalui banyak hal bersama sejak SMA, dan ia yakin cinta mereka kuat. Namun, semakin lama ia berpikir, semakin kuat pula rasa cemas di hatinya.
Farin menutup matanya dan mencoba untuk tidur, berharap bahwa semua kegelisahannya hanya akan menjadi mimpi buruk yang berlalu. Namun, jauh di lubuk hatinya, ia tahu bahwa ada sesuatu yang harus dihadapi, sesuatu yang mungkin bisa mengubah segalanya.
ingat perjuangan mendptkn Farinkn?
tp salut lah sma farin
langsung kicep tu ankmu..
tp yg penting tetep setia